Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wayangku Sayang

29 Mei 2011   19:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:04 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus ini mungkin tidak hanya terdapat dalam seni wayang. Seni lainya juga mengalami hal serupa, yaitu dijauhi oleh generasi muda. KENAPA? Pertanyaan ini sebenarnya harus ada di benak semua dalang, dalam wayang gaya apapun. Sudah tidak asing lagi bahwa pertunjukan wayang itu mengandung nilai falsafah, nilai sosial, dan lain sebagainya. Predikat yang bagus, indah, adi luhung membebani kesenian yang satu ini. Di tengah carut marutnya dan mulegnya pemerintahan ini, wayang seharusnya muncul kepermukaan, sebuah peluang emas untuk menarik simpatisan remaja atau pemuda. Kok bisa demikian? Bukankah wayang itu merupakan kaca kehidupan, tempat untuk memandang diri, tempat untuk mencari solusi. Kalau ia, mengapa tiap dalang atau kebanyakan dalang tidak berusaha berbenah. Kenapa hanya bisa mengeluh "pentasnya semakin sepi", terus mengemis? Padahal sudah diketahui bahwa sejak Megawati menjabat, seni wayang ini sudah tidak difungsikan sebagai corong pemerintah, alias di anak tirikan. Sehingga secara tidak langsung, PEPADI, SENAWANGI dan lain sebagainya tidak mendapatkan kucuran dana kreatifitas. Mau mencari sponsor? Sedikit sponsor yang melirik seni tradisi, secara managemen tidak menguntungkan bagi mereka, meskipun ada satu dua pementasan wayang yang menggunakan sponsor. Itupun tidak berlanjut dan berhenti.

Berarti apa? Dalang harus berdiri sendiri, kesempatan untuk unjuk gigi, unjuk kebolehan, unjuk intelektualitas, unjuk kreatifitas. Contoh Dalang sekaligus mantan Bupati, Sunaryo yang menggunakan kucuran dana penanggulangan NARKOBA dengan mengadakan serangan pentas.  Sayangnya dalang yang satu ini hanya menampilkan glamor panggungnya, dan gaji mahal bagi para pengrawit dan pesindhennya. Image yang dihasilkan akhirnya SENI WAYANG itu mahal. Akibatnya semakin mempersempit geraknya sendiri. Akhirnya sekarang masih banyak PEPADI mendatangi Gurbernur masing-masing untuk mengemis kepedulian pemerintah. PENTINGKAH? Seberapa jauh pentingnya? Dan yang paling penting, apakah Gurbernur menyambut dengan baik dan mendukung? Seharusnya dipikirkan lebih awal langkah pengembangan, mencari solusi dari diterasingkan, baru melapor. Siapa yang mengembangkan? Si seniman pelakunya. Bagaimana caranya? Pelajari masyarakat sekitarnya, apa yang mereka butuhkan, apa yang sedang mereka gelisahkan. Jangan berharap pemerintah, ingat rakyat semakin pandai, mereka lebih cerdik menyikapi fenomena, apalagi iklim politik sekarang ini. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan jumlah massa mengambang mencapai 80 persen. Sementara massa yang loyal partai hanya 20 persen dan masing-masing partai-partai hanya mendapat massa loyal mencapai 5 persen. 2014 bisa saja partai-partai yang kini berada di DPR akan mengalami pemerosotan dan ada yang akan hilang.

Jadi kalau memang berkeinginan seni wayang masih eksis di masyarakat, ayo bersama-sama kita kenalkan kembali masyarakat dengan wayang, terutama generasi muda. Buatlah pertunjukan yang sifatnya tidak bertele-tele. Gunakan bahasa yang mudah dicerna, karena pada umumnya alasan bahasa merupakan salah satu penyebab putusnya komunikasi. Seringlah adakan serangan pentas, dimana tempat, dengan perhitungan tidak rugi dan tidak membebani pihak yang ditempati. Saya yakin, semakin banyak pementasan semakin bertambah remaja yang cinta wayang. Dengan catatan prioritas utama adalah anak muda. Dan itupun kalau memang para dalang mencintai wayangnya dan peduli dengan masa depan wayangnya. Jika hanya ingin dibayar mahal, berdagang saja, jual beli wayang lebih prospek, seperti sanggar wayang milik teman saya di Solo yang sudah go internasional.

Akhirnya, jangan paksa para remaja mencintai wayang, sebelum para dalang dan seniman pelakunya lebih mencintai dan lebih peduli terhadap keberlangsungan seni wayang. Atau kita ramai-ramai jual seni wayang ke Amerika atau eropa yang sekarang sudah banyak yang lebih tertarik, atau ke negeri sebelah di Malaysia. Kita tawarkan saja, pasti mereka lebih berkenan menerima. Sumangga ing karsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun