Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Gaya Tukang Roti ini Melayani Pembelinya

11 Agustus 2015   21:55 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:10 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Modal ramah rupanya bermanfaat. Dengan ramah urusan jadi lancar. Yang tidak ramah pun bisa ketularan ramah.

Ramah itulah yang saya temukan pagi ini saat membeli roti. Saya menggantikan teman saya yang berangkat pagi-pagi ke gunung. Jam 6.30, saya tiba di toko roti. Sudah banyak yang antri. Di kasir juga demikian. Saya ikut antri di tempat pengambilan roti. Seorang ibu dengan ramah mendahulukan saya. Saya kaget ketika dia mengatakan pada saya dalam bahasa Italia yang amat sopan bahwa saya datang lebih dulu dari dia. Padahal, dalam antrian kelihatannya dia di depan saya. Saya yang satu-satunya orang asing di toko itu menjawabnya dengan sopan TERIMA KASIH.

Saya maju dan tukang roti yang cowok tersenyum sambil menunjukkan jarinya hendak menebak asal saya. Saya menyebut nama langganan kami dan dia langsung tersenyum tanda tebakannya benar. Dia lalu mengambil kantong roti itu. Saya lalu pindah ke antrian kasir. Di sini barisannya teratur karena kasirnya hanya satu. Meski satu kerjanya cepat sekali sehingga lancar. Kasir cewek ini juga melayani dengan ramah dan senyumnya lama dan ditujukan pada semua orang. 

Ibu tadi mengingatkan saya akan antrian di Jakarta dan Yogyakarta. Di Jakarta, sudah jelas situasinya tidak atau sedikit sekali budaya antrinya. Lihatlah di jalan, antrian di kasir mol dan pusat belanja. Kalau pun ada antri, masih ada yang memanipulasi antrian. Di Yogyakarta masih mendingan antrinya. 

Budaya antri memang sepele sekaligus berbelit-belit. Tetapi jika sudah biasa nyamannya bukan main. Bidaya antri kiranya membuat yang antri merasa nyaman. Sebaliknya saling rebut membuat repot luar biasa. Bisa jadi ada yang terinjak-injak seperti lazim di Jakarta. Belum lagi kalau ada isu-isu, yang ditunggu hampir habis. Padahal kalau mau habis ya tak usah direbut. Cari di tempat lain atau tunggu di lain kesempatan lagi. Apa susahnya menunggu giliran berikutnya. 

Budaya antri membuat pikiran tenang. Budaya antri seperti menunggu terbitnya matahari pagi. Sudah pasti akan terbit dan tidak perlu ribut-ribut apakah jadi terbit atau tidak. Budaya antri memupuk sikap saling menghormati. Saya tidak menduga kalau saya yang orang asing pun dihormati oleh orang Italia. Dengan ramah pula.

Tukang roti tadi betul-betul bekerja melayani pelanggan. Tidak ada hp di tangannya. Dia melayani dengan total makanya dia bisa ramah dan kesannya langsung akrab. Akrab seperti keluarga saja. Pelayan yang bekerja sambil memegang hp memang sulit melayani dengan ramah seperti tukang roti ini. Pelayan seperti ini dengan mudah mengabaikan pembeli. Dia bisa saja asyik membalas sms atau menjawab telepon sambil melayani pembeli. Maka, sudah pasti kesannya bukan melayani pembeli tetapi mengabaikan pembeli.

Alangkah lancarnya jika pelayan publik di Indonesia seperti di bank, pusat belanja, kantor pemerintah, kantor pelayan publik lainnya menerapkan pelayanan yang ramah seperti tukang roti ini. Lebih bagus lagi jika masyarakat atau pelanggannya berbudaya antri dan saling menghormati.

Salam senyum ramah dari seberang.

Molveno-Trento, 11/8/15

Gordi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun