Mohon tunggu...
Ilham Riza Pahlevi
Ilham Riza Pahlevi Mohon Tunggu... -

Administrasi Negara Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Eksistensi Kebijakan Pemerintah Desa

29 Mei 2014   08:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:00 2437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksistensi Kebijakan Pemerintah Desa

Awalnya saya merasa bingung terhadap konsep evaluasi dan pertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintah desa. saya melihat mayoritas kinerja pemerintah desa hanya sebatas menjadi kepanjangan struktural dari pemerintah kabupaten. padahal jabatan kepala desa dipilih oleh masyarakat desa secara langsung, jadi sebenarnya wewenang kepala desa terhadap desa yang dipimpin sangatlah besar dalam menentukan arah pembangunan desa secara mandiri. yang saya harapkan kepala desa dan jajaranya tidak hanya sebatas menjadi "pembantu" secara administrasi dilevel bawah dari lembaga pemerintah kabupaten, seperti penarikan pajak PBB, kepengurusan administrasi kependudukan dll. namun diharapkan kepala desa juga mampu memimpin desanya menjadi desa yang lebih maju .  dengan segala perencanaan, program dan kebijakan, mau dibawa kemana sih arah pembangunan desa tersebut....  belum ada penilaian tentang efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan tolak ukur yang baku. Pada kenyataanya penilaian efektivitas penyelenggaraan desa hanya dilakukan bersifat subjektif oleh camat yang pada saat itu sebagai atasan langsung kepala desa.

Kebijakan publik atau kebijakan pemerintah secara umum dapat diartikan segala sesuatu yang berkaitan dengan keputusan pemerintah, baik berupa pogram, peraturan dan lain-lain. Sebuah kebijakan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan apabila didukung oleh berbagai macam faktor, salah satunya ketepatan pemilihan kebijakan atau keputusan sesuai dengan yang kebutuhan publik, serta didorong oleh dukungan responsibilitas mayarakat yang partisipatif terhadap suatu kebijakan pemerintah termasuk taat kepada hukum dan peraturan. Namun sebuah negara hukum tentunya tidak begitu saja dapat menjalankan fungsi yang sebenarnya dari hukum itu sendiri, Diantaranya masih diperlukan kesadaran hukum dari setiap warganya, kesadaran tersebut tidak hanya sebatas kepatuhan, akan tetapi pemahaman secara mendalam terhadap tujuan suatu kebijakan yang merupakan intisari suatu keputusan, selain dari pada hal-hal lain yang berkaitan dengan kebijakan, seperti ketepatan pengambilan keputusan, serta implementsi yang baik dan benar, juga dengan dukungan dari berbagai elemen dan faktor-faktor yang berpengaruh.

Kebijakan pemerintah desa merupakan salah satu produk hukum karena setiap pemerintah desa secara hukumpun memiliki wewenang tersebut. meskipun berskala kecil dan lokal yang mencangkup wilayah administrasi desa itu sendiri. Secara undang-undang, kebijakan formal di level desa tertuah dalam bentuk peraturan desa. secara struktur undang-undang dan ketatanegaraan, peraturan desa merupakan bentuk tindak lanjut serta penjabaran dari peraturan yang lebih tinggi, bukan untuk menjalankan otonomi secara independen, melainkan tanggung jawab otonomi desa tetap ada dibawah weweang dan pengawasan pemerintah kota/kabupaten. Meskipun demikian desa memiliki hak dan wewenang berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan nasional secara umum serta pembangunan desa sendiri secara khusus.

pemerintah desa secara formal memiliki wewenang dalam membuat peraturan yang bersifat formal dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara positif dalam bentuk peraturan desa, namun terlepas dari sudut pandang formalitas, setiap desa secara tradisional memiliki kearifan lokal dalam setiap penyelesaian masalah desa. Oleh karena itu pemerintah desa sebagai lembaga formal negara tidak harus serta merta membawa mentah-mentah setiap standar operasional dan ketentuan negara secara umum. Namun pemerintah desa secara bijak harus menyesuaikan dan memposisikan diri dengan kearifan serta norma-norma yang ada di suatu daerah, apalagi setiap daerah memiliki kearifan yang berbeda-beda, maka dari itu setiap lembaga negara yang berada dilevel paling bawah harus memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi suatu kebijakan, program atau segala bentuk keputusan pemerintah desa tidak harus berbentuk peraturan desa yang mengikat secara formal berdasarkan hukum positif negara. Akan tetapi desa secara tradisional memiliki norma-norma tersendiri dalam setiap pemecahan permasalahan desa yang bertujuan menentukan arah pembangunan desa sendiri, akan tetapi tetap diharapkan pemerintah desa dapat berperan aktif sebagai bentuk penerapan tugas dan fungsi pemerintah yakni fungsi pelayanan, fasilitator serta inisiator pemecahan masalah publik dalam lingkup desa itu sendiri baik dalam bentuk formal maupun tidak formal, karena pada dasarnya kembali pada keutamaan efektivitas pada setiap bentuk kebijakan dalam mencapaitujuannya yaitu membawa masyarakat kearah pembangunan yang lebih baik.

Sebagai contoh hasil dari bentuk penerapan peran, tugas dan fungsi pemerintahan di level lokal yakni kebijakan yang di ambil oleh pemerintah Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo yang bukan bentuk peraturan desa secara formal akan tetapi diharapkan efektif dalam memecahkan permasalahan desa, tentunya melalui kesepakatan forum konsensus desa dalam formulasi kebijakan. pendekatan yang digunakan dalam implementasi kebijakan pemerintah desa tentang wajib berijazah SMA atau sederajat sebagai prasyaratpernikahan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf pembangunan pendidikan di Desa Ngadisari ini adalah dengan menggunakan model bottom-up yaitu. Menurut Parsons dalam Tachjan mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. [1] Model bottom-up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan konsensus yang pada akhirnya kesepakatan tersebut melahirkan suatu kebijakan. model pendekatan bottom-up menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan. Hal ini jika dianalisis kedalam kebijakan pemerintah desa, pendekatan bottom-up dalam kebijakan publik sangat rasional jika diterapkan dalam setiap kebijakan pemerintah lokal sperti halnya desa, karena pemerintah desa memiliki aspek cara kearifan sendiri dalam memecahkan setiap permasalahan desa yang tidak terakomodir dalam lembaga pemerintahan yang lebih tinggi, dengan kata lain kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang secara struktur merupakan lembaga yang lebih tinggi dari pemerintah desa tidak efektif dalam menyelesaikan permasalahan disuatu desa, sehingga pemerintah desa memiliki cara tersendiri yang dirasa lebih efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di desa .

[1] Tachjan. 2006. Implementasi kebijakan publik. Bandung:AIPI hal.59

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun