Kita mengenal profesi seorang guru adalah profesi yang sangat mulia. Tidak ada profesi yang dapat menyaingi kemuliaan profesi seorang guru, karena di atas pundaknya ia diserahi tugas untuk mengajar para murid-muridnya menjadi manusia yang berilmu dan;
Ditangan seorang guru itu pula si siswa akan mendapat pendidikan nilai-nilai kehidupan dan menjadikannya seseorang menjadi manusia yang mempunyai jiwa dan kepribadian yang luhur, bertanggung jawab, menghargai sesamanya, mensyukuri ni’mat yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.
Ditangan seorang guru yang baik dan bermutu, maka akan melahirkan generasi bangsa yang unggul dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain didunia, tidak akan menjadi bangsa yang terbelakang, apalagi menjadi bangsa budak yang hanya dijadikan sapi perahan oleh bangsa lain.
Demikian pentingnya kedudukan tugas dan tanggung jawab guru, oleh sebab itu Pemerintah Indonesia dari zaman Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati, Gus Dur, SBY, sampai dengan masa pemerintahan presiden ke 7 Jokowidodo, selalu berjanji akan memperhatikan nasib guru.
Semua guru apapun statusnya, kesejahteraannya harus ditingkatkan, diberikan dengan wajar sesuai dengan kedudukan, tugas dan tanggung jawabnya yang berat itu.
Akan tetapi yang ditunggu-tunggu dari realisasi janji-janji yang pernah dikeluarkan pemerintah, tidak pernah terwujud. Bila ditagih mudah saja mereka para pejabat di negeri ini mengelak diri, seribu kali janji seribu kali pula para petinggi negeri, mengingkari.
Apalagi nasib Guru honorer semakin kabur, jauh semakin terkubur. Harapan menjadi pegawai negeri hanya bermimpi. Memang pada awal pemerintahan Jokowi sudah memberikan janji, termasuk yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, mengangkat guru honorer menjadi pegawai negeri harus segera terealisasi.
Tetapi langkah itu cuma upaya semu memenuhi janji. Apakah sepanjang tahun para guru honorer hanya mengharapkan nasib baik turun dari langit, entah siapa lagi nanti Presidennya yang hanya pandai pura-pura menampilkan keberaniannya memperjuangkan nasib guru.
Akhirnya mereka berdemo, walaupun harus mengorbankan aktifitas belajar mengajar untuk anak didiknya dikelas. Ribuan guru honorer itu menuntut perhatian pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan agar memperhatikan nasib mereka si penyandang pahlawan tanpa tanda jasa itu.
Pemerintah sepertinya kehilangan akal, jeblok pikiran atau memang tidak serius. Niat baik tidak cukup hanya dengan berani mengeluarkan PP Nomor 48 Th 2005. Kalau hanya untuk pajangan, sebagai pantes-pantes apalah artinya.
Kalaupun ada rekruitmen PNS dari guru honorer, di lapangan dipenuhi dengan ribuan praktek rekayasa, korupsi, kolusi dan nepotisme. Yang sudah puluhan tahun bahkan tidak sedikit masa pengabdiannya yang sudah 20 tahun sebagai guru honorer gagal menjadi PNS, tetapi yang baru kemarin sore bisa diangkat menjadi PNS dengan sejumlah uang.....!