Bus sekolah, yang tlah lama kutunggu
Dengan teman-temanku
Petikan lagu itu mengalun indah dari speaker kelas saya saat mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya berlangsung. Saya meminta murid menulis liriknya, menyanyikan bersama, dan bergoyang untuk sedikit melepas penat seusai mereka saya hajar dengan materi matematika dari jam pertama sampai keempat.
Sontak, wajah mereka gembira. Namun, kegembiraan itu menyimpan miris dalam hati saya karena hampir separuh lebih siswa saya tidak tahu lagu ini dinyanyikan oleh siapa. Banyak yang tidak pernah mendengar lagu ini dan baru pertama kali mendengarnya saat itu.
Saya tidak menyalahkan mereka. Saya hanya bisa sedikit menyalahkan keadaan lantaran kenapa era saya -- generasi 90an -- Â adalah era terakhir yang masih bisa mendengarkan lagu anak dengan baik dan benar. Masih bisa tertarik menonton acara lagu anak dan menyanyikan sembari bermain.
Di antara rasa penyesalan itu, tiba-tiba muncul rasa bahagia karena saya bersyukur masih mengalami era kejayaan dari sang maestro lagu anak, Papa T Bob. Seorang jenius yang bisa meramu diksi, nada, dan harmoni lagu dalam suatu kesatuan utuh yang sederhana tetapi memiliki makna dalam.
Lagu berjudul Bus Sekolah yang dinyanyikan Trio Kwek-Kwek tadi misalnya. Lagu yang memiliki irama ceria ini sebenarnya cukup menyedihkan karena merupakan lagu perpisahan grup sebelum mereka bubar dan memasuki masa remaja. Bisa diartikan, lagu transisi dari masa anak-anak ke masa remaja.
Papa T Bob begitu apik memasukkan pemahaman tersebut dalam liriknya yang indah.
Ada yang duduk
Ada yang berdiri
Ah, itu biasa