[caption caption="Sumber: forgottenmotherland.com"][/caption]Sundaland dalam Ilmu Pengetahuan Modern
Setelah Gunung Toba meletus 74.000 tahun lalu yang memusnahkan hampir semua manusia dan kalderanya terjadi Danau Toba, maka terjadi kembali migrasi manusia dari Afrika ke Sundaland di sekitar 70.000 tahun lalu. Mereka bermigrasi menyusuri pesisir pantai melalui India Selatan sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Stephen Oppenheimer dari Oxford University, Inggris, yang dikenal menulis buku: “Eden in The East: The Drowned Continent of Southeast Asia” (1999). Dia menulis buku ini setelah memimpin proyek besar yang dipercayakan HUGO (Human Genome Organizatioan) melakukan pemetaan DNA manusia sedunia (Kompas, 20/10-2011). Kemudian 90 orang lebih ilmuwan Asia dari konsorsium Pan-Asian SNP di bawah naungan Human Genome Organization (HUGO) memetakan jalur migrasi manusia ini sebagai satu-satunya jalur migrasi ke Sundaland secara lebih tegas. Para ilmuwan ini telah melakukan studi terhadap 73 populasi Asia Tenggara dan Asia Timur, yang selain berhasil memetakan jalur migrasi tadi, mereka menyimpulkan bahwa akar genetik manusia berhubungan sangat erat antara kelompok etnik dan kelompok bahasa (Detik, 11/12-2009; Kompas, 14/12-2009 & 12/12-2011). Migrasi dari Afrika yang tejadi ini sebagian melewati Sundaland hingga sampai ke Papua dan Australia, yang sekarang disebut Aborigin di Australia. Migrasi dari Afrika ini sesuai dengan teori “Out of Africa” yang terkenal itu.
Sejak 20.000 tahun lalu, menjelang tenggelamnya Sundaland, terjadi banyak letusan gunung berapi, gempa bumi, dan banjir, sehingga membuat para penghuni Sundaland berhamburan ke Asia Daratan, yang disebut sebagai peristiwa “Out of Sundaland”. Dengan demikian, selama 50.000 tahun sudah banyak manusia mendiami Sundaland, sehingga Stephen Oppenheimer tiba pada kesimpulan bahwa Sundaland merupakan induk peradaban dunia (Kompas, 27/10-2010). Di sisi lain, Prof. Arysio Nunes dos Santos, Ph.D. dalam bukunya: “Atlantis The Lost Continent Finally Found” (2005), malah menguraikan sebuah teori yang menempatkan secara definitif bahwa Atlantis berada di wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Brunei (Wikipedia). Kemudian terkait dengan keterlibatannya dalam penelitian atas situs megalitik Gunung Padang di Cianjur, geolog Dr. Danny Hilman (2013), menulis dan meluncurkan bukunya dalam acara seminar: “PLATO TIDAK BOHONG: Atlantis Ada di Indonesia”. Lebih jauh lagi, Dhani Irwanto, dalam bukunya: “Atlantis: The Lost City is in Java Sea” (2015), menyampaikan sebuah hipotesis baru bahwa Atlantis ada di Laut Jawa, dekat Pulau Bawean, yaitu di antara pulau Bawean dengan daratan Kalimantan. Semuanya ini menyebabkan Indonesia menjadi perhatian para ilmuwan dunia sekarang ini dengan sebuah pertanyaan: “Apakah yang mereka kerjakan selama 50.000 tahun di Sundaland?”. Stephen Oppenheimer dan Arysio Nunes dos Santos telah berjasa mempromosikan Indonesia ke seluruh dunia melalui buku yang mereka tulis.
Sundaland akhinya tenggelam sekitar 8.000 tahun lalu di mana air laut naik permukaannya hingga memasuki daratan rendah Sundaland tersebut. Sehingga, tinggallah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, yang merupakan daratan tertinggi dari Sundaland tersebut dan menjadi terpisah dari Semenanjung Malaka. Demikianlah bekas kawasan Sundaland yang sekarang dikenal dengan Semanjung Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya.
Y-DNA Haplogroups dari Populasi Toba
Sebagaimana dikemukakan oleh Tatiana M. Karafet (Karafet et al. 2010), dari Universitas Arizona – Amerika Serikat, bahwa TOBA Y-DNA Haplogroup terdiri dari: K-M526*= 13,51%, O-M95*=13.51%, O-M201*= 56,76%, O-M110= 10,81%, O-P203= 2,7%, dan R-M214= 2,7% (http://www.anthrogenica.com/showthread.php?2573-New-DNA-Papers-General-Discussion Thread/page49).
Kemudian lebih lengkap lagi mengenai Y-DNA Toba ini digambarkan seperti di bawah ini:
Populasi Sundaland Tatiana M. Karafet et al. (2010) menjelaskan sebelumnya bahwa K-M526*ditemukan di Sumatera dan Sulawesi. K-M526* ditemukan pada Toba dan Mandar. Karena ada ditemukan pada populasi etnis Toba, sehingga perlu juga hal ini dibicarakan secara khusus. Phylogeny tree yang disusun berdasarkan penelitian Tatiana M. Karafet et al. (2014), dalam papernya: “Improved phylogenetic resolution and rapid diversification of Y-chromosome haplogroup K-M526 in Southeast Asia”, membantu memberikan penjelasan tentang K-M526* yang berawal dari K2. Terkait dengan Toba Y-DNA Haplogroups di atas, maka lebih jauh perlu juga melihat Phylogenetic Tree berdasarkan Karafet et al., (2014) sebagai berikut:
[caption caption="Sumber: forgottenmotherland.com"]
Karafet et al. (2014) menjelaskan bahwa struktur filogenetik dari haplogroup K-M526* sekarang dibagi dalam 4 subclade utama (K2a-d). Adapun yang terbesar ialah K2b, yang dibagi menjadi dua kelompok: K2b1 dan K2b2. K2b1 menggabungkan haplogroup sebelumnya yang dikenal sebagai haplogroup M, S, K-P60 dan K-P79. Sedang K2b2 terdiri dari haplogroup P dan sub-haplogroup Q dan R, yang mayoritas membentuk garis keturunan ayah/pria (paternal) di Eropa, Eurasia dan Amerika. Dan, merupakan satu-satunya subclade K2b yang berada di luar geografi Sundaland dan Oseania. Itu sebabnya, disimpulkan bahwa haplogroup P, yang merupakan leluhur bangsa Eropa, bermigrasi dari Sundaland seperti dikemukakan sebelumnya oleh Stephen Oppenheimer. Sementara itu, K2-M526*ditemukan pada populasi Sumatra & Sulawesi, dan jika perpisahan ini terjadi 50.000 tahun yang lalu, maka lokasi paling ideal adalah di antara keduanya, yaitu Sundaland. Berdasarkan mtDNA populasi Etnis Toba dengan macrohaplogroup M yang sebanding dengan frekuensi K-M526*, maka diperkirakan K-M526* berasal dari populasi Sundaland.