Warga menunggu giliran untuk mendapatkan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Kantor BPJS Kesehatan di Pontianak, beberapa waktu lalu. (TRIBUN PONTIANAK / GALIH NOFRIO NANDA)
Masa jabatan Dewan Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan akan berakhir pada 1 Januari 2016, kurang dari 2 bulan lagi. Namun mereka boleh mencalonkan kembali, dengan melakukan pendaftaran secara online di website www.djsn.go.id seperti para calon lain, mulai 6 November 2015 sampai 10 hari. Panitia seleksi akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan para calon, termasuk pemaparan visi dan misi.
Para calon tentu mengenali permasalahan fundamental yang menjadi tantangan masa depan program JKN, terutama yang selama ini mungkin belum sempat ditanggulangi secara efektif. Panitia seleksi tentu mahfum, bahwa tidak semua permasalahan menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan.
Misalnya monitoring dan evaluasi program JKN dan BPJS Kesehatan, yang terkait dengan 3 institusi yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
DJSN merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN, melakukan kajian dan penelitian, monitoring dan evaluasi program jaminan kesehatan.
Menteri Kesehatan bertanggung jawab dalam penilaian teknologi kesehatan, pertimbangan klinis, standar tarif, serta monitoring dan evaluasi pelayanan, dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya.
OJK melakukan pengawasan terhadap BPJS, diantaranya adalah kesehatan keuangan; tata kelola; pendeteksian dan penyelesaian fraud; keterbukaan informasi; dan perlindungan konsumen.
Ada banyak tantangan dan permasalahan harus dihadapi dewan direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan yang terpilih nanti. Beberapa contoh permasalahan faktual misalnya penduduk yang kecewa karena pelayanan tidak memadai, atau pekerja fasilitas kesehatan yang menerima beban kerja melampaui kapasitasnya tetapi tak sanggup berkeluh-kesah. Tentu masih banyak lagi, dalam kategori yang bervariasi.
Sistem pembayaran kapitasi dan Ina-CBG yang diharapkan mendorong pelayanan kesehatan menjadi efektif dan efisien ternyata rawan kecurangan dan penipuan (fraud). Mungkin belum diketahui bagaimana menangkal secara efektif.
Berita tentang investigasi jejak suap resep obat masih hangat. Padahal setiap tahap dalam rantai pasokan obat rentan terjadi praktik tidak etis, bukan hanya kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi. Apakah fenomena ini terkait program JKN dan peran BPJS Kesehatan yang perlu disikapi serius? Para calon tentu telah mengetahui tujuan program JKN adalah mencapai cakupan universal, dan menuju cakupan universal perlu penguatan sistem kesehatan.
Ada baiknya bila sempat mencermati tentang koordinasi manfaat (COB: coordination of benefit) yang telah dibahas jauh sebelum JKN digulirkan. Kelompok pengusaha telah menyatakan bersedia membantu mengatasi masalah, berharap ada solusi yang baik. Ketidaksiapan fasilitas kesehatan tingkat pertama (pelayanan primer) tidak hanya terkait distribusi dan aksesibilitas, tetapi kemampuan memberikan pelayanan berkualitas, pelayanan terintegrasi yang mengutamakan pasien. Kesediaan pengusaha untuk membantu dan merumuskan solusi terbaik bagaikan harapan dan potensi yang pupus tanpa ujung, ketika diungkapkan BPJS Kesehatan hanya melaksanakan regulasi yang ada.