Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Lainnya - Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tantangan Sosial dalam Pendidikan di Indonesia: Perspektif Pierre Bourdieu

6 Mei 2024   20:45 Diperbarui: 6 Mei 2024   20:54 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com

Di Indonesia, pendidikan seringkali digembar-gemborkan sebagai kunci untuk mencapai kesetaraan dan mobilitas sosial. Namun, realita menunjukkan bahwa pendidikan, alih-alih menjadi solusi, justru menjadi alat yang memperkuat dan memperpanjang kesenjangan sosial yang ada. Perspektif Pierre Bourdieu, seorang filsuf Perancis, memberikan pemahaman yang kritis tentang fenomena ini.

Bourdieu berargumen bahwa institusi pendidikan di Indonesia, alih-alih menjadi alat untuk meratakan lapangan bermain, justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Sistem pendidikan kita, melalui proses seleksi dan segregasi, secara sistematis memperkuat kesenjangan sosial yang ada.

Akses yang Tidak Merata

Di Indonesia, akses ke pendidikan berkualitas masih terkonsentrasi pada segelintir orang. Kesempatan untuk masuk ke sekolah-sekolah elit, yang membuka jalan menuju perguruan tinggi ternama, lebih terbuka bagi mereka yang berasal dari latar belakang kelas atas. Hal ini bukan suatu kebetulan, melainkan hasil dari struktur sosial yang memihak mereka yang memiliki modal budaya, ekonomi, dan sosial.

Anak-anak dari keluarga kelas atas umumnya memiliki akses yang lebih besar terhadap modal ini. Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang kaya akan budaya, memiliki dukungan finansial yang memadai, dan terhubung dengan jaringan sosial yang luas. Faktor-faktor ini memberikan mereka keuntungan di dalam sistem pendidikan, yang dirancang untuk mendukung nilai-nilai dan budaya kelas atas.

Di sisi lain, anak-anak dari keluarga miskin seringkali kekurangan akses terhadap sumber daya ini. Mereka mungkin berasal dari lingkungan yang kurang kondusif untuk belajar, memiliki keterbatasan finansial yang menghambat akses ke pendidikan berkualitas, dan tidak memiliki jaringan sosial yang dapat membantu mereka dalam sistem pendidikan.

Pendidikan sebagai Alat Reproduksi Ketimpangan

Bourdieu menekankan bahwa pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang kapital sosial dan budaya. Kapital ini diperoleh melalui warisan, pendidikan, dan pengalaman. Anak-anak dari keluarga kelas atas memiliki modal sosial dan budaya yang lebih besar, yang memungkinkan mereka untuk lebih mudah beradaptasi dengan sistem pendidikan dan mencapai kesuksesan.

Sedangkan anak-anak dari keluarga miskin, karena keterbatasan modal sosial dan budaya, seringkali tertinggal di belakang. Mereka mungkin kesulitan memahami materi pelajaran, kurang memiliki kepercayaan diri untuk bersaing, dan tidak memiliki akses ke informasi dan sumber daya yang penting untuk mencapai kesuksesan.

Membangun Sistem Pendidikan yang Inklusif

Gagasan bahwa pendidikan adalah indikator penting perkembangan suatu bangsa menjadi semakin penting di Indonesia. Tingkat dan kualitas pendidikan tidak hanya mencerminkan kemajuan bangsa dalam bidang akademik, tetapi juga dalam bidang sosial dan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun