Mohon tunggu...
Nasir Tialo
Nasir Tialo Mohon Tunggu... -

Belajar,Bersatu dan Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hedonisme di Kalangan Masyarakat Indonesia

30 April 2013   23:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:20 14684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Nur Hasanah

Era globalisasi dan modernisasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari oleh negara-negara di dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Menolak dan menghindari modernisasi dan globalisasi sama artinya dengan mengucilkan diri dari masyarakat internasional. Kondisi ini tentu akan menyulitkan negara tersebut dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Masuknya dua hal tersebut telah memberikan dampak positif dan negatif terhadap negara Indonesia sendiri tentunya. Salah satu dampak negatif dari era globalisasi adalah munculnya gaya hidup hedonis dikalanagan masyarakat Indonesia saat ini.

Hedonisme merupakan pandangan hidup yang menganggap bahwa tujuan hidup yang paling utama adalah kesenangan dan kenikmatan. Bagi para penganut faham ini, mereka menjalani hidup sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dari golongan penganut paham ini lah muncul nudisme (gaya hidup bertelanjang). Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan,"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati." Seiring berkembangnya kemajuan zaman, gaya hidup hedonis semakin merajalela meracuni kalangan masyarakat, baik itu dari segi kaum muda sampai pada kam tua. Hal itu dapat dicontohkan dengan menyebarnya tempat tempat hiburan malam (diskotik). Dari kaum muda hingga kaum tua datang menghabiskan waktu bersenang-senang, berfoya-foya, berjudi, minum-minuman keras, berzina dan sebagainya. Selain itu, mereka juga menghamburkan uang utuk pergi ke pusat perbelanjaan untuk memuaskan segala keinginannya. Hedonisme juga merubah gaya berpakaian bagi para faham yang menganutnya, pada umunya mereka berpakaian setengah telanjang, bahkan tidak malu malu mengumbar auratnya didepan umum. Sudah banyak sekali masyarakat disekitar kita yang menjalani gaya hidup tersebut, bahkan mendapatkan dukungan dari ligkungan sekitar, khususnya di kota-kota besar.

Sebagai Warga Negara Indonesia tentu kita sangat menyayangkan dan tidak ingin hal itu terjadi lebih meluas lagi di Negara ini. Akan tetapi salah satu faktor yang menjadikan budaya itu terjadi adalah karena masyarakat Indonesia sendiri kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi. Sikap ini ditunjukkan dengan menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter. Kondisi ini akan menempatkan segala bentuk kemajuan zaman sebagai hal yang baik dan benar, padahal tidak semua bentuk kemajuan zaman sesuai dengan budaya masyarakat kita. Jika seseorang atau suatu masyarakat hanya menerima suatu modernisasi tanpa adanya filter atau kurang selektif, maka unsur-unsur budaya asli mereka sedikit demi sedikit akan semakin terkikis oleh arus modernisasi yang mereka ikuti. Akibatnya, masyarakat tersebut akan kehilangan jati diri mereka dan ikut larut dalam arus modernisasi yang kurang terkontrol, seperti halnya gaya hidup hedonis yang marak terjadi pada saat ini. Oleh karena itu, saya sebagai generasi muda sangat prihatin akan kondisi tersebut. Rasa prihatin ini saya tunjukkan dengan beberapa cara, antara lain adalah :

1.Menerima era globalisasi dan modernisasi dengan fikiran terbuka (open-minded), agar lebih dinamis dalam menerima hal-hal baru.

2.Mengembangkan sikap antisipatif yaitu sikap peka dalam menilai hal-hal yang akan atau sedang terjadi yang berkaitan dengan pengaruh modernisasi dan globalisasi. Serta sikap selektif atau mampu memilih pengaruh mana yang baik bagi kita dan pengaruh mana yang tidak baik bagi kita.

3.Tidak meninggalkan unsur-unsur budaya asli, seringkali kemajuan zaman mengubah perilaku manusia, mengaburkan kebudayaan yang sudah ada, bahkan menghilangkannya. Kondisi ini menyebabkan seseorang/masyarakat kehilangan jati diri, oleh karena itu, kondisi ini harus dapat dihindari. Menurut saya, semaju apa pun dampak modernisasi yang kita lalui, kita tidak seharusnya meninggalkan budaya asli Indonesia. Melestarikan budaya asli Negara, bukan berarti kita tidak menerima kemajuan globalisasi dan modernisasi, akan tetapi semata-mata untuk mempertahankan identitas diri. Dalam hal ini, hendaknya kita dapat berkaca terhadap Negara Jepang. Jepang merupakan salah satu negara yang modern dan maju, namun Jepang tetap mempertahankan identitas diri mereka sebagai masyarakat Jepang. Bahkan mereka bangga dan memperkenalkan budaya-budaya mereka kepada negara negara lain melalui Japan Festival yang diselenggarakannya.

Sebagai seorang mahasiswa sekaligus generasi muda Indonesia, kita harus lebih kritis dan selektif akan hal-hal baru yang ada dilingkungan sekitar. Hendaknya kita menanamkan sikap-sikap tersebut kepada orang terdekat, agar tidak terpengaruh oleh dampak negatif dari munculnya globalisasi dan modernisasi. Kita juga bisa mengadakan penyuluhan tentang globalisasi dan modernisasi, beserta dampak negatif dan positifnya kepada masyarakat yang awam akan hal-hal seperti itu.

Penulis Adalah Mahasiswa Universitas Indra Prasta PGRI (UNINDRA) Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun