Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bangunan Bekas Toko yang Disulap Jadi Taman Cantik di Surabaya

24 Februari 2017   10:58 Diperbarui: 25 Februari 2017   02:00 2614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman gantung tampak dari luar (dok.pri)

Duluuu… saat masih booming busana jeans ( jins), hampir di setiap kesempatan dan acara banyak orang mengenakan pakaian berbahan kain jins. Saya ingat betul ketika masih bersekolah SMA di Surabaya hingga lulus kuliah bahkan awal-awal bekerja pada tahun 1995 an sampai tahun 2000, busana berbahan jins begitu digandrungibanyak orang khususnya dari kalangan anak muda.

Waktu itu untuk ke kampus atau ngantor pada hari sabtu, celana jins seolah menjadi pakaian wajib. Nggak afdol  kalau tidak berbusana jins. Hampir di setiap outlet pakaian yang ada di mal pasti terpajang celana panjang, celana pendek, jaket , tas dan topi dari bahan jins. Masyarakat saat itu sedang dilanda demam busana ala cow boy saja. Bahkan toko-toko khusus busana jins juga bermunculan di mana-mana bak jamur yang tumbuh di musim hujan.

Seorang adik memberitahu kalau berburu jins sebaiknya di sentranya saja, waktu itu pertokoan yang berada di atas kawasan Jalan Tunjungan Surabaya yang terhubung dengan salah satu lantai atas pertokoan Siola Surabaya atau dikenal dengan nama Tunjungan Centre (TC) menjadi tempatnya. Selain TC, di sepanjang trotoar Tunjungan masih banyak kita temukan lapak penjual pakaian jins, sabuk dan sepatu dari bahan kulit asli Bandung.

Salah satu sudut taman gantung (dok.pri)
Salah satu sudut taman gantung (dok.pri)
Kata adik kalau berburu pakaian jins di lapak-lapak yang tergelar di trotoar harganya lebih murah dengan kualitas yang sama bagusnya. Pada malam hari, di sepanjang trotoar dekat TC juga dibanjiri lapak-lapak penjual makanan dan minuman dengan konsep lesehan, sekarang mungkin tidak ada karena sudah ditertibkan oleh pihak Pemkot Surabaya.

Setelah sekian lama tidak mengikuti perkembangan Kota Surabaya, baru pada akhir Desember tahun 2016 yang lalu, saya mendatangi kembali Jalan Tunjungan Surabaya. Ternyata kompleks pertokoan TC yang ada di atas Jalan Tunjungan, di mana kami pernah berburu celana jins dulu itu sekarang sudah tidak beroperasi lagi alias tutup.

Kurang jelas entah sejak kapan ditutupnya pertokoan itu. Seorang perempuan paruh baya yang sedang berjualan rokok di bagian bawah gedung mengatakan kalau toko-toko itu kini dialih-fungsikan menjadi taman bunga dengan berbagai tanaman hias yang indah dan berwarna-warni.

Pakis ekor monyet yang menarik perhatian (dok.pri)
Pakis ekor monyet yang menarik perhatian (dok.pri)
Dengan rasa penasaran saya mencoba menaiki trap demi trap tangga mesin escalator yang sudah dimatikan itu. Ketika sampai di atas, wow… saya sempat terkesima dengan taman yang ada di bekas kompleks pertokoan TC itu. Taman itu memang tidak begitu luas namun koleksi tanaman yang ada tertata dengan rapi. Pakis ekor monyet (dari keluarga Cycas) merupakan salah satu jenis tanaman yang paling menyita perhatian pengunjung.  

Seperti layaknya sebuah taman kota, selain koleksi tanaman hias yang menarik, taman itu juga dilengkapi kursi-kursi logam dengan disain unik, tempat sampah yang terbagi menjadi kotak sampah biasa (sampah basah) dan kotak untuk sampah yang bisa didaur ulang (sampah kering) dan tentunya lampu hias khusus taman.

Nah.. dari taman yang melayang di atas Jalan Tunjungan itu keramaian lalu lintas, gedung-gedung tua warisan Belanda, gedung bertingkat dan gedung perkantoran terlihat dengan sangat jelas dan pastinya nampak lebih menarik. Sebagian warga Surabaya menyebut taman ini dengan nama Taman Gantung Siola.

Kursi dengan disain unik (dok.pri)
Kursi dengan disain unik (dok.pri)
Keramaian lalu lintas Jalan Tunjungan dengan gedung-gedungnya (dok.pri)
Keramaian lalu lintas Jalan Tunjungan dengan gedung-gedungnya (dok.pri)
Pada hari Sabtu dan hari-hari libur lainnya, taman gantung banyak didatangi warga Surabaya dan sekitarnya. Menyaksikan meriahnya festival jajanan (makanan) rakyat di sepanjang Jalan Tunjungan dari Taman Gantung Siola tentu terasa lebih asyik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun