I.PENDAHULUAN
Ketimpangan pengembangan ekonomi dan pembangunan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor ketimpangan sumber daya ekonomi antara jawa dan luar jawa. Luar jawa sebagai produsen berbagai sumber daya tetapi eksportirnya lebih banyak berasal dari Jawa-Bali dan ekonomi berkembang di Jawa. Kedua faktor-faktor fiskal atau soal keuangan negara yang terkonsentrasi dipusat. Di era reformasi diharapkan ketimpangan akan selesai, tetapi tidak, daerah banyak yang bergejolak ingin merdeka sendiri-sendiri, daerah menuntut ingin diberi otonomi dan diberi alokasi dana, dan bahkan beberapa daerah banyak yang membalelo dan tidak mau turut kepada kebijakan pusat (Pratikno 2011).
Baru baru ini misalnya, pemimpin dari kota besar di Indonesia berteriak menantang kebijakan pusat, penolakan itu didasarkan pada rencana pemerintah pusat yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Regulasi Mobil Murah dan Ramah Lingkungan (LCGC). Belum diluncurkan kebijakan tersebut telah menuai protes pemerintah daerah yang notabene seharusnya menurut dengan kebijakan pusat. Penolakan itupun punya alasan tersendiri yang bertujuan untuk mengurai kemacetan dengan mengurangi volume kendaraan dan polusi udara.
Berbeda dengan pemerintahan daerah tersebut, Pemerintah Pusat punya tujuan tersendiri. Pemerintah pusat menerapkan kebijakan untuk merangsang penambahan kendaraan secara merata di seluruh kota-kota di Indonesia, kebijakan LCGC juga diharapkan untuk membangkitkan industri otomatif dalam negeri yang hemat energi dan ramah lingkungan, LCGC juga untuk membantu golongan menengah yang belum berkesempatan memiliki kendaraan untuk mendapatkan kendaraan roda empat. Namun dengan pertentangan dengan daerah apakah pemerintahan pusat harus menghukum pemerintahan daerah tersebut dengan mengurangi anggaran transfer ke daerah? atau malah membagikan pembangunan merata di seluaruh daerah di Indonesia seuai dengan perannya dalam pemabngunan
Dari beberapa hal yang diungkapkan di atas tak heran jika muncul sebuah wacana dari kandidat Capres Cawapres Tahun 2014-2019. Wacana tersebut adalah sebuah bentuk negosiasi politik, atau disebut sebagai Politik Anggaran.
II.RUMUSAN MASALAH
Politik anggaran merupakan proses saling mempengaruhi di antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam menentukan skala prioritas pembangunan dan mempengaruhi kebijakan alokasi anggaran karena terbatasnya sumberdana publik yang tersedia. Politik angaran juga merupakan penegasan kekuasaan atau kekuatan politik di antara berbagai pihak yang terlibat dalam penentuan kebijakan maupun alokasi anggaran.
Piliang, J. Indra. (2006) menyebutkan Politik anggaran memegang peranan kunci dalam kebijakan-kebijakan pemerintah pusat. Untuk beberapa provinsi di Indonesia mendapat anggaran besar, anggaran tersebut merupakan sebuah komitmen pemerintah pusat untuk menyejahterakan masyarakat. Namun di bebrapa provinsi lainnya ada juga yang mendapatkan anggaran yang kecil meskipun provinsi tersebut telah menjalankan sebuah prinsip Good Governance dalam menjalankan pemerintahan daerahnya . Berkaitan permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.Apakah Politik Anggaran dapat menjadi Strategi Menuju Pembangunan Daerah yang Berkeadilan?
2.Apakah Politik Anggaran juga dapat mengakibatkan Disintegrasi Bangsa?
III.PEMBAHASAN
3.1Sejarah Politik Anggaran
Dilihat dari konsep dan prakteknya, proses penyusunan anggaran terdiri dari dua hal, yaitu perencanaan dan penganggaran (Iksan, M. 2012). Serta dari sifatnya, perencanaan dan penganggaran di pemerintahan daerah dilaksanakan secara terintegrasi dengan berlandaskan pada konsep penggunaan sumberdaya/dana yang ada untuk pemenuhan kebutuhan Masyarakat. Anggaran disusun sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan pelayanan yang ada di daerah, yang telah direncanakan sebelumnya sebelum tahun anggaran berjalan. Untuk mendapatkan anggaran dari perencanaan yang telah tersusun tersebut, daerah banyak berharap dari kebijakan pemerintahan pusat, sehingga disinilah mmuncul peranan pemerintahan pusat dalam politik anggaran.
Politik anggaran sudah diterapkan dari era pemerintahan terdahulu, pada masa orde baru misalnya, seperti yang diungkapkan oleh Thontowi, J. (2007, 4 Oktober) bahwa seringkali daerah yang bukan pendukung partai penguasa tidak bakal disentuh pembangunan, jadi jika suatu daerah ingin maju pemimpin-pemimpin daerah tersebut harus tergabung dalam partai politik penguasa yang dapat melanggengkan kekuasaan kelompok tertentu. Sedangkan pada masa reformasi saat ini Politik anggaran menjadi tarik menarik antara kepentingan kelompok elite politik, politik anggaran lebih berorientasi terhadap kepentingan pribadi dan golongan bukan untuk mengatasi problem masyarakat. Pada saat ini sering kali politik anggaran justru menguras keuangan untuk biaya birokrasi dan administrasi sehingga  output nya bukan untuk mengatasi masalah, melainkan hanya agar para pelaksananya dapat melakukan kegiatan dan dapat memetik keuntungan ekonomi.
Dalam masa reformasi, terdapat dua pola politik anggaran yang diterapkan oleh masing-masing pemerintahan, pada masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri misalnya, kebijakan anggaran diarahkan pada arah kebijakan menjaga ketahanan dan konsolidasi fiskal, optimalisasi penggalian sumber pendapatan negara, penerapan kebijakan pengurangan subsidi, pemulihan ekonomi, pemantapan proses desentralisasi serta penerapan disiplin anggaran melalui efisiensi. Sementara dalam Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono; kebijakan anggaran diarahkan pada stabilisasi ekonomi makro, penurunan deficit anggaran, pengurangan rasio hutang, pertumbuhan ekonomi, dan upaya pengurangan kemiskinan.
3.2Penerapan Politik Anggaran di Indonesia.
Irene S. Rubin pada The Politics of Public Budgeting dalam Iksan, M. (2012) mengatakan, dalam penentuan besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat. Bahwa alokasi anggaran acap juga mencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya.
Politik anggaran harus dikendalikan oleh tujuan yang akan dicapai. Dengan kata lain harus ada keterkaitan antara keuangan negara dengan arah kebijakan sebagaimana tertuang rencana pemerintah. Politik anggaran harus menjadi alat mencapai tujuan pembangunan daerah. Konsekuensi dari politik anggaran ini adalah pemerintah didorong melakukan perubahan secara mendasar di level birokrasi. Seluruh satuan kerja perangkat daerah perlu didorong untuk meningkatkan penerimaan dan melakukan efisiensi dan efektivitas pengeluaran di daerah.
Untuk menjalankan hal tersebut diperlukan sebuah kebijakan yang menyamakan tujuan kebijakan daerah yang berlandaskan kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat, ketika kebijakan daerah telah sejalan dengan kebijakan pusat maka pemerintahan pusat dapat memberikan sebuah reward and punishment, yakni dengan mengalirkan pengganggaran melalui transfer anggaran kedaerah dengan adil dan merata bagi daerah yang mengikuti kebijakan pemerintah pusat, dan bisa juga dengan memangkas penggangran untuk menghukum daerah yang membalelo.
Menurut Sirait, M. dalam Merdeka.com (2014). Politik anggaran diterapkan untuk membatasi anggaran daerah yang digunakan sesuai kebutuhannya saja. Karena, dia menganggap bila suatu daerah memiliki anggaran yang tak terserap dengan baik maka hal itu bisa berdampak pada laju perekonomian, sosial dan budaya warga setempat. "Imbasnya, pembangunan daerah bisa terhambat. Kami saat ini sedang mendiskusikan bagaimana caranya memanfaatkan dana tak terserap di tiap daerah agar dapat ditarik ke tingkat provinsi maupun pusat," urainya.
Namun kebijakan kebijakan ini dinilai akan membuat disintegrasi bangsa. Selain karena kepala daerah tidak dari satu partai saja bahkan ada yang dari luar pemerintah, kebijakan ini juga dinilai akan menghambat pembangunan daerah. Karena anggaran yang sudah ditetapkan untuk alokasi daerah dipotong karena daerah tidak nurut dengan kebijakan pusat.
Berbeda dengan Sirait, M., Khadafi, U.S. dalam Tribunnews (2014) justru berpendapat bahwa Penerapan politik anggaran dan wacana pemotongan anggaran daerah diprediksi akan membuat Indonesia kacau. Khadafi, U.S menilai daerah tidak akan begitu saja mengikuti pusat. Kalau pemotongan anggaran daerah maka dapat memicu ketegangan di masyarakat dan akan terjadi demo. Kalau anggaran daerah dipotong-potong Indonesia akan semakin kacau, apalagi anggaran tidak disetujui, sudah jelas kesatuan NKRI makin terancam, Selain itu untuk menerapkan politik anggaran tersebut, harus berhadapan dengan birokasi dan undang-undang. Jangankan tidak menyetujui atau memotong anggaran, saat pengucuran anggaran telat saja sudah memicu kemarahan. Kalau uang itu tidak dikucurkan ke daerah, itu masalah besar.
Sementara menurut Maengkom, B. dalam Okezone (2014) mengungkapkan bilamana ada kebijakan daerah seperti Aceh dan Papua  yang tidak seiring dengan Pusat dan jika politik anggaran diterapkan pada daerah tersebut, maka dapat memicu rakyat Aceh dan Papua untuk melakukan pemberontakan dan memisahkan diri dari Republik Indonesia. Karena itu ia menilai, politik anggaran kepada Pemerintah Daerah tidak tepat. Hal yang terjadi bukan ketaatan kepada Pemerintah Pusat, melainkan pemberontakan yang pada akhirnya memicu disintegrasi bangsa.
IV.KESIMPULAN
Politik Anggaran menunjukkan peran pemerintah dalam mengatur pembelanjaan keuangan negara sebagai suatu kewajiban dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Jika keuangan negara dikelola dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip, sistem, dan struktur yang benar maka hal tersebut dapat menciptakan pembangunan daerah yang berkeadilan. Namun jika pengelolaan keuangan dengan politik anggaran yang tidak berdasarkan ketentuan yang ada maka hal tersebut dapat memicu perpecahan di daerah yang dapat menimbulakan disintegrasi bangsa.
V.DAFTAR PUSTAKA
Iksan, M. (2012). Politik Anggaran [online]. Tersedia: http://aburifal.wordpress.com/2012/02/20/politik-anggaran/
Khadafi, U.S. (2014). Indonesia Bisa Kacau Jika Politik Anggaran Jokowi Diterapkan [online]. Tersedia: http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/06/13/indonesia-bisa-kacau-jika-politik-anggaran-jokowi-diterapkan
Maengkom, B. (2014). Soal Politik Anggaran, Jokowi Lupa pada Sejarah [online]. Tersedia: http://pemilu.okezone.com/read/2014/06/10/568/996439/soal-politik-anggaran-jokowi-lupa-pada-sejarah
Piliang, J. Indra. (2006). Politik Anggaran Daerah, Kemana Arahnya? [online]. Tersedia: http://csis.or.id/post/politik-anggaran-daerah-kemana-arahnya
Pratikno, (2011). Resume - Seminar Politik Anggaran Dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah [online]. Tersedia: http://04locker.blogspot.com/2011/10/resume-seminar-politik-anggaran-dalam.html.
Sirait, M. (2014). PDIP: Politik anggaran ala Jokowi-JK bentuk gebrakan kebijakan [online]. Tersedia: http://www.merdeka.com/pemilu-2014/pdip-politik-anggaran-ala-jokowi-jk-bentuk-gebrakan-kebijakan.html
Thontowi, J. (2007, 4 Oktober) Terjadi Kesalahan Politik Anggaran Selama 61 Tahun [online]. Tersedia: http://beritasore.com/2007/10/04/terjadi-kesalahan-politik-anggaran-selama-61-tahun/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H