Saat ini barangkali kita bangsa Indonesia tengah berada didalam suatu masa, seperti yang telah diramalkan oleh Prabu Jayabaya (hidup abad 12), sebagai kalabendu (kekacauan). Di zaman itu orang mulia malah terpenjara (Wong mulyo dikunjoro), orang yang lurus terbelenggu (Wong lugu kebelenggu), orang baik disingkirkan (Wong apik ditampik-tampik) dan orang jahat justru mendapat kedudukan (Wong jahat munggah pangkat). Situasi seperti itu, oleh Jayabaya disebut sebagai “wolak waliking jaman” (zaman yang terbolak balik) dan disebut sebagai “kalabendu” (zaman kekacauan).
Pada zaman kalabendu, kebanyakan manusia hanya berorientasi pada uang dan kedudukan. Mereka inginnya hidup serba mewah dengan mengumbar syahwat kemurkaan (ngumbar nafsu angkoro murko). Mereka tidak mengindahkan aturan tuhan (Ora ngendahake aturaning Gusti). Berani melanggar sumpahnya sendiri (wani nglanggar sumpahe dhewe). Mereka banyak berjanji namun tidak ditepati. Antar mereka saling menyalahkan (podho seneng nyalahke), lupa kebajikan dan lupa kemanusiaan.
Zaman kalabendu itu oleh sebagian kecil orang terlihat seperti zaman yang menyenangkan, penuh kenikmatan dunia (jaman kasukan), tetapi sebenarnya zaman itu dirasakan oleh sebagian besar orang lainnya sangat berat, dan merupakan zaman kehancuran dan rusaknya dunia (jaman ajur lan bubrahing donya).
Jayabaya menasehati, meski pada zaman itu kondisinya sangat berat, namun harus tetap berusaha, serta tetap tabah dan tegar. Sebisa bisanya jangan sampai orang bertengkar (aja nganti wong kelut). Jangan melakukan hal bodoh (jo kepranan ombyak ing zaman). Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan zaman Ratu Adil, yaitu zaman kemuliaan.
Prabu Jayabaya (raja kerajaan Kediri, abad 12) adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Beliau meramalkan keadaan Indonesia saat ini (khususnya pulau Jawa) dengan ramalannya yang ditulis dalam syair/serat yang diberi nama Kalabendu (kekacauan).
Sedangkan oleh Rangga Warsita, pujangga Kasunanan Surakarta tahun 1860-an, situasi tersebut dinamakan sebagai zaman edan (kalatidha), yaitu zaman yang serba susah dalam bertindak (éwuhaya ing pambudi). Kalau tidak mengikuti gila bakal tidak kebagian (boya kéduman mélik). Namun sebahagia-bahagianya orang yang edan, masih lebih baik orang yang senantiasa “ingat” dan waspada (begja-begjaning kang edan luwih begja kang éling klawan waspada)
Ada baiknya apabila kita menelisik bunyi serat Kalabendu Jayabaya sesuai naskah aslinya, sebagai gambaran kondisi saat ini yang telah diramalkan 5 abad yang lalu, sebagai berikut:
Zaman kalabendu iku wiwit yen, (jaman kehancuran itu dimulai jika),
1. Wis ana kreta mlaku tanpa jaran (sudah ada kendaraan berjalan tanpa kuda),
2. Tanah jawa kalungan wesi (pulau jawa berkalungan besi),
3. Prau mlaku ing nduwur awang-awang (Kapal berjalan di atas awan),