Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kacarito Politiek ‘Wayang Uwong’

1 November 2016   19:52 Diperbarui: 1 November 2016   20:21 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah pembaca pernah mendengar sebuah pernyataan “Tidak ada teman sejati dalam politik. Tidak ada musuh sejati dalam politik”? Jagad perpolitikan memang aneh ibarat dunia pewayangan. Gejolak dan hingar bingar yang terjadi manut saja pada dalang yang memainkannya. Kelak ada istilah goro-goro (lawakan) di awal pagi agar suasana perpolitikan tidak memanas.

“Di sana gunung di sini gunung di tengah-tengahnya pulau Jawa. Wayangnya bingung, dalangnya lebih bingung” kalimat yang menjadi ikon Parto sebagai dalang di Overa Pan Java. Apakah bisa dianaologikan politiek (baca: politik) di Indonesia saat ini seperti Overa Pan Jawa? Mungkin bisa atau mungkin bisa, penulis serahkan pada pembaca tulisan ini.

Demokrasi memang ibarat dunia pewayangan yang jalan ceritanya sulit ditebak. Penonton hanya diberikan judul pada saat pentas wayang, jalan cerita tetap sang dalang nanti yang menentukan. Jalan cerita lucu, serius, atau monoton tergantung cara dalang memaikan jalan cerita. Penonton atau masyarakat selalu saja menjadi penonton bisa juga menjadi pengamat.

Masyarakat tidak bisa berbuat banyak jika ada cerita politik yang kacau. Jika masyarkat protes maka akan dianggap makar terhadap negara. Penonton tetap harus menjadi penonton tidak boleh ikut campur urusan negara. Jika saatnya nanti negara pewayagan itu hancur, rakyat hanya bisa diam. Rakyat hanya sebagai penonton yang terkadang disuguhi tontonan ora mbejaji (tidak etis).

Politik memang ibarat dunia wayang, jalan cerita selalu penuh misteri. Saat kampanye presiden bisa saling hujat dan menggugat. Selesai pemilu dan rasa genting, presiden menemui lawan mainnya untuk mencari perlindungan. Setelah aman bisa malahan hujat dan menghujat terjadi lagi. Jadi benar jika ada yang mengatakan tidak ada teman abadi dalam politik dan tidak ada musuh abadi dalam politik.

“Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemui mantan seterunya semasa pemilihan presiden (pilpres), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, di Bogor, Senin (31/10). Selepas kunjungan tersebut, keduanya menginginkan suasana menjelang pilkada serentak 2017 berlangsung menyejukkan”[1]

Kutipan di atas sebenarnya tidak perlu menjadi goro-goro pada jagad politik menjelang pilkada serentak. Tidak ada yang aneh jika Jokowi datang ke Hambalang menemui Prabowo Subianto. Media massa juga tidak perlu membuat headline yang seolah-olah ada “Diplomasi berkuda dari Bojong Koneng”.[2] Masyarakat sudah mahfum (paham), Prabowo Subianto adalah orang yang paling berjasa menghantarkan Jokowi menjadi presiden.

Jika tidak karena dukungan Prabowo, maka Jokowi tidak akan pernah menjadi Gubernur DKI gagal. Kenapa Jokowi gagal menjadi Gubernur DKI? Sebab, Jokowi melompat kemudian memenangi kontestasi politik perebutan DKI 1. Penguasa mebel dan walikota Solo yang ceking itu akhirnya menjadi presiden RI. Cerita politiek wayang uwong (wayang orang) dimulia dari sini. Beberapa isu menyebutkan, Jokowi hanya wayang yang mainkan oleh dalang.

Sebab, Jokowi hanyalah petugas partai tertentu. Jadi sangat wajar jika ada rumor mengatakan Jokowi itu hanya pesuruh partai. Jadi, dia bekerja bukan untuk rakyat tetapi untuk dalang partai. Jika dalam pagelaran wayang wong, maka ada cerita ini layak menjadi pagelaran dengan judul “Petruk dadi ratu (Petruk menjadi raja)”. Politiek wayang wong seakan menunjukkan bahwa demokrasi itu sendiri tidak pernah memihak pada wong cilik.

Negara Indonesia ini memang layak disebut dengan “Negoro Antah Brantah”. Negoro Antah Brantah adalah negara yang sangat luas dimensi cakupannya. Dalam jagad pewayangan kadang menjadi negara Alengka Diraja dan kadang jadi Hastina Pura. Negara yang selama ini dimainkan oleh dalang tersembunyi. Politiek yang ada hanya sebagai perwujudan dari demokrasi dalam cerita wayang wong.

Maka, biarkan Pak Jokowi menemui Pak Prabowo Subianto, sebab dalang memang menginginkan begitu. Cerita yang inti yang harus selesaikan adalah bagaimana rakyat terbebas dari kemiskinan. Penyelamatan aset bangsa yang nilianya trilyunan dari cengkeraman asing dan aseng. Rakyat sudah muak dengan tonton ala wayang wong yang tidak jelas kapan berakhir. Rakyat hanya butuh cerita wayang membawa pada akhir cerita bahwa rakyat mendapatakan kehidupan yang layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun