Pernahkan anda melihat seseorang, atau malah anda sendiri?, melecehkan uang logam recehan? Gue pernah, bahkan sering melihat.. tapi bukan gue yang melecehkan lho ya.
Misalnya suatu hari gue beli koran di kios pinggir jalan. Koran yang harganya Rp. 1.500, gue beli dengan menyodorkan sebuah uang logam recehan Rp. 1.000, sebuah uang logam Rp. 200 dan ditambah tiga buah uang logam Rp. 100. Si ibu penjual koran pun menolak yang recehan Rp. 200 dan Rp. 100 tapi menerima yang Rp. 1.000. Katanya, “Udah ngga laku pak!”... (?).
Atau suatu ketika gue bayar parkir kepada juru parkir liar bertampang preman. Gue kasih uang logam recehan campur-campur pokoknya berjumlah Rp. 3.000. Dari kaca spion gue liat, si preman memilah-milah uang recehan di tangannya, yang tidak berkenan di hatinya dibuang begitu saja ke aspal jalan ... (??).
Dan paling sering jika kita belanja di minimarket. Misal total belanja Rp. 123.400 dan kita kasih Rp. 125.000, apakah kembaliannya Rp. 1.600 atau Rp. 1.500? Kalau kita meleng dan tidak teliti, kebanyakan sih dikembaliin Rp. 1.500 dengan alasan tidak ada uang logam Rp. 100, itupun si kasir tidak bicara apa-apa, hanya mengucapkan, “Terima kasih, silahkan datang kembali” ... (???). Beda jika kurangnya Rp. 500 atau Rp. 1.000, biasanya dikasih permen.
Apapun alasannya, kebanyakan orang Indonesia sudah tidak menghargai uang logam recehan Rp. 100 dan Rp. 200. Nilai uang logam terkecil bagi mereka adalah uang logam Rp. 500. Kalau mau bukti lagi, coba aja Anda letakan uang logam Rp. 100 dan Rp. 500 di jalan, pasti yang hilang duluan uang logam yang Rp. 500.
Makanya, gue agak terkejut ketika Pemerintah mengumumkan akan mengedarkan empat uang logam baru yang nilai nominalnya Rp. 100, Rp. 200, Rp. 500 dan Rp. 1.000. Lho, kenapa uang logam recehan Rp. 100 dan Rp. 200 diproduksi lagi? Gue pikir kedua uang logam itu akan dibiarkan hilang dengan seleksi alam seperti nasib uang logam Rp. 5, Rp. 10, Rp. 25 dan Rp. 50.
Bahkan, uang logam baru ini bergambar pahlawan. Ini artinya, Pemerintah masih menghargai uang logam recehan Rp. 100 dan Rp. 200. Dan sepertinya berharap agar masyarakat juga menghargai uang logam recehan tersebut dengan menampilkan wajah pahlawan disana.
Masyarakat jangan sok ngga butuh dengan uang logam recehan Rp. 100 dan Rp. 200. Berapa pun nilai uangnya, jika kurang Rp. 100 maka tetap saja dianggap korupsi. Terimalah uang logam recehan itu dan hargailah pahlawan negeri ini.
Dan kepada pemilik minimarket, supermarket, department store dan sejenisnya, jangan pasang harga yang aneh-aneh, misalnya Rp. 99.900 atau Rp. 22.999 dan seterusnya. Ini juga bikin dampak psikologis bagi masyarakat untuk tidak menghargai uang logam recehan dengan mengabaikan kekurangan kembalian.
Mari hargai uang logam recehan!