Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dekorasi Wayang Kulit dalam “Paddington“

17 Januari 2015   00:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:59 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421404964440519019

Judul: Paddington

Sutradara dan produser: David Hayman (produser Harry Porter)

Pemain film: Nicole Kidman (Millicent), Huge Bonneville (Mr. Brown), Sally Hawkins (Mrs. Brown), Jim Broadbent (Mr. Gruber), Julie Walters (Mrs. Bird), Peter Capaldi (Mr. Curry), Paddington, Uncle Paltuzo, Tante Lucy, Samuel Joslin (Jonathan), Madelein Harris (Judy).

Durasi: 1 jam 35 menit

Meski sempat shock dan trauma dengan film beruang TED yang ada adegan anu, “Paddington“ mengobati luka saya, bahwa ada film edukatif yang dicontohkan oleh seekor beruang; berperikemanusiaan, berkarakter dan terdidik. Film keluarga yang menyentuh dan inspiratif.

Film ini juga mengingatkan saya, betapa sebuah buku akan semakin bergetar dan hebat saat difilmkan. Ya, film Paddington ini diangkat dari sebuah buku milik Michael Bond "A Bear Called Paddington" yang terbit 13 Oktober 1958. Ceritanya, tentang hutan lebat Peru dan spesies beruang yang istimewa. Teramat istimewa, saking pintarnya. Seru!

Oh, ya. Tentang Michael Bond, bukunya seri “Paddington“ ini sudah ada empat belas buku sejak ditulis tahun 1958 tadi. Terakhir, seri keempat belas, terbit 2014! Luar biasa, penulis yang produktif, berpendidikan dan konsisten!

[caption id="attachment_391233" align="aligncenter" width="333" caption="Paddington, tokoh buku yang difilmkan; inspiratif!"][/caption]

***

Siapa suruh pergi ke London?

Adalah seorang pria yang melakukan ekspedisi di hutan Peru, Montgomery Clyde. Di sana, ia bertemu dengan dua beruang. Tante Lucy dan Paman Paltuzo. Dari pria inilah, kedua beruang besar belajar tentang manusia, bahasa Inggris, peradaban manusia ... apalagi dengan kata “London“, sebuah kota besar, penting dan terkenal di dunia.

Sepeninggal si pengembara yang kembali ke kota, kedua beruang mengasuh seekor beruang kecil yang orang tuanya sudah mati. Perhatikan bagaimana mereka merawat anak yang bukan darah daging sendiri, misalnya mengajari si anak untuk hidup sehat dengan makan buah, membuat selai jeruk (dari jeruk-jeruk yang ditemukan si anak). Simpatik. Sungguh orang tua angkat yang baik.

Dari kehidupan mereka sehari-hari, saya jadi tahu satu hal. Saya kira, beruang gila madu. Ini seperti cerita-cerita dongeng di Jerman yang saya sering baca, beruang suka madu! Ternyata si Michael Bond, pencipta sosok beruang ini, memberikan wawasan baru bahwa beruang juga suka selai jeruk lho. Iyalah, untuk membuat selai menurut pengalaman saya membuat selai plum, 50% buah dan 50%nya lagi, gulaaaa! Iya-yaaa ... Seperti madu, kann? Manis. Asal bukan dari jembatan Ancol, belakangnya kann boloooong.

OK. Sepertinya, pengalaman ditinggalkan orang tercinta terjadi lagi pada si beruang kecil. Saat sedang enak-enak istirahat, ada gempa bumi. Mereka bertiga lari menyelamatkan diri. Hancur sudah selai jeruk yang susah-susah mereka bikin. Belum lagi rumah seindah surga yang menggantung di atas pohon besar. Lenyap!

Ketika menyelamatkan diri dan hendak memasuki bunker, paman Paltuzo terjatuh dan terhimpit pohon. Tante Lucy dan beruang kecil tak berdaya menolong, lari ke dalam lubang dan pintu tertutup. Ketika bencana berakhir, mereka keluar mencari paman.

“Paman Paltuzooo ...“ Tak ada suara. Beruang kecil hanya menemukan sebuah topi merah milik paman. Topi ini mirip topi tradisional orang Jerman di Schwarzwald, yang dibuat dari bahan khusus, begitu hangat dipakai. Kadang malah makin indah karena ada hiasan bulu-bulu dan aksen tali warna mencolok. Topi itu juga istimewa, karena biasanya di dalamnya, selalu terselip roti dengan selai jeruk, sebagai gawat darurat. Souvenir yang kelam. Paman telah tiada tapi topi dan kebiasaan menyimpan roti cadangan itu akhirnya jadi milik si beruang kecil.

Pada suatu waktu, tante Lucy merasa, beruang sebaiknya pergi ke kota. London adalah tujuan terbaik, tempat pengembara Mr. Clyde, penemu mereka berada. Tante Lucy memilih di rumah jompo.

Dua beruang itu menyelinap ke kapal. Sayang, tante Lucy tak mau ikut karena merasa tua. Dibekalinya si beruang kecil dengan sebuah tas koper penuh selai jeruk untuk dimakan dalam perjalanan dari Peru ke London.

Elyas M Barek, artis Jerman keturunan Tunisia (yang kondang dalam film seri “Turkish für Anfanger“) menjadi dubber si beruang kecil. Untuk versi Amerikanya, ada suara Ben Wishaw. Sangat ekspresif! Duh, kenanya tuh sampai di sini ...

Tidak semua orang kota cuek

Kapal sudah sampai di tujuan. Beruang keluar menuju kota. Kota besar yang penuh lalu lalang orang, membuatnya merasa putus asa. Hingga akhirnya berhenti di Lost and found di pusat kereta api Paddington.

Paddington, ini adalah nama sebuah distrik di City of Westminster, Central London. Gara-gara film ini, saya jadi tahu kalau Paddington ini di London. Walah, sebelumnya, saya nggak ngeh. Inggris kan luassss. Mana belum pernah ke sana (ngimpi dot com, pengen kwadrat).

Ya. Di tempat inilah, keluarga Brown lewat. Potret keluarga dua anak cukup. Jonathan yang aktif dan Judith yang wajahnya judes. Ah, anak-anak di dunia ... kalian ini memang lucu.

Dari tadi beruang tak ada yang peduli, padahal ia punya segenggam tanya. Di antara keputusasaan beruang, Mrs. Brown mendekatinya. Ia menawarkan tempat berteduh sementara. Tadinya Mr. Brown keberatan, akhirnya menerima kehadiran beruang. Binatang ini akhirnya diberi nama Paddington, sesuai dengan nama yang terpampang di stasiun, terlihat melalui jendela resto tempat mereka makan. Papan tak sengaja dibaca Mrs. Brown. Heran juga ya, dalam film ini mengapa tante Lucy dan Paman Paltuzo tidak memberi nama khusus, atau setidaknya mengetahui nama si anak dari orang tua terdahulu? Atau saya yang lupa?

Senang. Saya senang bahwa akhirnya, Paddington diterima sebagai bagian dari keluarga mereka. Pelan tapi pasti, ada pengakuan di sana. Terutama dari anak-anak dan Mrs. Brown. Mr. Brown, terlambat melakukannya, hingga akhirnya bergabung. Keharmonisan keluarga yang dahulu sempat lenyap, kembali hadir, ya berkat Paddington! Sosok beruang ini memang banyak mencontohkan beberapa hal yang tidak disadari manusia. Kelucuannya juga lumrah namun membawa hikmah.

Contohnya ketika ada orang mencopet dan Paddington ramah menyapanya. Bukankah menyapa orang itu ajaran yang baik? Ealah. Pencopet kaget, sedang nyopet kok ya disapa ... dompet yang diambil dari orang lain, terjatuh.Mengetahui hal ini, Paddington mengejarsi lelaki. Yang dikejar, lari. Hahaha .. kejar-kejaran ini menggambarkan kelucuan yang mampu membawa penonton tertawa terbahak-bahak.

Buntutnya, Paddington menjadi pahlawan gara-gara ia dianggap berjasa menangkap pencuri, padahal niatnya hanya untuk mengembalikan dompet yang jatuh tadi. Ternyata, polisi menemukan banyak dompet yang berjatuhan di jalan, dari tubuh pencopet. Hal ini disaksikan Judith dan kawan-kawan. Ketika menyapa Judith yang ada di jendela sekolah, teman lelaki Judith yang ditaksir Judith kaget karena ternyata Judith kenal si pahlawan, Paddington. Seruuu ....

Dari sinilah, terbuka mata hati Judith. Gak judes lagiiiiii ... apalagi sama Paddington. Nah, gitu dong, ndhuk. Cantik-cantik mrengut ae ... cepat tua.

Dekorasi wayang di rumah orang London

Ketika berada di dalam rumah yang sepertinya tidak besar tapi bertingkat, ada saja kejadian lucu yang terjadi sejak kehadiran Paddington. Berantakan.

Seorang tante bernama Mrs. Bird memang selalu berada di rumah untuk memasak, bersih-bersih dan sebagainya. Tentu ini sangat membantu Mr. dan Mrs. Brown saat mereka bekerja dan tak sempat mengurus rumah. Hal ini pasti juga banyak dilakukan masyarakat Indonesia, memiliki pembantu karena bekerja. Di Jerman, kebanyakan ibu-ibu yang saya kenal dan bekerja, memilih berhenti bekerja dan mengurus semua sendiri, sebagai ibu rumah tangga. Baru ketika anak sudah mandiri atau dewasa, kembali bekerja. Lain ladang lain belalang. Terbaaaang.

Lalu, keasyikan memiliki teman baru, dirasakan oleh Jonathan dan Judith. Saksikan wajah-wajah innocent itu gembira bukan kepalang memandikan Paddington, hingga mengeringkan bulunya. Aih, lucccuuuu ... gedung bioskop pun menggema, dari tawa para penonton, termasuk saya. Hahahahaaaa. Oh, Gusti! Wajah anak-anak memang terindah sedunia ....

Satu yang paling saya ingat-ingat dalam film ini, secara tak sengaja, terlihat gambar dekorasi wayang yang dipasang di dinding kamar! Di sebelah kanan dan kiri, berhadap-hadapan. Memang hanya sekian shot, potong, shot lagi ... (harus lihat benar-benar dan teliti saat Jonathan, Judith, Paddington dan Mr. Brown seruangan) tapi sungguh, saya bangga bahwa wayang kulit dipunyai dan dijadikan hiasan rumah orang London. London lho yaaaa! Apalagi dijadikan background film sekelas “Paddington.“

Hayooo ... Bagaimana dengan rumah Kompasianer? Ada wayang kulit yang dipasang atau pernak-pernik tradisional buatan Indonesia? Di tempat saya ada patung ukir Jepara, wayang golek, panakawan, topeng leak Bali dan reog mini. Kalau di rumah Kompasianer ada, silakan ikut bangga juga, ya. Toss!

Pentingnya asuransi

Kekhawatiran Mr. Brown terbukti. Ia ini memang was-was kalau-kalau karena Paddington, rumah berantakan, ada yang rusak dan sejenisnya. Ia menelpon asuransi. Menceritakan kalau mereka menemukan seekor beruang dan tinggal bersama mereka.

Belum juga kelar, sudah ada kejadian menggemparkan. Paddington membuat rumah berantakan ketika berada di toilet. Kamar mandi banjir, ketika dicek Mr.Brown dan pintu dibukanya, air meluap dari atas ke bawah rumah ... Paddington berlayar dengan bak mandi. Hahahaha ... lucu juga meski kasihan ... akhirnya semua melongo. Duh! Banjir dan basah.

Atau ketika kebakaran terjadi karena Paddington. Paddington bilang itu ulah si "gajah" (karena Nicole Kidmann pakai masker anti asap yang ada belalai depan untuk bagian hidung). Padahal Millicentlah yang memicu kebakaran, ia menyelinap melalui atap rumah menggunakan tali). Apa yang dilakukan Paddington hanya bela diri. Masak mau diculik? Ya, nggak mau lah, mana pakai ditulup dengan panah bius lagiii ....

Soal asuransi yang digagas Mr.Brown, ada pelajaran di sana. Jika memiliki anak-anak yang sedang tumbuh di rumah, seharusnya melindungi diri dan keluarga dengan asuransi. Jika ada apa-apa ada yang nanggung. Kejadian pada keluarga Brown juga sering kami alami. Aman terlindungi karena ada asuransi.Kompasianer sudah ada kann?

Siapa menanam akan menuai

Kalau orang berbuat jahat, akan mendapat balasan setimpal. Orang yang berbuat baik, akan mendapat pahala dan kebajikan. Saya kira begitu logika tentang perbuatan baik-buruk manusia dari Sang Pencipta. Ini pula yang dicontohkan dalam film Paddington.

Selain kemurnian hati Paddington yang menyebabkannya jadi pahlawan penangkap copet, ada lagi cerita yang menegaskan pada penonton; berbuat baik, berbuat baik, berbuat baik ... itu saja.

Lah, begitu pula yang dipaparkan dalam adegan berikutnya, ketika kejahatan dilakukan oleh Millicent yang diperankan apik oleh si cantik Nicole Kidman. Perempuan berambut blonde yang ternyata adalah anak dari si pengembara yang sudah mati (penemu paman Paltuzo dan tante Lucy di hutan Peru) banyak membunuh hewan langka agar diawetkan. Paddington adalah sasaran berikutnya. Oh, no!

Ia memanfaatkan cinta dari seorang tetangga Mr. Brown. Tadinya, Millicent bercerita pada si tetangga bahwa ia ingin mengembalikan beruang pada habitatnya. Makanya setuju dan ingin memata-matai keluarga Brown demi mendapatkan Paddington.

Ketika akhirnya berubah haluan bahwa Paddington ingin dibunuh dan dikeraskan Millicent, si tetangga melapor pada keluarga Brown yang sedang gulung koming bingung mencari keberadaan beruang yang minggat (mencari pengembara penemu spesies beruang Peru, ayah Millicent).

Akhirnya, mereka mencari sampai museum, tempat Millicent bekerja. Aih. Lucu sekali cara Mrs. Bird mengalihkan perhatian satpam dengan balapan minum air keras! Alasannya, agar kamera bisa digerakkan ke tempat lain. Mrs. Bird pula yang akhirnya menyelamatkan Paddington yang akan ditembak di atas atap oleh Millicent. Yakni, dengan membuka pintu dari bawah ke atas hingga Millicent yang seksi dengan sepatu jinjitnya, jatuh ke bawah. Happy ending bagi keluarga Brown!

***

Film ini memang bergaya British. Terlihat budaya dan kekayaan Inggris yang pastinya beda dengan Amerika, Jerman atau Indonesia. Ada yang menarik di sana. Silakan amati dan resapi dalam hati. Perbedaan itu memang unik. Yes, I like.

Film komedi untuk keluarga ini juga aman dan bagus untuk ditonton anak-anak (meski ada adegan ciuman Mr. dan Mrs. Brown sekian detik). Sempatkan diri menemani anak-anak dengan beberapa penjelasan adalah pengalaman tersendiri. Menatap wajah mereka, saya yakin sebagai orang tua, ada kepuasan menangkap keceriaan yang terpancar di sana. Kegembiraan anak-anak memandangi Paddington yang naif dan lucu. Banyak hal bagus yang bisa dicontoh darinya yang barangkali mengajari anak-anak secara tidak sengaja, setelahnya. Misalnya perjuangan keras mencari Montgomery Clyde, si pengembara dari kota London. Tak ada kata putus asa. Tidak boleh. Dan memang ketemu (sayangnya Mr. Clyde sudah meninggal)! Buah dari tekat baja itu pasti ada.

Satu lagi inspirasi penting yang bisa disimak dalam film Paddington atau buku cerita seri “Paddington“ ini, teruslah menulis. Ini bisa dilihat pada adegan Paddington menulis surat untuk tante Lucy, mengabarkan keadaan dan pengalaman bersama keluarga Brown. Menulis, mencurahkan isi hati dan menautkan orang-orang yang terpisah.

Bahkan ada sedikit catatan bagi para orang tua dari tampilan Mr. dan Mrs. Brown tadi. Kalau sudah nikah, mesra jalan terus jangan berubah cuek karena kehadiran anak-anak dalam pernikahan atau stress karena pekerjaan atau masalah keuangan. Jangan dulu loyang,sekarang besi. “Kok, jatuh siiiih, matanya ditaruh mana? Malu-maluin.“ Begitu gambarannya.

Baiklah, itu tadi sekilas pandang resensi saya atas film “Paddington“ yang membekas di hati anak-anak kami.

Ini Jumat kan? Malam minggu, saya rekomendasi “Paddington“ untuk ditonton keluarga manis Kompasianer. Selamat menonton dan tertawa sepuasnya, sebelum tertawa itu dilarang. (G76)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun