Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Gaji Pegawai Negeri Tidak Lagi Tergantung Pangkat dan Golongan

1 Desember 2020   00:01 Diperbarui: 1 Desember 2020   08:50 3295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. klikpositif.com

Berbicara tentang sistem penggajian pegawai negeri, dulu ada yang namanya PGPS (kalau tidak keliru artinya Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil) yang sering dipelesetkan menjadi "Pintar Goblok Pendapatan Sama". Maksudnya, yang sama pangkat dan golongannya, mau pintar atau mau goblok, ya gajinya sama.

Tak lama lagi, akan terjadi perubahan yang radikal dalam sistem penggajian pegawai negeri tersebut. Seperti yang diberitakan detik.com (27/11/2020), sistem pangkat dan gaji pegawai negeri sipil (PNS) bakal diubah dan sedang disiapkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Disebutkan juga bahwa formula gaji PNS yang baru akan ditentukan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan. Implementasinya dilakukan secara bertahap, diawali dengan pengubahan sistem penggajian yang semula berbasis pangkat, golongan ruang dan masa kerja menuju ke sistem penggajian yang berbasis pada harga jabatan.

Membaca hal di atas, saya teringat dengan perubahan sistem penggajian di sebuah BUMN tempat saya pernah cukup lama bekerja. Memang, seperti apa nantinya sistem penggajian PNS, belum diungkapkan secara rinci. Tapi, karena ada istilah "harga jabatan", saya teringat, di tempat saya dulu bekerja ada yang disebut dengan nilai jabatan (job score). 

Bila seseorang memenuhi kompetensi untuk mengisi suatu jabatan, meskipun masih junior, tapi nilai jabatannya tinggi, maka gajinya tinggi. Sebaliknya, para senior dengan masa kerja yang sudah lama, karena jabatannya bernilai rendah, ada yang turun gajinya. Hanya saja, bagi yang gajinya turun, perusahaan memberikan kebijakan khusus berupa tunjangan masa transisi, sehingga gajinya minimal sama dengan sebelumnya.

Memang, waktu itu banyak para senior yang kecewa. Masa kerjanya seperti tidak dihargai sama sekali. Padahal, sebelum itu, jika seorang karyawan yang biasa-biasa saja, asal tidak terlibat kasus yang negatif, hampir bisa dipastikan akan naik pangkat setiap empat tahun sekali, meskipun bisa saja pekerjaannya masih sama.

Jadi, sebelumnya, penggajian itu tergantung ke orangnya, bukan ke jabatan yang diembannya. Nah, dengan sistem baru, penggajian bukan tergantung siapanya, tapi jenis pekerjaannya. Artinya, bila tidak ada penambahan lingkup pekerjaannya, tidak ada juga kenaikan gaji, meskipun pemegang jabatannya sudah semakin senior.

Untuk menghitung nilai jabatan akan tergantung pada kompleksitas pekerjaan sesuai job description-nya, yang menurut teori yang dipakai oleh konsultan yang bertugas di perusahaan yang saya ceritakan, tergantung pada tiga hal, know how, problem solving, dan accountability. Ketiga faktor ini dikuantifisir untuk menentukan nilai jabatan.

Know how berkaitan dengan seberapa luas atau seberapa dalam pengetahuan yang dituntut oleh suatu jabatan. Problem solving lebih berkaitan dengan seberapa  besar permasalahan yang harus dicarikan solusinya oleh si pemegang jabatan. Sedangan accountability melihat berapa besar aset atau anggaran yang menjadi tanggung jawab si pemangku jabatan.

Maka, setelah dihitung oleh si konsultan, ternyata untuk kepala cabang pembantu (KCP) yang memimpin kantor di level kecamatan, yang dulunya bergaji rendah, tiba-tiba gajinya naik drastis karena aset, anggaran atau jumah pelanggannya relatif besar, ketimbang peneliti di kantor pusat.  

Peneliti ini gajinya jadi turun (tapi akhirnya diberikan tunjangan persamaan selama transisi) karena hanya besar di skor know how, tapi tidak begitu tinggi untuk problem solving dan accountability. Memang, KCP adalah ujung tombak perusahaan dalam mencetak laba, sedangkan peneliti lebih banyak mengeluarkan kajian potensi bisnis per sektor ekonomi, kajian dampak ekonomi makro, tanpa pernah merasakan sulitnya mencari pelanggan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun