Tak ada alasan tak berterima kasih kepada Yahoo. Yahoo adalah pusat gravitasi di masa-masa awal bisnis internet merebak tahun 1990-an. Karena Yahoo, kita mengenal email, chat room, dan mesin pencari. Perusahaan yang didirikan Jerry Yang dan David Filo ini adalah salah satu katalis terbesar dot com booming (dan bubble) di akhir 1990-an yang dampaknya kita rasakan hingga saat ini. Sekarang Yahoo sudah selesai. Dijual $ 4,48 miliar kepada Verizon, jauh meninggalkan valuasinya di masa keemasan senilai lebih dari $ 100 miliar. Sang pelopor akan berganti nama menjadi Altaba, sebuah merek perusahaan holding milik Alibaba di mana Yahoo memiliki 15% saham di sana.
Kematian Yahoo pada bulan ini sebenarnya hanya menegaskan tanda-tanda sekarat yang sudah lama tampak. Sementara, semestinya Yahoo menjadi Google yang kita kenal sekarang. Namun, mengapa yang kita lihat justru sebaliknya?
TERDISORIENTASI OLEH UANG
Paul Graham, co-founder venture capital Y Combinator menceritakan pengalamannya bekerja di tahun-tahun awal kesuksesan Yahoo. Ia melihat sendiri betapa Yahoo menjadi sebuah keajaiban baru di dunia bisnis dengan mampu menciptakan kekayaan begitu besar dalam waktu cepat.Â
Produk utamanya adalah banner ad (iklan banner) dan Yahoo menjadi pemain sentral di industri baru ini. Para staf penjualan kembali ke kantor membawa kontrak iklan bernilai jutaan dolar. Meski nilainya kecil dibandingkan nilai iklan media mainstream, jumlahnya fantastis untuk sebuah startup.
Ketika IPO tahun 1996, Yahoo berhasil meraih dana $ 33,8 miliar di Nasdaq. Puncak dot com booming tahun 1998 tak hanya membuat valuasi Yahoo menggila. Tapi kesuksesan Yahoo membuat semua orang jadi menggilai bisnis internet dan bermimpi bisa menjadi Yahoo selanjutnya. Orang-orang berlomba mendirikan startup dan pendanaan berhamburan. Startup berlomba-lomba memasang iklan di Yahoo yang membuat dompet Yahoo makin gendut.
Kesuksesan besar secara cepat ini membuat Yahoo mabuk --- lebih tepatnya teler. Yang mereka fokuskan setiap hari hanya mengeksploitasi lini bisnis banner ad. Mereka tak menghiraukan kebutuhan untuk mengembangkan inti bisnis di mesin pencari. Yahoo merasa mereka too big to fail. Kita tahu kisah soal Larry Page dan Sergey Brin menawarkan alogaritma PageRank kepada Yahoo, dan kemudian ditolak.Â
Tahun 1998 Paul Graham juga pernah menawarkan Revenue Loop; sebuah alogaritma di mesin pencari yang menyeleksi hasil hasil pencarian produk belanja --- mirip dengan alogaritma yang kemudian digunakan Google untuk menyeleksi iklan.Â
Tapi tidak ditanggapi, bahkan oleh Jerry Yang. Tahun 1999 David Filo disarankan membeli Google yang saat itu baru rilis dan kecil sekali. Namun Filo tak melihat ada yang penting pada Google yang pada saat itu baru memiliki trafik sebesar 6% dari keseluruhan trafik Yahoo yang tumbuh 10% per bulan.
Hanya satu yang dikerjakan di Yahoo saat itu: mendapatkan uang, dan uang yang lebih banyak lagi. Selama pelanggan masih menuliskan cek bernilai besar, tak ada yang lebih penting daripada itu. Tahun 2000 adalah puncak valuasi Yahoo di bursa saham senilai $ 125 miliar dengan harga per lembar $ 475 atau 15 kali lebih tinggi dibandingkan ketika IPO 4 tahun sebelumnya.
KRISIS IDENTITAS
Yahoo lahir sebagai perusahaan mesin pencari, yang mendeklarasikan diri sebagai perusahaan media, menghasilkan pendapatan dari iklan, dan bertindak seperti perusahaan software. Semua ini membingungkan. Dan lebih parah lagi, Yahoo tampaknya tak punya misi besar apa pun dan gamang memosisikan diri.
Di era emasnya, mayoritas karyawan Yahoo adalah programmer --- layaknya sebuah perusahaan software. Namun mereka bukan menjual software, melainkan iklan. Perusahaan software menjual software, perusahaan media menjual iklan. Pada masa itu, konsep perusahaan teknologi adalah perusahaan software. Gagasan bahwa perusahaan teknologi menjual iklan masih tidak bisa diterima. Karena itulah Yahoo bersikeras menyebut diri sebagai perusahaan media.Â