Mohon tunggu...
Mega Latu
Mega Latu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

( - DIVER USA - ) >>>>>>>>>>>>>> FISIP - Ilmu Komunikasi - Jurnalism

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Setumpuk Sampah Untuk Lestarikan Wayang Kulit

21 Maret 2012   01:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:41 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13322959631178235391

Harapan Sunarto menjadi seorang seniman yang dapat terus melestarikan budaya Jawa yakni wayang kulitmembuatnyaberkeinginan keras untuk menumbuhkan generasi-generasi seniman wayang kulit yang baru. Harapan yang dianggap berat bagi Sunarto itu, akan tetap diperjuangkan sekuat tenaga meskipun ekonomi menjadi ombak penghalang bagi tujuan mulianya.

Bekerja sebagai cleaning service di Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menjadi pilihan hidup pemuda kelahiran Bantul - Yogyakarta, 7 Maret 1984 ini, ketika ia dihadapkan dengan impian yang ingin diwujudkannya saat lulus dari bangku SMP Giriloyo Imogiri – Bantul, Yogyakarta. Hal itu diucapkan Sunarto saat diwawancarai, Jumat (9/3/2012).

Sunarto juga bekerja keras menembus kerasnya hidup untuk berlari ke Jakarta sebagai penjual burung di salah satu pasar sebelum ia bekerja sebagai cleaning service di Yogyakarta. Alasan itu, menjadi pilar kuat pribadinya saat ia ingin mengumpulkan lembaran uang untuk dapat menghasilkan aneka karya seni wayang kulit.

Langkah awal mengapa ia bisa bertemu dengan gedung tinggi nan megah di Babarsari, ketika ia melamar bekerja di PT. Gemilang. Di mana perusahaan tersebut bergandengan tangan dengan Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk mencari insan yang ahli di bidang kebersihan.

Anak kedua dari empat bersaudara ini tak mengenal lelah saat harus terus berdekatan dengan sapu, sampah, tong sampah dan kain pel. Pandangan yang sudah terbentuk dalam benaknyalah yang selama ini menyelimuti kinerjanya, di mana ia harus membahagiakan dan membantu orang tuanya untuk membiayai sekolah adik bungsunya yang masih menginjak bangku SMA di Wukirsari – Bantul, Yogyakarta.

Tetesan peluh yang keluar tak pernah dihiraukan Sunarto saat bekerja. Terlebih ketika mengingatkakak sulungnyasudah meninggalkan rumahnya di Bantul untuk menempuh bahtera kehidupan yang baru bersama istrinya, adik perempuannyayanghanya bekerja di loket terminal Umbul Harjo - Yogyakarta, ibunya yang menjajakan krupuk, dan ayahnya yang bekerja sebagai seniman wayang kulit sepertinya, sehingga beban untuk meningkatkan ekonomi keluarga ada pada tangan Sunarto

Sehari-hari Sunarto membersihkan kolong-kolong meja, kursi, serta atap di seluruh Gedung Pusgiwa Kampus III UAJY. Tak luput juga mengumpulkan sampah di seluruh area Kampus III dan membersihkan gedung berlantai saat dibutuhkan tangan dan kakinya untuk membantu, semua dilakukan Sunarto dengan senyuman lebar.

Jika masuk di shift pagi, meskipun matahari belum menampakkan dirinya Sunarto harus sudah mulai menyiapkan diri untuk bergegas menuju gedung megah tempat ia bekerja. Ia sudah harus berada di Gedung Pusgiwa UAJY jam 6.00 WIB tepat, dengan mengendarai motor kesayangannya dari Bantul hingga Babarsari - Yogyakarta, yang memakan waktu 1 jam lebih, sambil ditemani udara pagi yang menusuk.

Apabila Sunarto harus masuk shift sore, ia juga harus berusaha bertahan dengan panasnya terik matahari yang selalu menghadang laju motornya. Pukul 14.00 WIB tepat Sunarto sudah harus memulai menggerakkan sapunya ke lantai.

Semangat, keuletan, dan kerajinan yang ada dalam diri Sunarto diapresiasi oleh Team Leader dan Pengawas Cleaning Service UAJY. Mereka menawarkan kepada Sunarto untuk melangkah kejabatan yang lebih tinggi sebagai pengawas cleaning service, sewaktu ia masih menginjakkan kakinya selama 4 bulan di UAJY.

Namun, tawaran itu tidak diambil Sunarto karena ia masih belum berani menaruh tanggung jawab besar dipundaknya. Mengingat ia masih belum mempunyai pengalaman yang banyak, meskipun ia memiliki keinginan untuk melangkah ke tujuan itu, karena dapat memperoleh harapan gaji yang lebih besar dibanding dengan menjadi cleaning service biasa.

Upah yang diterima Sunarto selama bekerja, merupakan nominal yang dapat dibilang kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai mimpinya. Dengan nominal yang ukurannya tidak terlalu besar, Sunarto tetap yakin apabila nominal-nominal itu dikumpulkan maka akan menjadi tumpukan lembaran yang berguna bagi impiannya untuk membuka toko/kios demi mengembangkan usaha wayang kulitnya.

[caption id="attachment_177499" align="aligncenter" width="476" caption="Sumber : discover-indo.tierranet.com"][/caption]

Sunarto berkeinginan keras untuk membuka toko sendiri dengan ayahnya, dimana dia bisa memproduksi sendiri dan kemudian langsung dijual ke konsumen tanpa melalui perantara. Hal itu menjadi keinginan keras Sunarto selama ini, karena ia hanya membuat pola dan ukirannya dalam bentuk mentahan yang kemudian langsung dijual, sehingga pembeli membutuhkan jasa untuk mengecat wayang kulit yang kemudian akan dijual ke konsumen kembali dengan harga lebih tinggi.

Angan-angan Sunarto untuk membuka toko sendiri dengan memiliki tenaga ahli yang bisa dipekerjakan, serta modal yang cukup sudah dipikirkannya setiap saat, dengan harapan Sunarto dapat memunculkan generasi pembuat wayang kulit yang baru serta dapat melestarikan budaya wayang kulit di Yogyakarta.

Maka dari itu Sunarto selalu menanamkan pada dirinya bahwa ia harus terus tekun dan giat bekerja, agar busur ketidakpastian pekerjaan sirna dari hadapannya. Upah hasil kerjanya juga akan ditabung dalam perut bank untuk dijadikan modal membuka toko karya seni wayang kulit yang selama ini ia impikan. (ega)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun