Mohon tunggu...
Maini Anggita
Maini Anggita Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Emaknya kafka

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bule Yang Cinta Danau Toba

29 Januari 2011   12:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:04 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Annette Horscmann Bule Yang Cinta Danau Toba

DANAU Toba merupakan salah satu danau yang paling eksotik di dunia. Landscapenya sangat unik dibandingkan dengan danau lainnya. Dengan adanya Pulau Samosir di tengah-tengah serta panorama pegunungan nan sejuk pasti membuat orang yang mengunjunginya berdecak kagum.

Termasuklah Annete HorscmannSialagan. Wanita kebangsaan Jerman ini merupakan salah satu pecinta Danau Toba. Perempuan kelahiran Wengern, Jerman, pada 21 Oktober 1967 itu, telah 16 tahun tinggal di Indonesia. Tatkala saya menanti Annete di ruang tunggu Hotel Dharma Deli Medan beberapa menit, ia datang menghampiri saya mengenakan kemeja batik coklat. Sangat sepadan dengan warna rambutnya yang pirang. Bola matanya biru, hidungnya mancung warna kulitnya merah. Ketika itu rambutnya dijepit dengan penjepit rambut. “Pagi! Sudah lama menunggu?” Sapanya ramah kepada Waspada.

Awal mula jatuh cinta pada Danau Toba ketika pertama kali menginjakkan kakinya di Tuktuk setelah mengganti rute perjalanannya dari Bali ke Selandia Baru dan AS, menjadi Bali-Danau Toba dalam rangka liburan.Ketika menginjakkan kakinya ia menuturkan bahwa seperti ada kekuatan gaib yang mendorongnya untuk tetap tinggal di Toba Samosir. “Feeling saya mengatakan harus tetap di sini. Seperti ada yang memanggil, Danau Toba merupakan nature power bagi saya. ” Ungkap ibu tiga orang anak ini dengan logat Batak kental.

Pertama kali ia mendengar Danau Toba dari sesama pelancong di Thailand. Hal yang sama juga didengarnya ketika ia tiba di Bali, dari situlah ia penasaran dan ingin melihat langsung Danau Toba. Saatmemutuskan ke Danau Toba ada satu kisah menarik, yakni ketika ia tiba di Bukit Tinggi ada seseorang mengatakan bahwa Annette akan mendapatkan jodoh orang Batak. Awalnya bagi dia hal itu mustahil sebab dari segi postur tubuh orang Indonesia jauh lebih pendek dibandingkan dengannya. Namun takdir berkata lain akhirnya ia mendapatkan pasangan hidup orang Batak namanya Antony Silalahi. Pada tahun 1994 ia memutuskan menikah dengan pria Batak itu.

Annette mengaku perlu beradaptasi di lingkungan baru hingga saat ini pun ia masih terus beradaptasi, tapi lama kelamaan ia sudah terbiasa. Selain keindahan panorama Danau Toba yang membuatnya betah kehangatan serta sifat kekeluargaan orang Batak juga membuat ia betah hidup bersama orang Batak“Pertama kali saya heran dengantukang yang kerja dengan saya. Kenapa mereka tidak datang, ternyata ada orang meninggal mereka gathering di sana. Jadi tidak masuk kerja, saya heran.” Katanya menuturkan perbedaan antara Indonesia dengan Jerman.

“Terus kalau di sana (Jerman) kita pesan pasir jam 10, diantar jam 10. Kalau di sini tidak, bisa besok datangnya.” Lanjut Annette dengan logat persis seperti asli orang Batak.

Saat ini Annete beserta suami sudah memiliki restoran serta hotel untuk memanjakan wisatawan lokal maupun mancanegara sekaligus untuk memajukan pariwisata Danau Toba. Hotel itu namanya Tabo Cottage yang dalam bahasa Batak artinya enak. Dengan konsep confortable places atau area terbuka yang kesannya nyaman wisatawan asing hilir mudik mengunjungi hotelnya.

Ia menjelaskan bahwa wisatawan biasanya mencapai 20 hingga 30 persen per harinya dan kebanyakan wisatawan asing. Kebanyakan wisatawan asing yang berkunjung menginginkan kenyamanan, bersantai dan meditasi di Tabo Cottage. Sedangkan wisatawan lokal menginginkan area bermain. Jadi ia membuat dua konsep berbeda di hotel miliknya dengan modal membikin ruangan yang sebanyak-banyaknya agar semua ruangan dapat dimanfaatkan.

Apa gerangan Anette bertandang ke Medan? Ternyata di Medan Annete sedang menghadiri pertemuan dengan LSM-LSM yang konsisten melestarikan Danau Toba serta penyuluh-penyuluh yang telah mendapatkan Danau Toba Award.

Acara itu diselenggarakan oleh Badan Pelaksana-Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba (BP-BKPEKDT), Kamis (13/1) di Hotel Dharma Deli.

Berlatarbelakang karena kerusakan ekosistem Danau Toba yang perlahan namun pasti akan hancur, maka LSM serta masyarakat ingin segera melakukan sebuah tindakan nyata untuk melestarikan kawasan Danau Toba.

Kerusakan itu menurut Ketua BKPEKDT, Edward Simanjuntak disebabkan oleh berbagai aktifitas manusia terkait dalam mata pencahariannya. Di antaranya aktifitas seperti bangunan perhotelan, perikanan, dan pertanian.

“Sepanjang pembangunan tidak berbasis lingkungan, maka kerusakan akan terus terjadi.” Kata Edward di sela-sela acara Rapat Forum Danau Toba Bidang Lembaga Swadaya Masyarakat Kawasan Danau Toba.

Jadi perlu ada penghijauan untuk melestarikan Danau Toba dari sampah yang berserakan, mengurangi penggunaan zat kimiawi untuk menyemprot hama dan memupuk tanaman, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan wisatawan lokal untuk menjaga objek wisata kebanggan Sumatera Utara itu.

Annette mengatakan bahwa pertemuan ini menghasilkan sebuah tim kecil yang terus konsisten melestarikan ekosistem Danau Toba. Tim itu terdiri dari sebelas LSM serta beberapa yayasan di antaranya Eart Society, YES, KNPI Sumut, KSPPM Prapat, TB Silalahi Center, LSM Kancil, LSM Sipitu Huta, Yayasan Partopi Tao Marsinalsal, LSM Lestari, Yayasan Pusaka dan yang terakhir Tona Toba Nature. Hasil diskusi dengan BKPEKDT antara lain action plan dan bener-bener bertindak untuk membersihkan lingkungan. Ia melanjutkan bahwa BKPEKDT seharusnya diganti dengan orang-orang muda sebab dari segi penguasaan teknologi orang muda lebih baik. “Maunya diisi orang muda. Jadi betul-betul terkoordinasi.” Ungkap Annette.

Di akhir percakapan, Annette berharap agar masyarakat jangan memandang Danau Toba dengan biasa. Sehingga mereka terbiasa membuang sampah sembarangan. Danau Toba merupakan anugerah yang luar biasa, jadi harus dijaga kelestariannya. Lanjutnya, ia berharap agar jalan di sana dibagusin, dan pola pikir warga segera diubah menjadi mindset yang mengacu pada moral bisnis dan lingkungan. Sehingga pada akhirnya pariwisata Danau Toba akan maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun