Pembangunan berwawasan industri yang ditandai oleh bertaburannya gedung-gedung plus pabrik sebagai pusat industrialisasi tanpa kontrol. Membuat kebutuhan akan listrik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Belum bicara mengenai gaya hidup kota besar yang memiliki kecendrungan akan boros listrik. Akibatnya sempat direncanakan kebijakan pemadaman bergiliran dan menuai tentangan dari semua kalangan terutama dari kalangan pengusaha. Pemerintah berusaha menanggulanginya  dengan mempercepat pembangunan PLTU Suralaya (kapasitas 1x625 Megawatt), PLTU Teluk Naga (3x300 Megawatt), PLTU Labuan(2x316Megawatt), PLTU Pelabuhan Ratu (3x300Megawatt), PLTU Indramayu (3x330 Megawatt), PLTU Rembang (2x316 Megawatt), PLTU Cilacap(1x600Megawatt), PLTU Pacitan (2x300megawatt, PLTU Paiton (1x660Megawatt), PLTU Tanjung Awar-awar(2x300megawatt)[1]. Tanpa adanya kebijakan menyeluruh mengenai ketenaga listrikan yang didalamnya juga kemandirian atas energi pembangunan berbagai pembangkit listrik ditakutkan menjadi perkerjaan sia-sia. Andaipun berhasil hanya sebagai obat penawar sakit tanpa mampu menghilangkannya.
POTENSI ENERGI INDONESIA
Indonesia memiliki potensi kekayaan enerji yang besar dan apabila dikelola dengan benar akan mampu mencukupi kebutuhan listrik secara nasional. Cadangan gas alam yang mencapai 185,8 triliun kaki kubik sekitar (1,5 % cadangan dunia), cadangan batu bara 5,7 miliar ton (sekitar 3 % cadangan dunia), panas bumi 27 000 MW (sekitar 40% cadangan dunia), minyak bumi 8,6 miliar barel (1% cadangan dunia)[2] Untuk panas bumi masih diperdebatkan besarnya  cadangan yang dimiliki. Potensi panas bumi yang telah terbukti sebesar 2000 MW sisanya cadangan yang mungkin dan cadangan spekulatif menurut pengamat kelistrikan Herman Darnel Ibrahim[3]. Tipisnya cadangan bahan bakar berbasiskan fosil membuat seluruh pemerintahan didunia mulai mencoba mengembangkan potensi energi terbarukan. Selain relatif lebih aman untuk dikonsumsi, persediaanya memiliki kecendrungan lebih lama dan dapat diperbaharui. Indonesia sendiri memiliki potensi seperti mikrohidro sebesar 450 Megawatt (mw), biomassa 50 gigawatt(Gw), energi surya 4,80 kilowatt hour (kwh) permeter persegi. Enerji angin 3-6 meter perdetik[4].
KELEMAHAN SEKTOR ENERGI
Ada beberapa kelemahan dalam pengolahan enerji : pertama, infrastruktur penunjang yang tidak dimiliki ketika membangun pembangkit. Pembangkit listrik tenaga gas menjadi contoh dalam menggambarkan lemahnya infrasturktur penunjang dan sebenarnya fungsinya sangat vital. Pasokan gas untuk pembangkit masih kurang sekitar 44,3% atau sekitar 731 million British thermal unit(mmBtu) per hari. Dari total kebutuhan sekitar 1595 mBtu perhari. Pasokan gas yang mampu dipenuhi oleh para kontraktor kerja sama hanya 55,7 % atau sekitar 889 mBtu. Tidak optimalnya pasokan dikarenakan tidak tersedianya pipa gas yang menghubungkan sumber gas ke pembangkit listrik. Tidak tersedianya pipa gas mengakibatkan beberapa pembangkit seperti : pembangkit Aceh Timur, PLTGU Grati, PLTGU Gresik, PLTGU Tambak Lorok, PLTGU Muara Tawar, PLTGU Cilegon, PLTGU Priok, PLTGU Muara karang, PLTGU Muara Karang Repowering, PLTGU Belawan dan PLTGU Teluk lembu. Pembangkit diatas masih dioperasikan dengan bahan bakar minyak. Pembangunan pipa tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat Misalnya pembangunan pipa gas Sumatra –Jawa membutuhkan waktu 10 tahun[5]. Kedua, potensi alam Indonesia tidak diorientasikan untuk menunjang kebutuhan domestik karena dipandang tidak menguntungkan. Misalnya adalah potensi batu bara Indonesia australiadata Merrill lynch menyebutkan pada tahun 2007 total produksi batu bara sebesar 198 juta ton dan yang diekspor mencapai 160 juta ton[6]. Ketiga adalah dibiarkannya kekayaan dalam negeri dikeruk oleh tangan-tangan korporasi dari luar negeri. Sementara Pertamina sendiri dipandang mampu dalam melakukan pengolahan secara maksimal. Ditengah arus modal keluar masuk dimasa sekarang kelihatanya sudah sangat sulit mempertahankan ekonomi dengan sama sekali bebas dari keterlibatan pihak luar negeri. Langkah awal dari pemerintah Indonesia sendiri seharusnya mampu menjadi negosiator tangguh dalam pembagian keuntungan sehingga kerjasama tidak sekedar kata-kata tapi lebih berorientasi keadilan, pertama bagi pemerintah karena menambah anggaran pembelanjaan tahunan kedua bagi masyarakat sekitar tapak pembangunan agar tidak sekedar menjadi obyek dan tergusur tapi mampu berperan aktif dalam menentukan apa yang paling pantas bagi mereka.
PENGELOLAAN ENERGI INDONESIA
Perekonomian tenaga kini lazim dibedakan tiga sektor besar pembagian energi seperti perumahan dan niaga, transportasi dan industri. Sektor terakhir mencakup pertanian, pertambangan dan konstruksi[7]. Dengan kebijakan pemerintah yang berorientasi pembangunan tanpa kontrol ketat serta berlandaskan investasi dari dalam maupun luar negeri. Mengakibatkan 3 sektor diatas melesat dengan cepat. Meningkatnya jumlah penduduk karena perkembangan manusia membutuhkan sarana perumahan akan terus meningkat. Perumahan terkait erat dengan konsumsi seperti lampu untuk penerangan, televisi sebagai hiburan dll. Walaupun terjadi kesenjangan apabila dikaitkan dengan kepemilikan, akan sangat jauh berbeda ketika dibandingkan antara kebutuhan rumah elit (kaya) dengan elit(ekonomi sulit). Bisa diperjelas dengan mudah siapakah pengkonsumsi listrik terbesar. Pada bidang transportasi konsumsi akan kendaraan pribadi melonjak dengan cepat. Kenaikan ini ditopang dengan proses pembelian dengan berbagai kemudahan (kredit) akibatnya jalan-jalan dibanjiri oleh kendaraan. Infrastruktur jalan tidak mampu menopang kenaikan kendaraan sehingga menimbulkan kemacetan besar-besaran.   Bagi dunia industri kebutuhan akan listrik adalah harga mati karenanya tanpa adanya tenaga penggerak proses produksi berlandaskan mesin-mesin berteknologi tinggi tidak akan bisa beroperasi.
Langkah-langkah menanggulangi kebutuhan enerji adalah melakukan desentralisasi energi untuk meningkatkan pasokan dengan melakukan pemetaan potensi tiap wilayah Indonesia seperti yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat ketika menggembangkan Desa Mandiri Enerji. Proyek ini memanfaatkan air terjun di tujuh lokasi dengan membangun pembangkit listrik mikrohidro Teras Genit di Lombok Barat. Wakil Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat, Heryadi Rahmat mengatakan pembangkit ini mampu menghasilkan energi 30 kilowatt. Selain air terjun akan memanfaatkan panas bumi di Sembahan, kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan penelitian badan geologi mampu menghasilkan energi sebesar 65 megawatt. Begitu juga dengan potensi panas bumi di kabupaten Dompu. Potensi arus bawah laut akan dimanfaatkan, seperti di perairan Tanjung Menangis kabupaten Lombok Timur. Pembangkit ini bisa menghasilkan listrik sebesar 110 Kilowatt dan akan memenuhi kebutuhan 200 rumah. Tanjung Menangis memiliki potensi kecepatan arus 2,75 m/detik dan memiliki kemampuan operasional selama 9 jam[8]. Mungkin tidak semua wilayah Indonesia memiliki potensi alam untuk menunjang kemandirian energinya. Pemerintah harus menjamin adanya kerja sama antar wilayah agar pada satu sisi terjadi maksimalisasi potensi wilayah dan tersedianya pasokan listrik terhadap beberapa wilayah yang dipandang kurang memiliki potensi.
Kedua, lebih berorientasi kedalam seperti yang dilakukan oleh Komisi nasional reformasi dan pembangunan Tiongkok mengeluarkan kebijakan pengurangan ekspor untuk melindungi pasokan dalam negeri pada tahun 2003 ekspor mencapai 100 juta ton kemudian turun hingga menjadi 70 juta ton pada tahun 2007, Rusia mensyaratkan produsen memasok 50 juta ton batu bara untuk pasar domestik. Setara dengan 93 % produksi dalam negeri, Vietnam mengurangi ekspor batu bara ke Tiongkok sebesar 13 juta ton tahun ini, salah satu produsen dari benua afrika membatasi ekspor ke luar negeri selain untuk kepentingan domestik, mereka terkendala dengan biaya transport ke Asia Afrika. Ketiga melakukan pengubahan konstruksi terhadap bangunan yang disesuaikan dengan kondisi alam seperti yang dilakukan oleh Bank Nederlands internasional Pada tahun 1978 memerlukan citra baru untuk membangkitkan bisnisnya yang sedang lesu dan cara yang dipandang terbaik adalah dengan mendirikan kantor cabang baru. Dengan adanya isu lingkungan hidup yang sudah masuk agenda utama pemerintah belanda para direktur memutuskan tidak meniru gedung perkantoran dengan baja dan kaca mereka memutuskan membangun gedung organis yang selaras dengan alam. Tingkat kebisingan rendah, tumbuhan hijau dan seni mensyukuri semangat kemanusiaan. Hasilnya luar biasa pada tahun 1987 kantor pusat ini menghemat 80% enerji dibandingkan kantor perusahaan lai disebelahnya, dan lebih hemat 90 % dari kantor pusat sebelumya[9]. Keempat, persoalan ketahanan energi tidak semata-mata mencari potensi baru tanpa melakukan perubahan gaya hidup manusia. Misalnya pada bidang transportasi yang memiliki keeratan dengan kemacetan di kota-kota besar.  Pemerintah diminta untuk memiliki ketegasan terhadap pembatasan impor kendaraan bermotor dari luar negeri, kebijakan pembatasan dibarengi dengan perbaikan sektor transportasi publik, ketika penduduk nyaman menggunakan kendaraan umum ketergodaan terhadap kendaraan pribadi bisa sedikit dikurangi. Kelima, Gembar-gembor mengenai kerusakan lingkungan dan pemanasan lingkungan telah menjadi perhatian dunia. Misalnya yang dilakukan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara megakibatkan pencemaran terhadap udara. Hujan asam melanda berbagai negara industri maju ditengarai oleh penggunaan batubara sebesar-besarnya.  Mengakibatkan diadakannya konfrensi yang melibatkan banyak negara maupun ornop lintas negara menjadi bukti nyata keprihatinan semua pihak terhadap bumi ini. Robert S Dyer, seorang ahli ilmu lautan dan bekerja untuk badan perlindungan lingkungan Amerika Serikat, melaporkan menemukan unsur plutonium di pantai Atlantik dan Pasifik Amerika Serikat. Plutonium ini berasal dari 114.500 barrel sampah radioaktif yang dibuang pemerintah ke laut antara tahun 1946 dan 1970[10]. Bisa dikatakan bahwa laut adalah tong sampah paling efektif. Salah satu cara untuk meningkatkan taraf kelayakan hidup manusia adalah mulai meningkatkan riset bagi sumber energi yang dapat diperbaharui, sehingga ketergantungan terhadap tenaga berbasiskan fosil dapat terus menerus dikurangi penggunaanya.
[1] Koran Tempo Senin 14 Juli 2008
[2] Koran Tempo Jumat 18 Juli 2008.
[3] Kompas, Jumat 11 Juli 2008
[4] Media Indonesia, Selasa 26 Agustus 2008. Hal: 13.
[5] Koran Tempo 16 September 2008
[6] Senin 7 Juli 2008 Koran Tempo
[7] Blackburn Jhon.(1988)Energi Terbarui.YOI.jakarta.Hal 13-14
[8] Koran Tempo Jumat 18 Juli 2008
[9] Flavin Christopher, Lenssen Nicholas. 1995. Gelombang Revolusi Energi. YOI. .Jakarta. Hal 259-260
[10] Brown L Lester(1982) Hari Yang keduapuluh Sembilan Erlangga untuk Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Hal 51