Hati saya turut bergetar bersama getaran hati jutaan massa yang menghadiri “Aksi Bela Islam 212” di Silang Monas. Saya duduk bersimpuh diatas sajadah, sekitar 100 meter didepan panggung podium Aksi Bela Islam 3 – GNPF MUI.
6 Jam lebih tak beranjak
Duduk diatas sajadah di lapangan terbuka selama 6 jam lebih sejak jam 06.30 hingga 13.45, dibawah guyuran hujan, bersama jutaan kaum muslimin, untuk berdzikir dan berdoa bersama adalah pengalaman ruhani yang sangat dahsyat. Itu adalah rentang waktu terlama selama pengalaman hidup saya dalam mengikuti ceramah, tausiah, kuliah atau apapun namanya tanpa beranjak dari tempat duduk. Aktifitas ini sungguh saya rasakan seperti berada di padang Arafah saat melaksanakan ibadah Wukuf.
Bukan lagi “kebencian thd Ahok”, tetapi berubah “kecintaan thd Al Quran”
Saya mengikuti dengan penuh hikmat tausyiah para ulama dan habaib. Selama itu tidak ada rasa bosan atau lelah sedikitpun. Tausyiah yang disampaikan para ulama itu sungguh sangat menyejukkan hati. Meski tema nya adalah tangkap penista agama, namun kesan yang saya rasakan (mungkin juga jutaan jamaah lainnya) telah bergeser. Spiritnya bukan lagi “kebencian terhadap Ahok”, tetapi berubah menjadi “kecintaan terhadap Al Quran”
Meneteskan air mata terus menerus
Lima kali mata saya meleleh haru mendengar uraian hikmah cinta Al Quran. Bukan saja keharusan untuk membela Al Quran, tetapi juga keharusan untuk mengamalkannya. Merupakan introspeksi bagi diri ini, ternyata masih banyak prilaku yang belum sesuai dengan tuntunan Al Quran. Peringatan ini disampaikan oleh A’a Gym. Lantunan dzikir yang dipandu oleh ustadz Arifin Ilham dengan syahdu juga sangat menggetarkan qalbu. Juga nashid yang dilantunkan penyanyi Opick. Itu semua membuat saya melelehkan air mata haru. Demikian juga orasi yang disampaikan oleh Ustadz Bachtiar Nasir, ketua GNPF MUI, sungguh sangat menggugah kecintaan terhadap Al Quran dan jauh dari hujatan terhadap pribadi Ahok.
Bekal yang tak dimanfaatkan
Saya telah mempersiapkan diri dari rumah dengan bekal sajadah, makanan, payung dan jas hujan untuk menghadapi kondisi dan cuaca yang diramalkan bakal turun hujan. Namun saat hujan tiba, saya jadi mengurungkan niat untuk memanfaatkan payung dan jas hujan, lantaran malu dengan jamaah samping kanan, kiri, depan dan belakang yang datang dari Aceh, Lampung, Samarinda dan daerah-daerah luar kota lainnya yang rela berbasah-basahan dengan air hujan.
Peserta luar kota
Saat selesai menunaikan shalat Jumat, dan segera dilanjutkan dengan shalat Ashar jamak takdim bagi musyafir, disitu saya benar-benar menyaksikan betapa banyak yang melaksanakan shalat Ashar jamak takdim (sekitar 80%) dibandingkan yang tetap duduk melaksanakan dzikir. Itu artinya para musyafir yang hadir dari luar Jakarta sangatlah banyak, dan mereka telah menduduki wilayah Monas sejak pagi hari setelah shalat subuh di masjid Istighlal. Sungguh suatu fenomena yang sangat luat biasa, sangat menyentuh hati. Betapa luar biasanya perjuangan dan pengorbanan mereka.