Tertangkap tangan oleh KPK? Ouww… itu hanyalah segelintir oknum koruptor yang bodoh. Dikatakan “segelintir” karena pelaku lainnya jauh lebih banyak. Dikatakan “oknum” karena ia tidak mewakili para koruptor yang profesional. Dikatakan “bodoh” karena ia tidak belajar dari pengalaman, dilakukan dengan pola yang mudah dideteksi oleh KPK, yaitu berawal dari komunikasi transaksi melalui hand phone.
Sejak didirikannya tahun 2003 hingga saat ini, KPK telah berhasil menyeret ratusan koruptor ke penjara. Namun ternyata hingga saat ini masih ada saja pejabat yang korupsi. Bahkan data ICW tentang Rekapitulasi Penindakan Pidana Korupsi menunjukkan peningkatan kasus korupsi dari tahun ke tahun. Berita yang paling gres adalah ketua DPD RI, Irman Gusman yang harus berurusan dengan KPK dalam kasus dugaan suap impor gula.
Jadi apa yang telah dilakukan oleh KPK selama ini ternyata tidak menimbulkan efek jera. Itu berarti KPK belum berhasil menghentikan para pejabat untuk tidak melakukan korupsi, alias KPK gagal melaksanakan tugas pencegahan korupsi. Apa yang dilakukan oleh KPK selama ini adalah penindakan, padahal sesungguhnya peran dan fungsi KPK adalah pencegahan, selain penindakan korupsi.
Melihat dari cara kerjanya, sebagian besar KPK menangkap koruptor melalui operasi tangkap tangan (OTT) saat tersangka melakukan transaksi penyuapan. Artinya sebagian besar kasus korupsi yang berhasil dibongkar oleh KPK adalah karupsi dengan kategori suap. Sementara korupsi dengan modus lain yaitu penggelapan, penyalah gunaan anggaran, penyalahgunaan jabatan, mark up dan laporan fiktif masih terus subur menggerogoti keuangan negara. Menurut penelitian ICW, justru modus korupsi itulah yang paling sering dilakukan, yaitu penggelapan, penyalah gunaan anggaran, mark up dan laporan fiktif.
KPK Gagal Mencegah Korupsi
Meski KPK telah sukses menangkap banyak tersangka korupsi, namun sesungguhnya masih banyak pula yang lolos tak tertangkap KPK. Sekali lagi mereka yang tertangkap adalah mereka yang tidak belajar dari kegagalan para koruptor sebelumnya. Sementara sebagian besar lainnya berhasil lolos dari pantauan KPK karena menggunakan cara lain, dengan menghindari komunikasi hand phone saat negosiasi.
Dari beberapa pernyataan petugas KPK melalui media massa terkait suksesnya OTT, bahwa tersangka telah dipantau oleh KPK sejak lama. Dipantau dari mana? Ya tentu dari komunikasi telepon. Dari pantauan komunikasi lewat telepon itulah KPK mengetahui kapan dan dimana transaksi dilakukan. Transaksi yang dilakukan di kantor, rumah, restoran, maupun di parkiran, bahkan di WC sekalipun KPK mengetahuinya.
Lantas apakah KPK sudah sukses memberantas korupsi? Sejauh ini KPK memang telah sukses menangkap pelaku korupsi penyuapan dan gratifikasi. Namun korupsi yang banyak dilakukan oleh pejabat negara dan pegawai negeri dengan modus penggelapan, penyalahgunaan anggaran, mark up dan laporan fiktif ternyata masih jauh dari jangkauan KPK. Buktinya begitu banyak pejabat dan pegawai negeri mempunyai harta kekayaan yang nilainya tak wajar dan mempunyai rekening gendut. Menurut ICW, Indonesia kini berada pada peringkat 5 negara terkorup di dunia, bahkan Indonesia pernah meraih peringkat 2 negara terkorup di dunia atau hanya kalah dari Fiji.
Siasat Koruptor
Sesuai Undang-undang, pengertian korupsi adalah tindakan memperkaya diri (atau orang lain maupun koorporasi) yang dilakukan secara melanggar hukum oleh pejabat negara, pegawai negeri, politisi dan pihak lain sehingga berakibat merugikan keuangan negara maupun masyarakat. Dari situ maka ada 3 unsur korupsi, yaitu pertama: memperkaya diri (atau orang lain maupun koorporasi); kedua, merugikan keuangan negara atau masyarakat; dan ketiga: melanggar hukum. Apabila salah satu unsur tidak ada maka itu tidak termasuk kategori korupsi.
Maka banyak orang, baik pejabat maupu pegawai negeri yang menggerogoti uang negara dilakukan dengan rekayasa administrasi sehingga bisa dipertanggung jawabkan secara administratif dan terhindar dari jeratan hukum. Itulah salah satu siasat koruptor untuk menghindari jeratan hukum.