Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bantuan Sosial Untuk Ormas Islam

2 Januari 2015   02:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:00 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Media online Republika memuat pernyataan Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain. Tengku menilai, ada upaya peminggiran terhadap umat Islam sepanjang 2014. Misalnya, kata dia, tidak cairnya dana bantuan sosial (Bansos) bagi ormas-ormas Islam hingga saat ini."Islam sengaja dihancurkan dan dihilangkan. Dengan tidak mencairkan Bansos jelas-jelas membunuh ormas-ormas terutama ormas Islam," kata Tengku. Padahal, menurut Tengku, ormas memiliki peran dalam membina masyarakat Indonesia dari segi agama. (sumber).

Tulisan ini tidak akan mengulas pendapat Tengku Zulkarnain tentang “Islam sengaja dihancurkan dan dihilangkan”. Melainkanakan mempertanyakan apakah benar sepanjang 2014, dana Bansos untuk ormas-ormas Islam tidak dicairkan?. Sayangnya, saya tidak memiliki data ormas apa saja-- termasuk ormas Islam-- yang mendapatkan Bansos, dan yang tidak sepanjang tahun 2014. Data-data berikut mungkin dapat membantu.

Besarnya alokasi Bansos dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp91,8 triliun. Angka nominal ini mengacu pada Keppres Nomor 29 Tahun 2013 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2014. Sebelumnya pemerintah mengalokasikan dalam RAPBN sebesar Rp55,9 triliun. Hasil kesimpulan Rapat Kerja Pemerintah dengan DPR RI. Dari alokasi Bansos sebesar Rp91,8 triliun didistribusikan ke Kementrian dan Lembaga. Kementrian Agama mendapat porsi sebesar Rp11,9 triliun (a.l untuk BOS dan BSM siswa MI, MTs, MA serta TPG guru swasta). Porsi ini terbesar kedua setelah Kemetrian Kesehatan yang mendapat alokasi sebesar Rp19,9 triliun. Alokasi untuk Kementrian Agama itu lebih besar ketimbang program pendidikan dasar sebesar Rp11,3 triliun (a.l untuk BSM siswa SD, SMP, dan TPG guru swasta) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sumber: dirjen anggaran Departemen Keuangan). Hingga 25 Maret 2014, realisasi Bansos mencapai Rp10,2 triliun atau 11,2 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2014. Diperuntukan diantaranya pelaksanaan pembayaran program BOS, BSM, dan TPG guru swasta melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama.

Mengapa difokuskan pada Kementrian Agama? Sebab ormas-ormas Islam adalah mitra Kementrian Agama dalam penyaluran dana Bansos. Pada tanggal 6 November 2014, Sekretaris Bimas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin mengatakan Bansos yang setiap tahun diterima ormas kemitraan Kemenag di tahun 2014 tidak bisa diberikan atau tidak bisa dicairkan. Penyebabnya: ada beberapa temuan masalah sehingga dihentikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dengan begitu semua anggaran Bansos kepada ormas Islam dikembalikan ke kas negara (sumber).

Sebelumnya pada bulan Oktober 2014, BPKP memberikan catatan penyaluran Bansos di Kemenag kerap mengalami persoalan. Persoalan salah tafsir dalam pemanfaatannya atau penyaluran bantuan sosialnon pendidikan yang tidak tepat sasaran.Sehingga rekomendasi BPKP, menangguhkan pencairan dan Bansos tersebut. Jadi yang ditangguhkan adalah dana Bansos non pendidikan di Kemenag. (sumber).

Dimana letak salah tafsirnya dan apa yang digunakan oleh BPKP sebagai payung hukumnya? Jawabnya: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tanggal 1 Juni 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga (selanjutnya disebut PMK 81/2012). Dengan terbitnya PMK 81/2012, semua ketentuan yang mengatur mengenai pencairan dan penyaluran dana belanja Bansos, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dalam PMK 81/2012 membatasi pengalokasian anggaran belanja Bansos hanya untuk hal-hal yang bersifat risiko sosial. Yang dimaksud denganRisiko Sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam yang jika tidak diberikan Belanja Bantuan Sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar (vide Pasal 1 PMK 81/2012). Dalam bahasa birokrasi disebut akun 57 sebagai akun batuan sosial yang mengandung unsur risiko sosial.

Dasar hukum PMK 81/2012 dan akun 57 yang dijadikan parameter BPKP dalam melakukan audit penyaluran dana Bansos di Kemenag. Berujung pada rekomendasi untuk penangguhan (sementara) penyaluran dana bantuan sosial ke ormas Islam karena terjadinya penyimpangan. Perbedaan paramater itu diakui juga oleh Syamsuddin, mantan Kabiro Perencanaan Kemenag. “Kalau pemeriksa, baik BPK atau BPKP menilai pelaksanaan BANSOS di lingkungan Kemenag dianggap tidak tepat sasaran, karena tidak memiliki resiko social”. (sumber). Sehingga ada usul dari Wakil Sekretaris Baznas Fuad Nasar untuk merevisi PMK 81/2012.Fuad menambahkan, dengan regulasi yang dikeluarkan tersebut, terkesan seolah menafikan organisasi keagamaan dan fungsi-fungsi agama di masyarakat, di luar pendidikan, yang perlu dibantu atau difasilitasi oleh negara (sumber)

Menyikapi situasi ini, Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Dr. Yusnar Yusuf mengaku tak terlalu ambil pusing. Ada atau tidak ada bansos, ditangguhkan atau tidak, itu tidak jadi soal, kita sudah lama sekali tidak dibantu pemerintah,” ujarnya. Yusnar Yusuf mengungkapkan pejabat Kemenag kerap menyalurkan bantuan, hanya untuk institusi atau lembaga di daerahnya, atau milik keluarga dan kerabat pejabat tersebut. Sementara, untuk lembaga dan ormas lainnya yang jelas-jelas selama ini sangat minim fasilitas pendidikannya, seringkali terabaikan dan kurang diperhatikan(sumber). Yusnar Yusuf juga mengatakan jika pejabat Kemenag masih pilih kasih, sebaiknya dana Bansos tidak dikelola Kemenag lagi. Dana bantuan untuk ormas sebaiknya langsung diserahkan kepada presiden saja.(sumber)

Tentang penyimpangan dana Bansos tidak hanya terjadi di Kemenag, tetapi juga terjadi di Kementrian dan Lembaga negara lain. Melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Misalnya dana Bansos 2012, penyeleweng terbesar berada di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dengan anggaran yang diselewengkan mencapai Rp20,6 triliun. “Penyelewengan Rp20 triliun itu luar biasa. Saya harus pelajari rekomendasi BPK,” kata Mendikbud M Nuh.(sumber). Tahun 2010 misalnya, BPK menemukan penyimpangan dana Bansos di 19 provinsi yang total nilainya mencapai Rp765 miliar. Tiga besar provinsi penyeleweng dana bansos 2010 adalah Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. .(sumber).

Dugaan penyelewengan dana Bansos diungkapkan pula oleh anggota BPK, Ali Masykur Musa. Bentuk penyimpangan antara lain dana Bansos dipangkas karena pihak pemberi dan penerima bersekongkol. Maraknya penyimpangan ini membuat BPK memutuskan mengaudit penyaluran dana bansos menjelang Pemilu 2014. Atau yang dikatakanWakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso bahwa modus penyimpangan dana Bansos berulang saban tahun. Dana mengalir ke lembaga swadaya masyarakat fiktif, yang berisi kroni-kroni partai politik. (sumber).

Mensikapi hal tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah untuk melakukan moratorium Bansos di kementerian dan lembaga negara. Dan merekomendasikan agar pemerintah hanya memperbolehkan Bansos dikucurkan melalui Kementerian Sosial saja bukan lewat banyak kementerian. (sumber). Apalagi menjelang Pemilu 2014, ICW mensinyalir dana Bansos berpotensi dipakai untuk kepentingan pribadi dan politik dengan tolok ukur anggarannya yang melonjak tajam jelang Pemilu 2014.Alokasi dana Bansos melonjak tajam. Pada 2011 dianggarkan Rp77 triliun dan meningkat menjadi Rp80 triliun (2012), Rp82 triliun (2013). Sementara itu, tahun 2014 dari semula dianggarkan Rp55 triliun naik menjadi Rp91 triliun.(sumber).

Data ICW menunjukkan sebanyak 120 kasus dugaan penyelewengan dana Bansos periode 2007-2012 sudah dan sedang ditangani oleh aparat penegak hukum. Dari 120 kasus itu, sebagian penyeleweng dana tersebut telah divonis pengadilan.Total penyelewengan dana bansos di Indonesia berdasarkan hasil penyelidikan penegak hukum mencapai Rp411 triliun,” ujar peneliti ICW Febri Diansyah. Seluruh dana yang semula ditujukan untuk masyarakat tak mampu dalam bentuk uang atau barang itupun pada implementasinya dibelokkan. (sumber)

Bansos memang memiliki manfaat seperti penerapannya melalui rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana. Akan tetapi, para pemberinya yang memiliki motivasi politis seperti menerapkan prinsip “tidak ada makan siang gratis” akan menjadi masalah tersendiri.

Namun demikian, Kemenag melalui Direktur Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Machasin memberikan solusi alternatif bagi ormas-ormas Islam.Bantuan tidak benama ‘Bantuan Sosial’. Tapi kalau ormas punya guru, kita (Kemenag) bisa membantu gurunya,”. Machasinmengatakan, jika permohonan bantuan atas nama ‘Bantuan Sosial’ bisa dipastikan Kemenag tidak bisa mencairkan bantuan, sebab akan melanggar aturan Bansos (PMK 81/2012, red) Karena kementerian keuangan tidak memperbolehkan adanya bantuan sosial selain untuk kondisi terdampak bencana sosial ataupun alam,” ujarnya. (sumber)

Pertanyaan kritisnya, (pemerintahan) siapa yang menerbitkan PMK 81/2012 itu? dan apa alasan-alasan dibalik penerbitan aturan tersebut?

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun