Mohon tunggu...
Fajar T
Fajar T Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Learn to Learn..........

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelusuri Jejak Wayang Kulit Sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity

11 Mei 2011   14:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:50 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Semenjak kecil hingga usia belasan saya sudah akrab dengan wayang kulit, hampir di setiap perhelatan pesta pernikahan, syukuran khitanan dan acara-acara syukuran lainnya hampir selalu digelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Untuk anak seusia saya waktu itu, saya termasuk anak yang dibilang aneh karena hampir tak pernah mau pulang ke rumah sampai pagelaran wayang itu usai (tancep kayon). Menginjak remaja, kegemaran saya menonton wayang kulit tidak berubah, meskipun jarak antara tempat pagelaran wayang kulit tersebut diadakan bisa mencapai puluhan kilometer tak menyurutkan niat saya untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit tersebut.

Seiring perjalanan waktu, pagelaran-pagelaran wayang kulit kian berkurang dan nyaris tidak ada lagi.Acara hajatan yang dulu dilengkapi dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk sekarang berganti dengan pementasan organ tunggal, campur sari atau pementasan acara-acara musik lainnya. Dinamika telah berkembang sedemikian rupa, sehingga pagelaran organ tunggal dengan menampilkan penyanyi-penyanyi cantik lambat laun mulai mengikis pagelaran budaya wayang kulit yang syarat dengan pendidikan mengenai budi pekerti, nasionalisme dan nilai-nilai kehidupan yang kaya dengan nilai-nilai kebudayaan asli bangsa Indonesia.

Wayang kulit lazimnya menceritakan kisah Mahabharata dan Ramayana. Namun seiring perkembangan dan perubahan dalam masyarakat, wayang kulit tersebut menjadi berkembang dan mulai mengambil tema-tema selain kisah Mahabharata dan Ramayana. Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Sungguh suatu prestasi yang membanggakan Bangsa Indonesia di kancah internasional. Prestasi tersebut memang layak diberikan untuk wayang kulit, karena dalam sebuah pagelaran wayang kulit memuat paparan jalan cerita dan juga dialog-dialog dari masing-masing tokoh dengan gaya yang unik dan khas sesuai dengan karakter yang melekat pada setiap tokoh wayang tersebut. Sehingga selain menguasai jalan cerita, seorang Dhalang juga harus menjiwai karakter dari setiap tokoh pewayangan yang dimainkan. Misalnya ketika memainkan Tokoh Bima, selain harus menguasai karakter Bima yang keras dan kaku, seorang Dhalang juga harus mampu menguasai karakter suara seorang Bima yang besar dan terkesan berat. Bahkan Dhalang juga dituntut untuk bisa menirukan suara seorang perempuan.

Pagelaran wayang kulit tidak hanya sekedar pementasan keahlian seorang Dhalang, namun lebih merupakan pagelaran budaya yang kompleks. Untuk dapat mementaskan pagelaran wayang kulit, lazimnya harus didukung dengan sekelompok musisi untuk memainkan segala jenis alat musik tradisional mulai dari Bonang Barung, Bonang Penerus, Penacah, Seruling Slenthem, Kendang, Kempul, Kethuk, Kenong, Siter, Gong, bahkan untuk yang memainkan drum. Selain musisi, sebuah pagelaran wayang kulit juga didukung oleh tiga atau empat biduan yang lazim disebut sebagai Sindhen atau Waranggana yang bertugas untuk melantunkan tembang-tembang tradisional sebagai pengiring jalannya cerita pewayangan tersebut. Tidak hanya itu, pagelaran wayang kulit membutuhkan berbagai peralatan pendukung yang kompleks seperti ketersediaan kain putih (kelir) sebagai tempat untuk memainkan wayang, ketersediaan wayang kulit itu sendiri sebagai jejer atau penghias kelir, batang pohon pisang sebagai tempat untuk menancapkan wayang, tata lampu dan lain-lain.

Pagelaran wayang kulit semalam suntuk memiliki banyak fungsi selain sebagai media hiburan masyarakat. Pagelaran wayang kulit dapat sebagai sarana untuk membawa berbagai pesan moral atas berbagai perkembangan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, bahkan permohonan doa dan dukungan atas sebuah terjadinya sebuah peristiwa. Bahkan tidak jarang dalam pagelaran wayang kulit tersebut bisa dimanfaatkan sebagai media untuk mempererat hubungan pemimpin atau pemerintah dengan masyarakat. Pagelaran wayang kulit juga bisa dijadikan media untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dalam suatu wilayah terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di wilayah tersebut dan tentunya masih banyak hal-hal yang dapat disampaikan melalui pagelaran budaya yang unik tersebut.

Saya adalah salah satu orang yang bersyukur pernah menikmati pagelaran wayang kulit. Banyak sekali nilai-nilai yang dapat saya ambil dari berbagai pagelaran wayang kulit tersebut. Disadari atau tidak, dalam sebuah pagelaran wayang kulit mengandung banyak sekali nilai-nilai falsafah yang sangat bermanfaat untuk hidup bermasyarakat. Saya belajar mengenal berbagai karakter manusia melalui setiap karakter yang melekat pada setiap tokoh pewayangan. Bahwa memang dalam hidup kita akan selalu menjumpai beragam karakter yang unik dan khas sebagai manusia. Bahwa benar dalam hidup ada sebuah nilai-nilai yang perlu diperjuangkan. Bahwa benar terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang luar biasa dibutuhkan perjuangan yang tidak biasa. Bahwa benar hidup hanyalah sebatas mampir untuk minum (mampir ngombe) sebagai media untuk mengumpulkan kebaikan dan media ibadah kepada Tuhan sebagai bekal unuk menyongsong kehidupan abadi setelah kematian.

Selain belajar mengikuti perubahan dan berbagai perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, sudah selayaknya generasi muda untuk menelusuri kembali budaya wayang kulit. Sebagai bangsa yang menghargai nilai-nilai kebudayaan, sudah selayaknya kita menjaga dan melestarikan wayang kulit yang unik tersebut. Lestarikan wayang kulit sebagai salah satu kekayaan Bangsa Indonesia yang lahir dan besar dari tetesan keringat dan darah para pejuang demi menegakkan kedaulatan NKRI.

Salam Kebudayaan...

Sumber Literatur : Di sini

Sumber Gambar : Di sini, Di sini, Di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun