Mohon tunggu...
ggpaasuu
ggpaasuu Mohon Tunggu... -

ggpaasuu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Ada Agama Warisan, yang Ada adalah Kebodohan yang Dibudayakan

2 Juni 2017   14:43 Diperbarui: 2 Juni 2017   14:55 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah pembangkangan Kan ‘an anak Nabi Nuh adalah salah satu kisah terpopuler betapa seorang nabipun  tidak bisa memaksakan keyakinan pada darah dagingnya sendiri, 950 tahun Nuh berdakwah, tapi siapa sangka dari rumah nya sendiri sang anak malah menentang dakah ayahnya.Ribuan tahun setelah nya, lahirlah seorang bayi suci , ibrahim dari orang tua penyembah berhala dan pembuat patung berhala termasyur di Babilonia (Irak), siapa sangka akhirnya sang bayi malah menghianati keyakinan orang tuanya dan keyakinan kaumnya, sehingga akhirnya Ibrahim dibakar.

Tak berselang lama setelah kisah Ibrahim, ada kisah indah cicit Ibrahim, yaitu kisah manusia paling tampan sepanjang masa, Yusuf, seorang  nabi bani Israel yang berhasil mengislamkan Raja dan rakyat mesir,Raja mesir, yang lahir dari orang tua penyembah Amun ra, dan menjadikan keyakinan pagan ini sebagai agama resmi agama mesir, malah  “menghianati” agama ayahnya, pada masa pemerintahannya agama penyembahan thd berhala adalah agama terlarang di bumi Mesir.

Yang  terakhir mungkin kita masih mengingat kisah betapa berlikunya perjalanan seorang penyembah api majusi beroleh hidayah islam. Ya, kisah islamnya Salman Al farisy  adalah salah satu kisah terbaik ttg perjalanan seorang manusia menjemput hidayah.Salman lahir dr keluarga penyembah api (majusi ), ayahnya adalah seorang pemuka agama Majusi, dan dia berharap Salman kelak akan mewarisi kedudukannya, tapi siapa sangka  ternyata Salman akhirnya  malah menjadi pembesar islam??

Dari sederet kisah legendaris yang sudah saya kupas diatas, masih kah sobat berpikir  bahwa agama itu sebuah warisan ??? Sobat, anda benar  jika mengatakan suku,etnis , warna kulit , dan apa yang sudah menjadi bawaan kita dari lahir itu warisan, tapi alangkah “cerdas”nya jika anda masih juga mengatakan bhwa agama yang anda anut itu adalah sebuah warisan . Anda tidak bisa memilih dilahirkan dr orang tua mana, lahir dari suku apa,tapi dengan “freewill” yang Tuhan anugerahkan anda bebas memilih keyakinan yang sesuai dengan pemahaman anda.Wahai sahabat,jika agama yang anda anut hanya sebatas warisan , apa bedanya anda dengan keyakinan manusia zaman purba dulu ?? 

Yang  mereka menyandarkan semua keyakinannya  hanya kepada “tradisi” leluhur, dalam praktik ritual mereka sama sekali tidak ada campur tangan akal, sehingga dengan “ikhlasnya” mereka mengorbankan nyawa anak anak gadis mereka dalam ritual mereka.Jika agama hanya sekedar warisan, kenapa Tuhan berkehendak menciptakan manusia??  Sobatku, Tuhan menganugerahkan kepada anda, akal dan pikiran , dengan itu Dia berkendak memberikan kepada anda sebuah “kebebasan berkehendak”, anda bebas memilih keyakinan apa yang anda yakini.Dengan “freewill”  meski anda lahir dari rahim seorang Yahudi, bisa   jadi  suatu saat nanti anda mati dengan membawa sebuah “kain kafan”.Dan  bukan hal yang aneh juga jika suatu saat anda yang lahir dr ibu seorang muslim, tp ketika maut menjelang, anda sedang berkubang  dengan “salib”.Disinilah letak Keistimewaan manusia dibanding  mahluk lainnya .Hewan bisa hidup hanya dengan mengandalkan naluri, tp manusia beda, dia punya akal, pikiran dan nurani.

Bagi sebagian “pemalas”, memang agama hanya laksana  warisan dari orang tua, si pemalas ini dalam keyakinan dan ritual agamanya hanyalah sekedar menjalankan ritual fisik, tanpa pernah sekalipun menghadirkan “hati” dalam setiap amalannya.Si pemalas ini sholat hanya sekedar sholat, biar tdk dimarahin ortunya, dia ngaji hanya sekedar baca, tapi apa yang dia baca tidak pernah melewati kerongkongannya.Si pemalas ini tidak pernah berpikir sudah benarkah  amalanya, sudah benarkah cara sholatnya, sudah benarkah keyakinan yang selama ini dia percaya. Bagi dia yang penting beragama “manut umum” (mengikuti mayoritas).

Wahai sobat, kita ini manusia , bukan bebek, jika anda mengannggap agama ini cuman warisan, apa bedanya anda dengan “bebek” ??? Wahai sobatku yang kritis , apakah anda sang  “pemalas”  itu ??Betapa sayangnya jika  sikap kritis ada malah melupakan diri anda sendiri ?? anda hanya kritis dengan keadaan sekitar , tapi anda lupa kritis dengan keyakinan anda sendiri ??? Wahai sobat, tdk kah anda malu, anda yg suka bebricara kritis , tp dalam beragama anda hanya menjadi seekor “bebek”.Anda mengikuti semua keyakinan warisan ortu, tanpa pernah sekalipun memikirkan dan merenungkannya?? Manusia kritis tdk akan sekedar menjalankan ritual keyakinan ortu dari dia lahir sampai kematian datang kepadanya.

Wahai Sobat, maukah kutunjukkan jalan yang  lebih “kritis “ dari sekedar tulisan “kritis” mu itu ??? Menjadilah seperti Salman Al farisy, sang pencari kebenaran sejati, keyakinan bukan sekedar untuk dijalankan, tapi keyakinan itu untuk diperjuangkan.Itulah hikmah kenapa ada banyak ribuan agama di muka bumi ini, bhkan dalam sebuah agama pun ada puluhan bhkan ribuan sekte sempalannya. Dengan ribuan keyakinan yang  berbeda itulah Tuhan memberi ujian kepada kita, siapa yang  paling “kritis” dia lah yang bakal menemukan  kebenaran sejati dan keberuntungan di masa depan!!

Sobat, jadi  kesimpulannya,  bukanlah disebut “kritis”  jika dia masih percaya dan yakin bahwa agama hanya sekedar keyakinan warisan dari orang tua. Sobatku, manusia  yang masih berpikir  seperti itu   tidak lain adalah kaum yang  pemalas, yang enggan berpikir dan kritis, dan mereka itu tdk ubahnya hanya sekedar “kaum yang jumud yang  hanya  menjadikan “kebodohan sebagai kebudayaan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun