Tulisan ini, Penulis suguhkan kepada para guru sosiologi SMA dan MA dan pemerhati soal ujian nasional. Tulisan ini berangkat dari keprihatinan Penulis terhadap substansi Kisi-Kisi Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah, tepatnya pada mata pelajaran Sosiologi tahun pelajaran 2016/2017 yang baru-baru ini tersebar luas melalui internet dan media sosial.
Ada dua hal yang perlu dicermati pada kisi-kisi ujian nasional di atas. Pertama, Pemerintah melalui BSNP Â (Badan Standar Nasional Pendidikan) Â telah menyandingkan materi masyarakat multikultural dengan perubahan sosial. Kedua, kandungan substansi materi yang diujikan. Sehubungan dengan dua hal di atas, berikut ini ulasannya.
Pertama, sebatas keyakinan Penulis, materi masyarakat multikultural itu berbeda dengan perubahan sosial. Materi masyarakat multikultural pada dasarnya adalah memposisikan masyarakat Indonesia yang beragam ini menjadi mulia, terhormat, dan sederajat dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apapun suku bangsanya, negara memiliki kewajiban dalam menjaga keberadaan identitas sosialnya. Identitas sosial itu adalah sistem religi, bahasa, tata busana, tari-tarian, lagu, tradisi, sistem teknologi, pola asuh, kesenian, kuliner, sistem medis, dan ragam identitas sosial suku bangsa yang ada.
Berangkat dari itulah, melalui Pemerintah, Negara berkewajiban mengenalkan kepada generasi penerus bangsa, yaitu pelajar. Tentu, semua identitas sosial suku bangsa ini diharapkan bermanfaat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam tradisi sosiologi, pendekatan yang lazim digunakan dalam materi masyarakat multikultur adalah pendekatan interaksionisme simbolik, yaitu pendekatan yang menekankan bahwa setiap interaksi sosial yang terbangun pada masyarakat yang beragam itu, memiliki makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal inilah yang kemudian diharapkan munculnya sikap generasi muda yang arif dan bijaksana dalam berinteraksi dengan masyarakat yang multikultural di Indonesia. Sikap toleran dan saling memberi maaf adalah turunan dari sikap kearifan dan kebijaksanaan nantinya. Dari sisi pesan yang diharapkan, materi masyarakat multikultural yang dimasukkan dalam kurikulum, sungguh mulia.
Sedangkan materi perubahan sosial, sebatas keyakinan Penulis, merupakan materi yang menekankan bahwa semua elemen-elemen sosial yang ada, pasti terjadi reposisi fungsi yang kemudian berubah nantinya. Hal ini terjadi, karena elemen-elemen sosial yang ada pada identitas sosial tidak lagi berguna dalam membangun bangsa dan negara Indonesia. Dalam tardisi sosiologi, pendekatan yang lazim digunakan pada materi perubahan sosial adalah pendekatan fungsionalisme struktural. Konsekwesni dari hal di atas kemudian adalah membangun konstruksi sosial bahwa identitas sosial pada masyarakat multikultural adalah lazim berubah, lazim diubah, dan jika perlu pantas dihilangkan.Â
Berdasarkan karakteristik materi masyarakat multikultural dengan materi perubahan sosial, jelas bertolak belakang. Di satu sisi menekankan bahwa identitas sosial pada masyarakat multikultural harus di jaga dan dilestarikan, namun disisi lain identitas sosial pada masyarakat multikultural adalah lazim dibinasakan.
Berangkat dari ulasan di atas, Penulis hawatir, BSNP secara tidak sadar telah mengkonstruksi cara berfikir generasi muda, melalui Kisi-Kisi Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah, untuk tidak lagi cinta dengan kajian-kajian keberagaman. Entah disengaja atau tidak, pemerintah cenderung merestui bahwa sistem religi, bahasa, tata busana, tari-tarian, lagu, tradisi, sistem teknologi, pola asuh, kesenian, kuliner, sistem kesehatan, dan ragam identitas sosial suku bangsa yang ada, nantinya hilang adalah sebuah keniscahyaan. Jika demikian, jelas ini proses ujian nasional yang cenderung merugikan semangat persatuan dan kesatuan.
Mumpung masih ada waktu, Kisi-Kisi Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah mata pelajaran sosiologi, mendesak dikaji ulang. Tentu atas dasar menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh. Dan juga langkah memisahkah kedua materi di atas harus segera dilakukan. Namun jika BSNP memiliki alasan lain yang bertolak belakang dari kehawatiran di atas, BSNP harus segera menjelaskan.
Kedua, perihal kandungan substansi materi yang diujikan. Hal yang perlu diperhatikan, Pemerintah (BSNP) harusnya lebih cerdas dalam menyusun indikator ketercapaian kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam proses belajar. Standar ketercapaian belajar sudah saatnya berangkat dari rencana besar terhadap peranan apa yang perlu dilakukan setiap generasi penerus nanti dalam mewujudkan kesejahteraan sosial yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia. Berkenaan materi masyarakat multikultur (tanpa dipaksa bersandingan dengan materi perubahan sosial), maka jelas peranan generasi penerus tidak lepas dari tindakan cinta tanah air, tindakan selalu hidup berdampingan, dan tindakan kreatif untuk tetap menjaga rasa cinta tanah air dan rasa ingin selalu hidup berdampingan.Â
Jika pemerintah serius mengharapkan tiga peranan di atas, maka instrumen yang perlu dihadirkan dalam kisi-kisi Ujian Nasional pada mata pelajaran sosiologi, tepatnya pada materi masyarakat multikultural adalah memunculkan soal-soal berbasis peranan status sosial yang diharapkan. Soal-soal ujian nasional sudah saatnya fokus pada rekayasan sosial, bukan soal-soal ujian nasional yang penuh dengan kepura-puraan. Jika pemerintah berani melangkah demikian, Penulis yakin kehormatan nilai dari ujian nasional akan terhormat di kemudian, bukan sebaliknya, diremehkan, ditentang, dan tidak digunakan.Â