Mohon tunggu...
Masruro
Masruro Mohon Tunggu... Buruh Negara -

Pemerhati masalah publik | Ayah dari satu bidadari kecil, "Zizie" | Buruh negara di SMA N 1 Prambanan Klaten | Alumni SDN Bayem 2, SLTP N 2 Kutoarjo, MA PP. Miftahul Huda Malang, STAI Raden Rahmat Malang, dan Santri Mbeling di PPMH Kepanjen Malang | Gusdurians | Aremania | Milanisti | "Bersyukur dengan apa yang ada, bersabar dengan apa yang tiada.." | http://www.kangmasroer.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Idul Adha: antara Qurban dan Korban

14 Oktober 2013   19:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:32 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Barangkali jikalau sapi yang akan dijadikan hewan qurban itu dapat berbicara, ia akan bilang, “Mbok janganlah aku yang dijadikan sapi qurban, kalau pada akhirnya akan menimbulkan korban manusia, cukuplah jadikan aku sebagai sapi perahan saja, yang diqurbankan nanti biarlah “kambing hitam” saja”.

Sapi itu sesungguhnya tidak tahu bahwa yang menjadi korban “kambing hitam” nantinya ternyata adalah manusia juga. Namun paling tidak, sang sapi sudah terbebas dari dosa, karena tidak menjadi penyebab timbulnya korban manusia. Adapun yang meminta korban “kambing hitam” itu adalah manusia itu sendiri, meski sebetulnya, manusia tidak perlu merasa harus bertanggung jawab terhadap korban, karena itu hanyalah sebuah akibat dari situasi negeri yang memang sebagian besar taraf ekonomi manusianya menengah ke bawah (baca: kemiskinan). Keadaan ekonomi papan bawah adalah suratan takdir, suratan takdir adalah “kambing hitam” juga, yakni “kambing hitam” yang tidak dapat digugat.

Sebuah realitas yang menunjukkan manusia sebuah bangsa yang tidak dapat lagi berpikir bagaimana harus mempertahankan hidupnya. Sehingga, kesempatan idul qurban yang hanya sekali setahun itu dimanfaatkan untuk sekedar menyambung hidup, yakni menjadi pedagang daging dadakan untuk dijadikan uang. Makna qurban telah melenceng karena ekonomi, sehingga daging qurbannya pun tidak terasa lagi nikmatnya, yang ingin dirasakannya adalah nikmatnya uang untuk menutup kebutuhan hidup. Padahal sapi qurban tetap sapi qurban, tidak dapat diganti uang, orang rela terinjak-injak menjadi korban demi mendapatkan daging itu. “Qurban menimbulkan korban”.

Namun tidaklah pula hari raya qurban dapat berganti dengan hari raya korban, karena korban itu ada disebabkan harus berdesak-desakann untuk mendapatkan jatah daging qurban. Memang, qurban termasuk pengorbanan, tapi janganlah sampai qurban tersebut menimbulkan korban bagi saudara-saudara kita. Sesungguhnya, banyak cara dapat dilakukan untuk dapat menghindari jatuhnya korban.

Untuk itu, marilah kita hentikan sejenak segala lamunan dan ingatan kita kepada hal-hal yang serba materi dan kenikmatan ragawi. Marilah kita sisihkan sedikit waktu untuk bertafakur dan membuka hati tentang sebuah pesan di balik peringatan Idul Adha serta gema takbir, tahlil dan tahmid yang kita kumandangkan saat ini. Mengingatkan kita semua pada suatu peristiwa besar berupa pengorbanan untuk sesuatu nilai yang lebih tinggi dan agung.

Hari Raya Idul Adha merupakan momentum yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah ritual ibadah qurban. Dalam perspektif ajaran Islam, esensi ibadah qurban adalah refleksi keimanan dan ketaatan seorang hamba terhadap Sang Khalik, yang diharapkan juga punya implikasi terhadap kepeduliaan sosial dan pemberdayaan sosial. Seorang muslim yang telah memiliki kemampuan berqurban tetapi ia tidak melakukannya, dia dianggap belum sempurna kemuslimannya. Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban, tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati mushalla kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Akhirul kalam, Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illallahu, wallahu akbar, Allahu akbar walillahil-hamdu!! “Selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H”, selamat berqurban, selamat mengorbankan jiwa raga kita untuk menggapai ridho-Nya :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun