Mohon tunggu...
Naya Disastra
Naya Disastra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fenomena Penurunan Muka Tanah di Jakarta, Pulau Jawa

3 Juni 2015   06:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:49 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Land subsidence atau penurunan muka tanah adalah pemerosotan secara bertahap atau anjloknya permukaan tanah secara tiba-tiba seiring dengan pergerakan material bumi. Kejadian ini sering terjadi di kota-kota besar yang ada di dunia, contohnya Jakarta, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Apa yang sebenarnya menyebabkan kejadian ini? Secara garis besar penurunan tanah bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain (Whittaker and Reddish, 1989), sebagai berikut:

- Penurunan muka tanah alami (natural subsidence) yang disebabkan oleh proses-proses geologi seperti aktifitas vulkanik dan tektonik, siklus geologi, adanya rongga di bawah permukaan tanah dan sebagainya.

- Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh pengambilan bahan cair dari dalam tanah seperti air tanah atau minyak bumi.

- Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh adanya beban-beban berat diatasnya seperti struktur bangunan sehingga lapisan-lapisan tanah dibawahnya mengalami kompaksi/konsolidasi. Penurunan muka tanah ini sering juga disebut dengan settlement.

-  Penurunan muka tanah akibat pengambilan bahan padat dari tanah (aktifitas penambangan).

Setelah melihat faktor-faktor yang menyebabkan penurunan tanah ini terjadi, dapat kita simpulkan bahwa Jakarta, yang berada di pulau Jawa, merupakan salah satu diantara kota-kota yang mengalami penurunan muka tanah ini. Banyaknya penduduk yang ada di Jakarta menimbulkan banyaknya konsumsi air yang harus dipenuhi. Ini yang menyebabkan pengambilan air tanah dalam di Jakarta cenderung berlebihan. Padahal pada 1930, Pulau Jawa masih mampu memasok 4.700 meter kubik per kapita per tahun Diperkirakan pada 2020 total potensinya tinggal 1.200 meter kubik per kapita per tahun, di mana hanya 35 persen yang layak secara ekonomis untuk dikelola (ANTARA News, 2015). Meningkatnya industri yang didirikan di Pulau Jawa akan pula meningkatkan jumlah penduduk, serta sebaliknya. Hal ini akan menyebabkan konsumsi air yang terus bertambah. Bila pertumbuhan penduduk tidak ditekan dan industri tidak dipindahkan ke pulau lain, krisis air di Pulau Jawa akan semakin parah pada 2025 karena terus menurunnya neraca air pada musim kemarau dan tingginya jumlah penduduk. (WALHI, Maret 2015)

Sebagai seorang mahasiswa, ada beberapa solusi yang ditawarkan guna menanggulangi penurunan muka tanah ini. Pertama adalah hentikan segera tindakan ekstraksi air tanah dalam yang ada. Untuk bisa menghentikan ekstraksi (moratorium) pemerintah perlu segera menyediakan air bersih perpipaan yang dapat memenuhi hampir seluruh kebutuhan air bersih perkotaan di DKI Jakarta ini. Kedua adalah dengan membangun daerah daerah resapan air,contohnya taman terbuka. Hal ini tidak hanya berdampak pada kandungan air tanah yang menjaga permukaan tanah Jakarta saja, tapi juga ini sangat berguna untuk menjaga kualitas udara, kesehatan dan tempat bermain untuk anak-anak. Ketiga adalah melakukan penghematan akan penggunaan air tanah, misalnya dengan memakai air yang sudah dipakai untuk menyiram kloset seperti di Jepang, jika memungkinkan mandi dengan menggunakan shower untuk meminimalisasi penggunaan air, kemudian gunakan kloset yang mengunakan dua sistem pembilasan air, setiap sistem pembilasan bekerja sesuai dengan volume air yang dikeluarkan, bila kloset hanya digunakan untuk buang air kecil, gunakan pembilasan dengan volume kecil yang tentunya lebih hemat konsumsi air, gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman. Selain hemat, air bekas cucian sayur, buah dan daging ternyata bisa menyuburkan tanaman dan banyak hal lain yang dapat dilakukan guna menghemat air tanah yang dipakai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun