Butuh waktu sekitar 9 jam untuk sampai ke ke tanah toraja tepatnya di daerah Rantepao. Malam itu kami berangkat dari Terminal Bus antar Kota di Makassar dengan menggunakan Bus Litha pukul 21.00. Perjalanan menuju tanah toraja sungguh berliku, jadi saya sarankan kalau anda bukan tipikal yang mudah tidur di bus atau pun yang mudah mabuk perjalanan sebaiknya mempersiapkan obat anti mabuk terlebih dahulu.
Pagi itu pukul 07.00, bus Litha berhenti di kantor perwakilan bus litha di Rantepao, bapak lola sudah menunggu kami untuk mengantar ke penginapan. Bapak lola adalah suami dari ibu lola yang merupakan penjual tiket bus litha di Makassar, siang kemarin saat memesan tiket, ibu litha memberikan penawaran penyewaan mobil untuk keliling Toraja.
Selama di Toraja, kami menginap di Wisma Immanuel. Wisma ini bersih, murah, dan bebas dari anjing itu yang terpenting, berhubung saya agak takut anjing, jadi bebas dari anjing adalah salah satu kriteria penting saat memilih penginapan.
[caption id="attachment_302187" align="alignnone" width="300" caption="Wisma Imanuel _ Dokumen Pribadi"][/caption]
Setelah bersih-bersih diri tanpa mau membuang waktu lama, kami langsug bersiap untuk mengenal budaya tanah toraja lebih dekat lagi, rencananya hari ini kami akan menyusuri toraja bagian selatan. Sebelum berangkat, kami menyempatkan diri dulu untuk mampir ke dinas pariwisata, niatnya untuk meminta brosur toraja, namun kami ternyata mendapatkan hadiah yang lebih besar lagi dari sekedar brosur yakni informasi bahwa di daerah Sangali hari ini ada upacara kematian.
[caption id="attachment_302193" align="alignnone" width="300" caption="Landcapae Tanah Toraja - Do. Pribdai"]
![1384592826931225230](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b66ea83416538b4568.jpeg?t=o&v=770)
Tanpa berfikir panjang, kami langsung meminta bapak lola untuk menancapkan gas mobilnya menuju daerah Sangali. Sebuah kebetulan yang menyenangkan sekali, kebetulan kami datang kebetulan sedang ada acara budaya upacara kematian.
[caption id="attachment_302191" align="alignnone" width="300" caption="Tongkonan Pesta dari Kejauhan - Dok. Pribadi"]
![1384592707587764545](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b66ea83416538b4569.jpeg?t=o&v=770)
Mobil-mobil sudah banyak terparkir, kami harus berjalan agak jauh dari tempat parkir untuk menuju tempat upacara kematian. Sepanjang kami berjalan, kami menemukan sekumpulan orang menggotong babi-babi menggunakan bambu.
[caption id="attachment_302195" align="alignnone" width="300" caption="Pembakaran Babi - Dok. Pribadi"]
![13845930081009053922](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b66ea83416538b456a.jpeg?t=o&v=770)
Sayup-sayup terdengar suara dari mikrofon dan tak jauh mulai terlihat tongkonan-tongkonan yang berjejar dipenuhi oleh manusia, sepertinya itu adalah tempat upacara kematian diadakan. Saat hendak memasuki area upacara kematian, pemandangan yang disajikan di sisi pinggir jalan adalah orang-orang yang sedang sibuk membakar babi.
[caption id="attachment_302196" align="alignnone" width="300" caption="Tempat Pesta Kematian - Dok. Pribadi"]
![1384593086277133143](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b76ea83416538b456b.jpeg?t=o&v=770)
![13845932641413088883](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b76ea83416538b456c.jpeg?t=o&v=770)
Kami pun memasuki area upacara kematian, hal yang mata saya tangkap pertama kali adalah sekumpulan orang yang sedang nikmatnya menyantap berbagai makanan sambil berbincang satu sama lain dan beberapa orang yang sedang sibuk memotong-motong daging kerbau dan babi. Sebelum datang ke tempat ini, bapak lola meminta kami untuk membeli 1 slot rokok yang nantinya akan diberikan kepada perwakilan keluarga yang meninggal. Kami diundang untuk masuk dan duduk kedalam salah satu panggung tongkonan yang ada. Sanak keluarga yang memiliki acara datang menyuguhkan minuman dan membawakan berbagai macam makanan kecil. Ini sungguh tidak terlihat sebagai upacara kematian, tidak terlihat wajah sendu ataupun air mata, mungkin ini kenapa acaranya dikatakan sebagai pesta kematian, karena memang terlihat seperti sebuah pesta besar-besaran. Meriahnya mungkin seperti upacara pernikahan jika diibaratkan untuk tanah jawa atau sumatera.
[caption id="attachment_302197" align="alignnone" width="300" caption="Tongkonan untuk Jenazah - Dok. Pribadi"]
![13845931581236721980](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b76ea83416538b456d.jpeg?t=o&v=770)
Terdapat sebuah tongkonan yang telah dibuat dengan indah berbeda dengan tongkonan yang lain dan disitulah peti jenazah dari orang yang sedang diadakan pesta kematian ini ditempatkan. Berdasarkan informasi yang kami terima, jenazah tersebuh sudah meninggal dari satu tahun yang lalu. Ini merupakan salah satu contoh yang cukup cepat antara waktu kematian dengan pesta kematian, bapak lola bercerita bahwa dulu ayahnya disimpan selama 4 tahun baru dilakukan pesta kematian. Suku toraja beranggapan bahwa seseorang yang meninggal dan masih disimpan didalam rumah (belum dilakukan pesta) adalah dianggap sebagai seorang yang sedang sakit. Jadi, ketika seseorang meninggal, dia akan dilapisi dengan formalin untuk mengawetkan badannya, dan disimpan di rumah hingga tiba waktunya pesta kematian, ada yang cepat ada yang butuh waktu agak lama, semua itu tergantung dari kesepakatan keluarga yang ditinggalkan.
[caption id="attachment_302199" align="alignnone" width="300" caption="Suasana Pesta - Dok. Pribadi"]
![13845933351994268733](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b76ea83416538b456e.jpeg?t=o&v=770)
![1384594026295121292](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b76ea83416538b456f.jpeg?t=o&v=770)
Tidak semua kasta boleh melakukan upacara pesta kematian, hanya keluarga-keluarga yang tergolong dalam kasta yang tinggi saja yang boleh melakukan upacara pesta kematian. Dahulu kala, tinggi rendahnya kasta salah satunya dapat kita lihat dari berapa tongkonan yang berfungsi sebagai lumbung padi yang dimiliki oleh sebuah rumah.
[caption id="attachment_302200" align="alignnone" width="300" caption="Kerbau Belang - Dok. Pribadi"]
![13845934171631821079](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b86ea83416538b4570.jpeg?t=o&v=770)
Upacara pesta kematian ini tidaklah menelan biaya sedikit namun amat sangat fantastis bisa sampai ber Miliaran rupiah, wow sekali bukan. Kenapa bisa semahal begitu? Sebab acara pesta kematian ini biasanya terdiri dari adanya persembahan beberapa jenis hewan yakni, kerbau belang, kerbau hitam, kerbau jantan yang dikebiri, dan babi. Kerbau belang merupakan kerbau yang sangat diistimewakan dan menjadi ciri khas suku toraja, mau tau harga satu ekor kerbau belang ini? Angkanya bisa mencapai 650-800 juta per ekor, wow sekali, harga yang tidak masuk logika saya untuk sebuah kerbau, namun kekuatan sebuah budaya bisa mengalahkan itu semua. Dan yang lebih fantastisnya, sebuah upacara pesta kematian bisa menghabiskan hingga 17 ekor kerbau belang berdasarkan informasi dari bapak penjual kerbau yang saya temukan di pasar Bori, ah saya sudah tidak sanggup menghitung berapa banyak nol dari uang yang harus dikeluarkan, sungguh orang toraja ini kaya sekali.
[caption id="attachment_302201" align="alignnone" width="300" caption="Arakan Babi - Dok. Pribadi"]
![1384593476649906269](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b86ea83416538b4571.jpeg?t=o&v=770)
![1384593546293806084](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b86ea83416538b4572.jpeg?t=o&v=770)
Untuk kerbau hitam biasanya dihargai mulai dari 35 juta sedangkan babi mulai dari 3 juta, dan babi yang dijadikan persembahan biasanya sebanyak 30 ekor. Semua daging yang dijadikan persembahan acara kematian ini selanjutnya akan dibagikan kepada seluruh sanak saudara dan keluarga yang ditinggalkan. Mereka yang menerima daging tersebut akan mencatatkan hal tersebut seperti hutang pada keluarga almarhum, dimana dikemudain hari ketika keluarga mereka yang mengadakan upacara kematian, meraka akan membayar hutang daging tersebut. Suku toraja mempercayai bahwa hewan persembahan ini akan mempermudah jalan bagi seseorang yang meninggal tersebut di dalam akhirat.
[caption id="attachment_302204" align="alignnone" width="300" caption="Menuju Perkuburan - Toraja"]
![1384593707854535856](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/552b70b86ea83416538b4573.jpeg?t=o&v=770)
Upacara kematian ini bisa berlangsung selama 7 hari kurang lebih bergantung kepada kesepakatan keluarga. Tahap yang terakhir dari upacara kematian ini adalah mengantarkan jenazah menuju tempat pemakaman yang telah ditetapkan, biasanya diletakkan di dalam sebuah gua atau batuan besar yang memang sudah dibolongkan untuk dimasukan peti. Semakin tinggi kasta seseorang maka letak petiknya akan semakin sulit dijangkau, bisa dibagian paling atas batu atau kalau itu sebuah gua berarti ia diletakkan di tebing tertinggi. Mengapa demikian? Karena dahulu kala orang yang memilki kasta tinggi ini, biasanya selain berisikan jenazah petinya juga berisikan berbagai macam perhiasan dan emas berharga. Lebih lanjut, seseorang yang tergolong dalam kasta tinggi biasanya juga dibuatkan sebuah patung pahatan dirinya.