Tidak asing bagi telinga kita tentang pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang lebih populer dengan sebutan PAKEM. Setiap guru, dalam melaksanakan pembelajaran diharapkan selalu menerapkan pendekatan PAKEM. Pengertiannya bahwa setiap pembelajaran harus berjalan lebih menunjukkan aktivitas siswa (baik fisik maupun mental), sehingga memberikan kesempatan lebih besar berkembangnya daya kreativitas, berhasil guna dan tentu sajaberlangsung dalam suasana yang menyenangkan. Lalu apa lagi yang akan dipermasalahkan? Bukankah penerapan PAKEM dalam pembelajaran sudah lama dianjurkan untuk diterapkan?
Benar, PAKEM sudah lama dianjurkan untuk diterapkan dalam pembelajaran. Masalahnya adalah bahwa masih banyak guru belum menerapkan pakem secara optimal. Masih banyak yang menganggap bahwa penerapan PAKEM memiliki banyak kendala/hambatan, dan belum tentu hasilnya akan lebih baik daripada pembelajaran yang dilaksanakan secara konvensional. Selain itu masih ada guru yang belum mampu menangkap esensi pakem secara benar. Mereka memahami PAKEM sebatas pada kulitnya, sehingga yang mereka ‘tangkap’ hanya simbol-simbolnya saja.
Berdasarkan pengamatan, ada tiga kelompok guru dilihat dari responnya terhadap anjuran penerapan PAKEM dalam pembelajaran.
Pertama, kelompok yang sama sekali tidak merespon dan tidak percaya bahwa PAKEM mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Kelompok ini sebenarnya tidak benar-benar tidak percaya, tetapi mereka sebenarnya mengalami kesulitan memahami dinamika perubahan, sehingga menjadi kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri. Mereka sudah merasa nyaman bekerja dengan keadaan yang biasa-biasa saja sehingga tidak perlu melakukan banyak hal yang berhubungan dengan segala tetek-bengek yang harus disiapkan. Jadi, mungkin mereka memang tidak mampu menangkap esensi PAKEM, atau mungkin juga mereka memang tidak tertarik, karena tidak mau repot. Yang menyedihkan, kelompok ini lebih besar jumlahnya ketimbang dua kelompok lainnya.
Kedua, kelompok yang menerapkan PAKEM tetapi sebatas pada simbol-simbolnya saja. Mereka lebih mementingkan simbol yang menunjukkan diterapkannya PAKEM di kelasnya. Mereka menangkap pengertian PAKEM sebatas pada simbol fisik, tetapi makna pokok atau esensinya belum benar-benar difahami. Situasi kelas kelompok ini kalau dilihat secara fisik memang penuh dengan ‘tanda-tanda’ PAKEM, seperti adanya pajangan hasil karya siswa, penataan tempat duduk yang berkelompok, dan lain-lain, tetapi pembelajaran di kelas tersebut sebenarnya berjalan seperti biasa. Ciri-ciri kelas kelompok ini biasanya dapat dilihat dari hasil karya siswa yang dipajang sudah lama, tidak terlihat adanya perubahan pada sikap siswa, dan guru masih mendominasi jalannya pembelajaran.
Ketiga, kelompok yang sudah melaksanakan pakem, baik yang masih dalam taraf permulaan maupun yang sudah relative lebih baik. Kelompok ini didominasi oleh guru-guru yang memiliki ambisi besar dalam mengembangkan kariernya. Mereka bekerja lebih bersemangat dan lebih mementingkan proses daripada hasil. Gaya mereka dalam mengelola pembelajaran pun berbeda. Jika kelompok lain memosisikan dirinya sebagai pengajar, mereka memosisikan diri sebagai fasilitator atau agen pembelajaran. Maksudnya, mereka tidak mengajar sebagaimana mengajar cara konvensional (seperti mengisi botol kosong), tetapi mereka mengajari siswa bagaimana belajar (learning how to learn). Landasan berpikir mereka sangat bagus karena mereka meyakini jika proses pembelajaran berjalan baik, maka hasilnya pun akan lebih baik. Mereka juga meyakini bahwa belajar itu bukan sekedar menguasai ilmunya, tetapi juga diikuti dengan adanya perubahan sikap pada diri siswa.
Semua kelompok tersebut di atas, masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri yang menyebabkan mereka memilih menerapkan atau tidak menerapkan PAKEM.Tulisan ini ingin mengemukakan sebuah argumen logis mengenai pembelajaran PAKEM yang selama ini diyakini para ahli pendidikan sebagai alternatif yang terbaiksebagai pendekatan dalam pembelajaran.
Menurut pendapat para ahlikeberhasilan PAKEM terletak pada kata ‘menyenangkan’. Menyenangkan hendaknya dijadikan kunci utama dalam menerapkanPAKEM. Artinya, suasana menyenangkan itu seharusnya sudah dibangkitkan sejak awal pembelajaran. Dave Meier, dalam bukunya yang berjudul The Accelerated Learning Handbook menuliskan;“Menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti membuat suasana ribut atau hura-hura. Ini tidak ada hubungan dengan kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal. Kegembiraan disini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan dalam diri siswa.” Bahkan pada kalimat berikutnya Meier menegaskan bahwa penciptaan kegembiraan jauh lebih penting daripada segala teknik metode maupun media yang digunakan.
Dari pendapat Meier tersebut kita temukan beberapa komponen pembangun suasana yang menyenangkan. Komponen-komponen tersebut adalah (1) bangkitnya minat, (2) adanya keterlibatan penuh, (3) terciptanya makna, (4) adanya pemahaman atau penguasaan materi. (5) adanya nilai yang membahagiakan.
Untuk lebih memahami hal-hal penting berkaitan dengan pembelajaran yang menyenangkan saya akan mengajak Anda untuk membahas satu per satu komponen-komponen pembangun suasana menyenangkan tersebut.
(1)Bangkitnya minat. Seperti kita ketahui, minat adalah sesuatu yang berhubungan dengan kehendak atau keinginan hati. Minat juga sering dipadankan dengan gairah atau keinginan yang kuat. Sekarang cobalah Anda hubungkan antara ‘bangkitnya minat’ ini dengan ‘kegembiraan’. Jika sejak awal dalam diri siswa telah bangkit minat atau gairah untuk mempelajari sesuatu, niscaya kegiatan belajar tersebut akan menyenangkan bagi siswa tersebut. Jadi hubungan antara minat atau gairah dengan menyenangkan sangat erat dan saling mempengaruhi. Jika minat belajar telah tumbuh, maka pembelajaran akan menjadi menimbulkan gairah dan suasananya akan semakin menyenangkan. Suasana menyenangkan yang terpelihara sepanjang proses pembelajaran akan berpengaruh terhadap gairah belajar selama pembelajaran berlangsung.
(2)Adanya keterlibatan penuh. Komponen ini dependen terhadap komponen pertama. Maksud saya, seorang siswa tidak mungkin akan terlibat secara sepenuh hati dalam pembelajaran jika didalam diri siswa tidak ada gairah atau minat yang kuat untuk mengikuti pelajaran. Dengan demikian harus ditumbuhkan hubungan yang kuat antara yang akan belajar dengan apa yang akan dipelajari. Agar siswa bergairah dan terlibat secara penuh dalam pembelajaran, guru sangat perlu menyampaikan tujuan pembelajaran dengan rinci dan jelas pada awal pembelajaran. Sampaikan pada para siswa bahwa apa yang akan dipelajari adalah sesuatu yang sangat penting, mudah dan akan dipelajari dengan cara yang menyenangkan. Penyampaian tujuan, penjelasan apa-apa yang akan dilakukan dalam mempelajari materi sangat perlu disampaikan pada para siswa agar secara psikologis siswa mempersiapkan mentalnya.
(3)Terciptanya makna. Pengertian makna disini bukan dalam konteks umum yangsering dipadankan dengan kata ‘arti’. Makna tidak mudah untuk didefinisikan karena berkaitan erat dengan masing-masing pribadi dan kadang-kadang muncul sangat kuat dalam konteks yang personal. Dalam konteks pembelajaran PAKEM, kata ‘makna’ lebih dekat dengan pengertian ‘kesan’.Maksudnya, bahwa pembelajaran yang bermakna itu adalah pembelajaran yang dapat menghadirkan sesuatu yang mengesankan. Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa pembelajaran yang tidak mampu meberikan kesan yang mendalam tidak mungkin akan bermakna. Untuk menhadirkan makna, pembelajaran harus mengesankan. Selanjutnya, agar pembelajaran dapat mengesankan maka pembelajaran itu harus dalam suasanayang menyenangkan. Karena ‘makna’ sering kali muncul dalam konteks yang sangat personal, maka guru harus benar-benar mengerti dan menghargai perbedaan individu setiap siswa-siswanya.
(4)Pemahaman atau penguasaan materi. Ketika minat atau gairah belajar siswa tumbuh, kemudian ia terlibat secara penuh dalam mempelajari materi-materi pelajaran, dan selanjutnya ia terkesan dengan apa yang dipelajari, maka pemahaman atas apa yang dipelajari akan tertanam kuat. Penguasaan materi akan tertanam sangat kuat apabila siswa berminat, terlibat dan terkesan. Dengan melihat hubungan komponen pertama, kedua dan ketiga yang kemudian melahirkan komponen keempat, menurut saya sudah mampu menjawab keragu-raguan kita atas hasil belajar dalam pembelajaran pakem. Hubungan keempat komponen tersebut menjadi sangat logis dan meyakinkan.
(5)Nilai yang membahagiakan. Membahagiakan artinya membuat hati merasa tenteram. Hati yang tenteram adalah yang bebas dari rasa takut, rasa tertekan dan jauh dari perasaan terancam. Berkaitan dengan belajar, bahagia adalah keadaan terbebas dari tekanan, ketakutan dan ancaman. Perasaan takut, tertekan, dan terancam tidak akan muncul dan menghantui perasaan siswa jika pembelajaran berjalan dalam suasana yang menyenangkan. Ketiga perasaan tersebut (takut, tertekan, dan terancam) hanya akan menjadi kendala bagi munculnya minat belajar.Rasa bahagia pada diri siswa antara lain dapat muncul karena ia memperoleh makna dari mempelajari sesuatu. Dirinya menjadi merasa berharga, mampu tumbuh dan berkembang dan berbeda dari sebelumnya. Ketika seorang siswa mampu memecahkan persoalan dalam proses belajarnya dalam dirinya akan tumbuh rasa bangga dan percaya diri. Perasaan bangga dan percaya diri ini akan menyadarkan siswa tersebut bahwa dirinya memiliki potensi sebagaimana orang lain. Dengan demikian, dalam rangka membantu siswa memperoleh nilai yang membahagiakan dalam proses pembelajaran, guru harus berusaha terus-menerus membantu menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri pada setiap siswanya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H