Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahabharata dan Lakon Wayang yang Semrawut

28 Juni 2014   15:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:27 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Syarat yang diajukan Dewi Setyawati agar putra lelaki yangdilahirkan kelak harus menjadi raja Hastina menggantikan Prabu Santanu, telah ,membuat sang Prabu murung dan akhirnya sakit karena sebelumya beliau telah mengangkat Pangeran Ganggadata (Dewabrata) sebagai putra mahkota yang nantinya akan menggantikan dirinya sebagai raja di Hastina. Melihat kondisi ayahandanya, Ganggadata kemudian bersumpah demi kebahagiaan dan kepentingan rajanya sekaligus demi melanjutkan dinasti Hastina lalu bersumpah bahwa ia rela menyerahkan tahta kerajaan Hastina dan akan hidup sebagai Brahmacarya (wadat), tidak menikah seumur hidupnya agar kelak tidak terjadi perebutan kekuasaan diantara keluarga sendiri.

Setelah sumpah terucapkan  dan akhirnya Ganggadata dianugrahi gelar sebagai Bisma Dewabrata oleh dewata, maka menikahlah Prabu Santanu dengan Dewi Setyawati (Durgandini = Lara Amis). Dewi Setyawati ini dulunya adalah putri dari kerajaan Wirata yang bersuamikan Begawan Palasara dan mereka sudah berputra seorang lelaki yang kemudian mengikuti jejak ayahandanya sebagai pertapa yang bernama Begawan Abiyasa.

Perkawinan Prabu Santanu dan Dewi Setyawati dianugrahi dua orang putra yaitu Raden Citranggada dan Raden Wicitrawirya. Sesuai dengan janjinya, maka putra tertua dari perkawinan mereka ini, Raden Citranggada diangkat menjadi putra mahkota yang nantinya akan menduduki tahta Hastina. Bahkan untuk mencarikan calon isteri, Bisma-lah yang langsung turun tangan sendiri dalam sayembara memperebutkan tiga putri di Kerajaan Kasi (Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika), dimana akhirnya hanya Dewi Ambika dan Dewi Ambalika yang menjadi isteri Citranggada dan Wicitrawirya.

Sayang sebelum memperoleh keturunan, kedua pangeran Hastina ini keburu meninggal dunia, sehingga terjadi kekosongan kekuasaan. Bisma dengan tegas menolak untuk menikahi janda-janda adik tirinya, apalagi menduduki tahta kerajaan Hastina karena itu akan melanggar sumpahnya. Atas persetujuan Bisma, maka  putra Dewi Setyawati dengan Begawan Palasara yang bernama Abiyasa kemudian dikawinkan dengan Dewi Ambika (yang nantinya akan melahirkan Drestarata)  dan Dewi Ambalika ( yang nantinya akan melahirkan Pandu). Selain itu dari seorang dayang istana, Begawan Abiyasa ini juga dianugrahi seorang putra yang nantinya diberi nama Yama Widura.

Karena kondisi Drestarata yang kedua matanya buta, maka tahta kerajaan Hastina kemudian diserahkan kepada Pandu yang merupakan adiknya beda ibu. Kelak dalam perang besar Baratayudha, kedua keturunan Drestarata (Kurawa) dan Pandu (Pandawa) ini akan saling berhadap-hadapan sebagai lawan di padang Kurusetra. Hastina akhirnya akan berada dalam genggaman kekuasaan Pandawa.

Dari kisah diatas, terdapat beberapa pertanyaan yang sering muncul di kalangan pecinta wayang, siapakah yang sebenarnya menjadi penyebab munculnya perang Baratayudha? Sifat tamak dan ambisius seorang janda beranak satu yang dalam hal ini adalah Dewi Setyawati, Lemahnya sifat dan watak Prabu Santanu karena persoalan cinta, atau justru malah sumpah Ganggadata (Dewabrata) yang teguh. Seandainya saja Bisma tidak teguh dalam sumpahnya, mengingat bahwa putra dari Prabu Santanu dan Dewi Setyawati yang telah diangkat jadi raja di Hastina, meski keduanya meninggal muda, bukankah perang tidak akan terjadi? Ataukah malah gara-gara kedua janda  dari  putra Dewi Setyawati yang berasal dari kerajaan Kasi itu diperistri Begawan Abiyasa sehingga melahirkan Drestarata dan Pandu? Apapun itu penyebabnya, Baratayudha tetap terjadi, perang tetap berlangsung dan saling bunuh antar keluarga tetap terjadi.

Pertanyaan yang lainnya justru dari istilah Baratayudha itu sendiri. Baratayudha atau perang keluarga Barata ini apakah sudah pas dipergunakan? Pertanyaan ini muncul karena melihat bahwa Pandawa dan Kurawa itu jika dirunut dari garis keturunannya ke atas bukan berasal dari dinasti Hastina, melainkan dari Wirata dan Kasi. Hanya Bisma seorang saja yang merupakan penerus dinasti Hastina yang berdarah murni keturunan dinasti Kuru (Hastina).

Jika demikian, secara keseluruhan epos Mahabarata ini apakah khusus menceritakan kehidupan heroik seorang Bisma, sebagai satriya pinadhita, satu-satunya keturunan murni dari dinasti Hastina yang sebenarnya merupakan  satu-satunya pewaris yang sah kerajaan Hastina? Hanya Viyasa, sang pencipta kisah ini dan Tuhan saja yang tahu. Kita yang membacanya hanya bisa menikmati dan mengambil manfaatnya sebagai cermin kehidupan saja.

sumber gambar:http://zadandunia.blogspot.com/2013/01/ratusan-panah-panah-api-missile.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun