DASAR PEMIKIRAN
Menjelang abad ke-21, ASEAN bersepakat untuk mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 yang ditetapkan oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997. Selanjutnya, untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Upaya kesepakatan pembentukan MEA semakin kuat dengan ditandatanganinya Deklarasi Cebu mengenai Percepatan Pembentukan MEA pada tahun 2015 (Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015) oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke- 12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya Deklarasi tersebut, para Pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.
Cetak Biru MEA yang merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN memuat empat kerangka kerja utama, yaitu : pertama, ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas. Kedua,ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerse.Â
Ketiga, ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata, dengan elemen pembangunan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk Negara-Negara CMLV (Cambodja, Myanmar, Laos dan Vietnam). Keempat, ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dari empat pilar tersebut, saat ini pilar pertama yang masih menjadi perhatian ASEAN.
Sebagai bagian dari salah satu pilar komunitas ini, MEA sendiri merupakan pondasi yang diharapkan dapat memperkuat dan memaksimalkan tujuan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN dan membuka peluang bagi negara-negara anggota. Dengan adanya MEA juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerjasama dalam hal ekonomi di ASEAN kearah yang lebih signifikan.Â
Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah bagaimana Indonesia sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha untuk mempersiapkan kualitas diri dan memanfaatkan peluang dalam MEA serta harus meningkatkan kapabilitas untuk dapat bersaing dengan Negara anggota ASEAN lainnya sehingga ketakutan akan kalah saing di negeri sendiri akibat terimplementasinya MEA tidak terjadi, seperti telah kita ketahui bersama bahwa negara–negara di ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam yang juga terus meningkatkan kualitas mereka dalam hal perekonomian dalam rangka menghadapi MEA.
Jajaran pemerintahan di Indonesia harus segera tanggap dan bergerak cepat secara serentak mempersiapkan diri sekaligus mengantisipasi segala sesuatu yang berkaitan dengan diberlakukannya MEA pada tanggal 31 Desember 2015 yang lalu. Jajaran pemerintahan dimaksud bukan saja Pemerintah Pusat dengan Kementerian dan Lembaga Non Kementerian yang ada tapi yang menjadi ujung tombak pelaksanaan MEA adalah pemerintah Daerah, baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Pemerintah Daerah harus mempersiapkan diri secara baik sehingga pada saatnya tidak hanya menjadi "penonton" atau bahkan hanya menjadi "obyek pasar" dalam pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean.
KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI MEA
Kesiapan menghadapi MEA merupakan tanggung jawab seluruh elemen, baik Jajaran pemerintahan Pemerintah Pusat dengan Kementerian dan Lembaga Non Kementerian yang ada serta Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Pemerintah Pusat maupun daerah harus secara aktif melakukan semacam pemahaman kepada masyarakat baik dalam acara seperti seminar, sosialisasi dan lain sebagainya yang tujuannya memberikan pemahaman mengenai urgensi MEA hingga pada akhirnya masyarakat bisa secara terbuka/melek mengerti substansi dari penerapan MEA tersebut dan secara integral akan kooperatif dalam menerima konsep tersebut demi mewujudkan kemandirian ekonomi Indonesia ditahun yang akan datang.
 Peran masyarakat juga sangat vital dalam penerapan MEA, yakni bagaimana masyarakat bisa mengubah kebiasaan yang selama ini menjadi kecenderungan/trend yang sudah seperti mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yakni budaya konsumtif dan tidak produktif. Dalam kondisi seperti ini masyarakat dituntut untuk tidak konsumtif dan harus senantiasa menjadi konsumen untuk produk-produk dalam negeri sendiri. Ini akan berakibat baik dalam penerapan MEA apabila masyarakat mencintai produk dalam negeri serta cenderung produktif dalam memproduksi atau mendesain barang ataupun jasa dalam menghadapi MEA.