Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Malas Nonton Wayang? Kunjungi Saja Museum Wayang

14 Januari 2017   12:36 Diperbarui: 15 Januari 2017   01:25 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak depan Museum Wayang Jakarta (Dokumentasi Pribadi)

Mengapa Kurang Suka Wayang?

Nonton wayang semalam suntuk mau? saya yakin tak banyak orang terutama anak muda sekarang ini yang suka dengan wayang. Jujur saja, saya sendiri yang sudah 50 tahunan ini juga kurang begitu mengenal kesenian wayang. Kenapa ya? apa mungkin karena para orang tua kami dulu juga kurang begitu getol mengenalkan wayang kepada putra-putrinya. Atau karena pergelaran (lakon) wayang itu sendiri memang kurang menarik.

Asal tahu saja, ada banyak jenis kesenian wayang yang tumbuh dan berkembang di tanah air tercinta ini. Beberapa diantaranya yang kita kenal ialah wayang kulit, wayang orang, wayang beber, wayang golek, wayang purwa, wayang potehi dan masih banyak lagi. Tiap-tiap daerah di Indonesia kabarnya memiliki jenis kesenian wayang yang berbeda-beda. Untuk wayang kulit, sampai di usia saya yang hampir setengah abad ini paling cuma nonton langsung beberapa kali saja.

Jelas tokoh-tokoh dalam dunia pewayangan saya tidak hafal gegara kurang suka dan jarang nonton itu. Wayang orang masih pernah nonton tapi di TV itupun sudah lama sekali, saat kami masih kecil ketika TVRI Jawa Timur masih rajin menayangkan acara-acara bernuansa Budaya Indonesia seperti halnya ludruk, ketoprak, uyon-uyon, kentrung dan lainnya.

Kata pengamat budaya nih, wayang kulit kurang begitu diminati karena lakon nya ya itu-itu juga alias monoton. Sadar akan hal itu makanya kini sebagian dalang mulai bermain kreatif yakni dengan memadukan pakem lakon wayang dengan kesenian bercorak lain seperti musik rock. Sehingga muncul istilah pergelaran wayang rock. Tak hanya sebatas itu, sentuhan teknologi kini juga mulai diterapkan seorang dalang ketika ia sedang mempergelarkan wayang. Seperti penggunaan lighting (tata lampu) yang memukau lengkap dengan sinar lasernya. Musik rock dan kerlap-kerlip laser katanya sih menyebabkan kesenian wayang mulai disukai kalangan anak muda.

Untuk menikmati pergelaran lakon wayang memang tidak bisa sebentar. Istilah sekarang, durasinya panjang bahkan tak jarang lakon bisa berlangsung sampai dini hari tergantung ki dalang yang memilih lakon atau permintaan penyelenggara pergelaran kesenian wayang tadi. Untuk mengantisipasi durasi yang bertele-tele dan lakon yang monoton, biasanya dalang-dalang modern melontarkan ucapan kelakar atau lelucon, menampilkan lakon tidak sesuai pakem (standar / aturan baku, red) pewayangan bahkan sang dalang kini mulai bebas berimprovisasi agar lakon yang ditampilkan terasa menarik.

Museum Wayang Jakarta

Ironis sekali sebagai anak bangsa kurang suka wayang apalagi enggan menonton. Meski kurang getol, saya pribadi masih berinisiatif mengenal wayang lebih jauh antara lain dengan mengunjungi museum wayang yang ada di Jakarta. Museum Wayang Indonesia berada di kawasan Taman Fatahillah, kota tua Jakarta. Menurut catatan sejarah, Museum Wayang yang ada di Jakarta itu dulunya merupakan gereja Belanda, yang sudah ada sejak tahun 1640. Setelah sekian lama difungsikan kemudian pada tahun 1732 direhab kembali. Akibat gempa yang terjadi pada tahun 1808 mengalami kehancuran dan direstorasi kembali oleh pemerintah Republik Indonesia serta diresmikan penggunaannya sebagai Museum Wayang pada tanggal 13 Agustus 1975 oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang waktu itu dijabat oleh Bapak Ali Sadikin.

Tokoh-tokoh dalam film boneka Si Unyil (Dokumentasi Pribadi)
Tokoh-tokoh dalam film boneka Si Unyil (Dokumentasi Pribadi)
Kalau nonton pergelaran wayang di kampung sendiri mungkin kita akan merasa malas atau bosan tapi kalau mendatangi Museum Wayang di Jakarta itu terasa beda lho bro n sis he…he… sebab tak hanya pengetahuan dan jenis-jenis wayang saja yang kita peroleh. Dengan mengunjungi Museum Wayang kita juga bisa menikmati gaya arsitektur bangunan museum itu. Lagipula di gedung museum ini kabarnya secara rutin juga dipergelarkan lakon wayang yang bisa ditonton masyarakat luas tak terkecuali para pengunjung museum.

Selain beragam jenis wayang kulit dan perangkat gamelannya, Ondel-ondel Betawi, boneka Si Gale-gale dari Samosir, wayang golek dari berbagai daerah di nusantara dan beberapa negara asing, Wayang Potehi khas Tiongkok, di dalam Museum Wayang Indonesia juga dipajang tokoh-tokoh boneka Si Unyil. Masih ingat kan film boneka Si Unyil yang pernah ngetop di TVRI pada era 1980 an itu. Semua tokoh serial boneka Si Unyil tak terkecuali Pak Ogah yang biasa berkata "cepek dulu" itu juga menghiasi etalase Museum Wayang Jakarta.

Nah satu lagi nih yang tak boleh terlewatkan saat mengunjungi Museum Wayang ialah bahwa di dalam salah satu sudut  gedung museum terdapat batu nisan milik Jan Pieterszoon Coen atau biasa disingkat JP Coen. Bagi yang pernah menerima pelajaran sejarah di sekolah dasar pasti masih ingat nama JP Coen itu, beliau adalah gubernur jenderal Hindia Belanda di Batavia yang wafat pada tahun 1612. Gedung Museum Wayang Indonesia mengalami restorasi berulang kali, sebelum difungsikan menjadi Museum Wayang pada tahun 1975, di tahun 1912 di rehab ulang dengan gaya Neo Renaissance, kini dicanangkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang ada di Jakarta berdasarkan Surat Keputusan Gubernur no. 475 tahun 1993.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun