Sarasehan Anak Negeri program teve yang digagas oleh sekelompok mantan anggota DPR-RI, di bawah bendera Bravo Gandong Connection (BGC) berdurasi 2 jam dipotong iklan dan HeadlineNews Metrotv. BGC mentukan pihak-pihak diundang, Metrotv mengirim undangannya. Peserta tak boleh diwakilkan. Program ini berlangsung setiap bulan sekali dan 8 Maret semalam, episode ke-5.
Saya mengikuti 3 dari lima program itu. Pertama sesi perdana, kedua bulan lalu bicara ihwal Runtuhnya Kedaulatan Energi, dan Semalam lanjutan Negeri Auto Pilot: Negeri Salah Urus.
Pada topik bulan lalu di Runtuhnya Kedaulatan Energi, sosok Ade Nasution, kini politisi dari Partai Aamant Nasional (PAN) mengangkat ihwal Petral, Singkatan dari Perta Oil Marketing Limited (POML). Ade menuding kolusi dan korupsi tambun terjadi di anak perusahaan Pertamina itu. “Hal seperti ini harus dibongkar,” kata Ade ke kamera teve.
Saya berada dua kursi di kanan Ade, berusaha menimpali. Saya katakan dalam verifikasi saya, anak perusahaan Pertamina itu memang bermasalah. Masalah pertama soal indikasi monopoli, kedua ihwal insider trading yang memainkan tender harga beli dan jual, juga soal hub-balahap pajak, di mana transaksi perdagangan dilakungan di Singapura, tetapi pembukuan di-tek-tok ke Petral Hongkong, negara dengan pajak lebih rendah. Laporan keuangan Petral hanya porsi perdagangan di Singapura. Belum lagi fee dari bank yang berminat mengelola uangnya. Maka bukan rahasia lagi, bahwa ada sosok Mohammad Reza (Mohre), disebut-sebut sebagai tokoh sentral terindikasi memainkan orkestra. Mohre seakan konduktor-nya.
Tak ayal topik Petral menjadi isu sentral.
Secara akumulatif, peserta yang hadir di program teve itu mengatakan harus dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketika kalimat KPK itu disebut, hati saya kecut, mengingat berjibun kasus indikasi tambun di sektor Migas yang dilaporkan ke KPK tak pernah ada yang berlanjut. Sekadar contoh, Anda tentu masih ingat soal impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan "merek-merekan": Zatapi - - pernah menjadi liputan utama TEMPO - - akhirnya hanya bermuara majalah itu dibeli-beli. Kasusnya bila tak salah menguap begitu saja. Dalam verifikasi di kasus ini konon ada sejumlah uang tambun berarak dibagi-bagi.
Khusus Petral, menjadi isu hangat, pada 2009 di sela saya memverifikasi kasus pembunuhan David Hartanto Wijaya di NTU, Singapura. Kantor mereka sempat saya datangi. Perusahan “raksasa” mendagangkan hampir 300 juta barel minyak ke luar masuk Indonesia, itu berkantor di lantai 10 Gedung Ngee Ann City Orchad Road, bersebelahan dengan pusat perbelanjaan Takashimaya. Lobby kantornya terkesan biasa. Sebuah meja reception, dirangkap oleh seorang staf sekretaris. Suasana tidak terlihat wah. Bahkan jika dibanding kantor penjualan property di gedung-gedung di Jl. Sudirman Jakarta, Petral kalah mentereng.
Kendati suasananya rata-rata, mereka menggarap perdagangan BBM tambun, dengan akumulasi perputaran uang amat besar. Untuk memudahkan gambaran, jika traksaksi mereka setahun 300 juta barel – sekitar sepertiga minyak mentah dan dua pertiga lebih produk BBM. Jika dimisalkan per barel tansaksi dipukul rata minyak mentah dan jadi di US $ 100, maka transaksi perusahaan ini US $ 3 miliar setahun. Di kisaran angka itu ada komisi resmi yang bisa didapat pedagang sekitar US $ 0,5. Namun bukanlah pedagang namanya, bila tak bisa mendapatkan keuntungan hingga US $ 2 /barel, bahkan lebih.
Bukanlah pedagang biasa namanya bila cuma memainkan keuntungan US $ 2 per barel. Bukan rahasia lagi ranah pajak juga bisa menjadi komponen keuntungan dengan melakukan transfer pricing pajak. Maka adanya kantor Petral di Hongkong, terindikasi tajam sebagai permainan menjadikan pendapatan tambahan. Lahan bagi mereka yang berjibaku menggelayut Petral. Di acara teve bulan lalu saya katakan saya menemukan 46 nama besar sosok Indonesia dan beberapa asing “pemain” Petral.
Maka ketika Karen Agustiawan, Dirut Pertamina, dengan raut wajah emosi memaparkan di Serasehan Anak Negeri bahwa Petral terbuka, mengadakan tender di Singapura dengan transparan mengundang 50 trader di perminyakan, bisa jadi itu benar adanya. Namun sebagaimana kita pahami yang namanya tender di departemen pemerintah lokal saja di negeri ini apa yang tak bisa diatur? Apalagi di negeri orang berbagai skema dapat dibuat.