Hari ini aku mendapatkan pesan singkat mengejutkan dari adikku. Tentang tanah warisan dari orang tua. Sebelumnya tak ada yang mengutak-atik tentang peninggalan almarhum dan almarhumah, Bapak dan Ibu. Tiba-tiba aku ingin tahu, ada apa dengan pesan singkat itu.
“Hanafi, Mas. Dia menanyakan tanah warisan bagian dia yang mana?”kata Drajat.
“Drajat, memang Bapak dan Ibu meninggalkan banyak warisan tanah. Tapi selama ini kita belum pernah membicarakan tentang pembagian untuk kita berempat. Kok Hanafi tiba-tiba minta bagian. Memang ada apa dengan Hanafi?”tanyaku pada Drajat.
“Entahlah, sekarang Hanafi suka sms ke aku tentang tanah dan sertifikat. Mungkin dia lagi butuh uang atau kena masalah.”jawab adikku nomer dua.
“Ya sudah nanti kucoba menghubungi dia.”
00000
Komunikasi antara aku dan Hanafi hanya melalui pesan singkat. Hanafi tidak bicara langsung padaku. Aku sendiri juga tidak mempunyai keinginan untuk bicara langsung. Tapi sepertinya memang Hanafi lagi butuh uang. Hanya saja pertanyaanku buat apa?
Bukankah dia dan isterinya sudah mapan dan penghasilannya besar. Anaknya juga masih satu, masih kecil. Kurasa kebutuhannya belum banyak. Pasti ada yang tidak beres dengan adikku ini.
Hari ini Hanafi mengirim pesan singkat lagi. Intinya, dia kena tipu temannya. Dia dan temannya bekerja sama, berbisnis benda-benda pusaka yang konon keuntungannya menggiurkan. Dan bisa ditebak akhirnya! Teman bisnisnya pergi setelah membawa lari uangnya. Padahal uang itu juga hanya pinjaman dari teman sekantornya.
Teman sekantornya menagih uang yang dijanjikan Hanafi. Seandainya Hanafi menunda-nunda dan ingkar janji, maka Hanafi akan dilaporkan kepada atasannya. Besar kemungkinan Hanafi dipecat dari pekerjaannya. (Semudah itu?)
Ketika kusampaikan hal ini pada isteriku, isteriku setengah tidak percaya.