Tak ingin perjalanan saya sia-sia (kurang maksimal) gegara cuma mengambil "akte kelahiran" yang sudah jadi di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DispendukCapil) yang berlokasi di sebelah utara alun-alun Kota Gresik, ibarat peribahasa "Sekali dayung dua, tiga pulau terlampaui", maka kesempatan yang ada saya manfaatkan untuk menyusuri jejak-jejak bersejarah di kota santri itu.
Hari masih pagi ketika saya meninggalkan kantor Dispenduk yang berjarak kira-kira 42 kilometer dari kediaman kami yang berada di pinggiran Kota Gresik.
Pagi itu (04/05/2018) suasana di kompleks makam Raden Santri masih tampak sepi. Setelah memarkir kendaraan di halaman depan, sayapun bergegas menuju ke lokasi makam. Saat hendak menuju gerbang makam itulah tiba-tiba saya dikejutkan oleh kehadiran seorang perempuan tua yang belakangan saya ketahui sebagai istri sang juru kunci makam.Â
Perempuan yang sudah pantas dipanggil nenek itu kemudian mempersilahkan saya masuk ke lokasi (ruangan) di mana di dalamnya terdapat kuburan milik Raden Santri dan beberapa kuburan lainnya.
Lelaki kelahiran 70 tahun silam itu menerangkan kalau di dalam kompleks makam Raden Santri itu juga terdapat batu-batu nisan orang lain yang semasa hidupnya setia mengabdi kepada sang raden.
Lebih lanjut Mbah Syahroni menuturkan kalau Tunggul Mongso semasa hidupnya merupakan pengawal pribadi Raden Santri. Sebagai pengawal pribadi tentu saja Tunggul Mongso ini memiliki linuwih (kelebihan, red) yakni berupa kesaktian atau ilmu kanuragan yang mumpuni.Â
Setiap ada orang yang ingin bertemu dengan Raden Santri harus terlebih dulu meminta ijin atau sepengetahuan Ki Ronggo. Dengan lain perkataan, Ki Ronggolah yang menjadi juru tamu Raden Santri.Â
Tak hanya punya pengawal pribadi dan juru tamu, Raden Santri semasa hidupnya juga didampingi oleh seorang tabib. Tabib inilah yang bertugas seperti layaknya dokter pribadi.Â
Di kompleks pusara beliau juga terdapat sebuah pohon yang hingga saat ini masih dianggap keramat oleh sebagian peziarah. Pohon itu bernama kemuning.Â
Lelaki tua dengan 7 anak dan 10 cucu itu kemudian melanjutkan ceritanya, bahwa sampai sekarang tidak ada seorangpun yang berani menebang atau mencabut batang pohon kemuning yang sudah terlihat keropos itu.Â
"Konon, barang siapa yang iseng memotong, merusak atau mengambil (mencuri) batang kemuning itu harus dikembalikan jika tidak maka akan menjadi sakit dan akhirnya meninggal" jelentreh Mbah Syahroni menirukan cerita turun-temurun dari para leluhurnya.