Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inilah Alasan Australia Menyadap Ponsel Ibu Ani Yudhoyono, Kenapa SBY Diam Saja?

16 Desember 2013   17:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:52 2259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_284255" align="aligncenter" width="476" caption="SBY dan Ibu Ani (Tribunnews.com)"][/caption]

Di dalam artikel saya di Kompasiana yang berjudul Australia Sadap Indonesia: Karena di Dalam Sadapan Itu Namaku Disebut, saya menyebutkan bahwa kemarahan Presiden SBY yang terlambat datangnya terkait dengan informasi Australia menyadap Indonesia itu dikarenakan bahwa belakangan baru muncul informasi bahwa dalam penyadapan itu ternyata dinas intelijen Australia (Defence Signals Directorate / DSD, -- sekarang Australian Signals Directorate/ASD) juga menyadap ponsel SBY dan istrinya, Ibu Ani Yudoyhono.

Informasi tentang Australia menyadap Indonesia diungkapkan media Australia berdasarkan bocoran dari Edward Snowden pada 31 Oktober 2013, ketika itu belum ada informasi mengenai siapa saja yang disadap. Baru pada 18 November 2013 muncul informasi mengenai siapa saja yang disadap Australia pada Agustus 2009 itu, yakni, Presiden SBY dan Ibu Ani, dan delapan pejabat negara lainnya di dalam kabinet SBY, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sejak itulah SBY langsung tampil sendiri ke depan mengekspresikan kemurkaannya kepada Australia, dan menulis surat, menuntut penjelasan dan permintaan maaf dari pemerintah Australia, PM Tony Abbott. Tetapi, ketika tuntutan itu tak dipenuhi Abbott dalam surat balasannya,  – seperti yang sudah diduga – SBY akhirnya tak bereaksi lagi.

Meskipun ini sudah merupakan “tradisi” SBY dalam mengambil sikap seperti itu, kita patut bertanya, kenapa amarah SBY itu tiba-tiba luntur, berubah 180 derajat? Dari pamer murka ke dunia internasional seperti itu, tetapi mendadak diam dan lunak justru setelah Abbott tidak memenuhi kehendaknya itu (menuntut penjelasan dan permintaan maaf).

Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana sebelumnya pernah memberi peringatan tentang itu, bahwa pemerintah Australia tidak mungkin akan mau memberi penjelasan, apalagi meminta maaf, mengenai kasus penyadapan itu. Tetapi SBY membandel, dan tetap menuntut hal tersebut kepada PM Abbott.

Meskipun, akhirnya apa yang diperingatkan Hikmahanto Juwana itulah yang terjadi (tidak ada penjelasan dan permintaan maaf dari pemerintah Australia), tetapi kita akhirnya mendapat penjelasan dari pihak lain, kenapa Australia (dan juga Amerika Serikat) menyadap ponsel SBY dan Ibu Ani?

Yakni, dari sebuah artikel analisis yang ditulis di The Australian, edisi Sabtu, 14 Desember 2013, dengan judul Why Australias Spies Targeted SBY's Wife -- Kristiani Herawati. Berdasarkan dokumen-dokumen Wikileaks yang diperolehnya, The Australian menganalisis alasan kenapa sampai DSD, CIA, dan NSA merasa sangat perlu melakukan penyadapan, terutama kepada Kristiani Herawati alias Ibu Ani Yudhoyono, yang sebenarnya “hanya” seorang First Lady, pendamping suaminya.

Untuk apa menyadap ponsel Ibu Ani, yang dalam kehidupan kesehariannya sejatinya tidak terlalu jauh berbeda dengan kehidupan istri pejabat tinggi lainnya? Menyadap ponsel Ibu Ani hanya akan mendapat informasi tentang daftar belanja, dan gosip murahan? Ternyata, Ibu Ani tidak seperti itu. Ternyata, peran dia sangat besar dan penting dalam pemerintahan Presiden SBY, suaminya. Dengan sendirinya akan ikut mempengaruhi kebijakan politik dalam dan luar negeri Indonesia.  Sedangkan Indonesia adalah salah satu negara terpenting bagi kedua negara itu, apalagi bagi Australia.  Itulah alasan kenapa sampai dinas intelijen Australia (DSD), juga CIA dan NSA merasa sangat perlu menyadap ponsel Ibu Ani dan suaminya, SBY.

Alasan inilah yang mungkin membuat SBY yang awalnya murka kepada Abbott, akhirnya diam, karena khawatir reaksinya itu justru membuat rahasia itu terungkap ke permukaan. Tetapi, tetap saja kehawatirannya itu terjadi, melalui The Australian itu.

Dari dokumen-dokumen Wikileaks tersebut The Australian menganalisis bahwa ternyata peran Ibu Ani Yudhoyono terhadap suaminya dalam menjalankan pemerintahan, jauh melebihi perannya sebagai sekadar seorang first lady. Bahkan SBY dalam mengambil kebijakan-kebijakan tertentu bergantung kepada Ibu Ani. Sampai-sampai peran para penasihat SBY, seperti T.B Silalahi pun tersingkirkan.

Sangat besarnya pengaruh Ibu Ani terhadap SBY dalam menjalankan pemerintahannya itu sudah dilaporkan sejak Oktober 2007, ketika roda pemerintahan Indonesia sudah dijalani SBY selama tiga tahun pemerintahan periode pertamanya.

Pada 17 Oktober 2007, sebuah telegram rahasia dikirim Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk para diplomat Amerika di Canberra, Australia, dan CIA. Isinya, saat terungkap enam tahun kemudian, menjadi aspek paling kontroversial dari skandal mata-mata Australia terhadap Indonesia karena sasarannya adalah ibu negara Indonesia,” demikian The Australian membuka analisisnya.

Namun, orang penting baru ini, kata telegram itu, bukan wakil presiden, bukan pula anggota kabinet inti SBY. Dia adalah istri SBY, yaitu Kristiani Herawati, atau dikenal sebagai Ibu Ani Yudhoyono.

Peran Ibu Ani, tulis The Australian, semakin kuat menjelang dan selama periode kedua pemerintahan Presiden SBY (2009). Dia mempunyai pengaruh sampai dengan penyusunan dan perubahan kabinet SBY.Kedubes AS mengidentifikasi dia sebagai pengaruh utama di balik keputusan SBY menyingkirkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dari calon wakil presiden pada Pilpres 2009.

“Pengaruh Ibu Ani yang sedang naik ketika itu tidak terbatas pada suaminya. Dia juga mengerahkan kekuasaan terkait perubahan di kabinet SBY dan orang-orang di lingkaran dalam. Kedubes AS mengidentifikasi dia sebagai pengaruh utama di balik keputusan SBY menyingkirkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dari calon wakil presiden pada Pemilu 2009.”

[caption id="attachment_284257" align="aligncenter" width="452" caption="(Sumber: theaustralian.com.au)"]

13871892801619297901
13871892801619297901
[/caption]

Analisis ini mengingatkan kita tentang pernyataan Presiden SBY ketika merespon dengan kemarahan luar biasa atas kesaksian mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Isaaq (LHI) beberapa waktu lalu.

Ketika itu, di dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, yang sedang mengadili kasus suap impor daging sapi, LHI mengatakan, dia pernah menemui seseorang yang bernama Bunda Putri karena orang tersebut sangat dekat dengan Presiden SBY. Bunda Putri disebutkan sangat tahu dan bisa ikut berperan dalam reshufle kabinet yang tempo hari dilakukan oleh Presiden SBY. Belakangan beberapa media mensinyalir bahwa Bunda Putri dekat dengan Ibu Ani.

“…. Bunda Putri adalah orang yang sangat dekat dengan Presiden SBY, seribu persen Luthfi  bohong! Dia sangat tahu dengan kebijakan reshuffle kabinet, dua ribu persen itu bohong!” seru SBY ketika itu. Kata dia, dalam menyusun kabinet dan perubahannya, hanya dialah yang menentukannya, tidak ada satu orang lain pun yang tahu, apalagi mempengaruhinya. Bahkan isitrinya, Ibu Ani pun tidak tahu, siapa-siapa yang akan dia dudukan di kabinetnya, sebelum pengumuman resminya diumumkan.

Nah, bagaimana sekarang dengan adanya analisis The Australian, yang berdasarkan data dari Wikileaks, menyebutkan begitu besarnya pengaruh Ibu Ani terhadap SBY, termasuk dalam menyusun anggota kabinetnya?

Anehnya, pihak Istana telah mengumumkan SBY tidak merasa perlu merespon artikel di The Australian itu. Karena, katanya, analisis tersebut tidak logis, tidak nyambung, dan penuh dengan kebohongan. Padahal, The Australian menulisnya berdasarkan dokumen-dokumen yang diperolehnya dari Wikileaks, sangat jauh lebih serius jika dibandingkan dengan kesaksian LHI. Bahkan kesaksian LHI itu sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan artikel The Australian ini, karena artikel itu sangat jauh lebih serius, sangat mendalam dan rinci. Termasuk analisis yang mengatakan ambisi Ibu Ani untuk melanggengkan kekuasaan Keluarga Cikeas melalui suksesi dirinya dan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai presiden berikutnya setelah suaminya.

Apalagi di artikel itu juga menulis seperti ini: “Pada awal Juni 2006, para diplomat AS di Jakarta mencatat dalam sejumlah telegram mereka tentang upaya-upaya keluarga Presiden, "Terutama ibu negara Kristiani Herawati ... untuk mendapatkan keuntungan finansial dari posisi politiknya. Ibu negara Kristiani Herawati semakin berusaha untuk mendapat keuntungan pribadi dengan bertindak sebagai broker atau fasilitator untuk usaha bisnis.... Banyak kontak juga memberitahu kami bahwa anggota keluarga Kristiani telah mulai membangun perusahaan demi mengomersilkan pengaruh keluarga mereka."

[caption id="attachment_284256" align="aligncenter" width="542" caption="Lampiran dokumen Wikileaks tentang peran penting Ibu Ani dalam pemerintahan Presiden SBY (theaustralian.com.au)"]

1387189144223241643
1387189144223241643
[/caption]

Kalau pun analisis The Australian itu penuh kebohongan, seperti yang dikatakan Istana, tentu SBY jadi lebih gampang dan seharusnya jauh lebih berani untuk berseru dengan suara yang lebih lantang, misalnya: “Sepuluh ribu persen The Australian bohong!” Tetapi, kenapa hal itu tak dialakukan? Kenapa ketika “tuduhan” yang sangat jauh lebih serius datang dari Australia, SBY malah diam saja?

Analisis The Australian tersebut membuat kita juga teringat tentang penetapan Letnan Jenderal Sarwo Edhi Wibowo, Panglima Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), -- cikal bakal Kopassus, pada 1965-1967, oleh Presiden SBY pada awal November 2013 lalu. Penetapan yang sempat memicu kontroversial ini, juga bisa jadi ada pengaruh Ibu Ani di baliknya. Mengingat Sarwo Edhi adalah ayahnya, sekaligus mertua SBY.

Begitu besarnya pengaruh Ibu Ani di dalam pemerintahan Presiden SBY itu diyakini Australia dan sekutunya, terutama Amerika Serikat, sangat besar pengaruhnya dalam konstelasi politik Indonesia, di masa itu, sekarang, dan yang akan datang. Oleh karena itulah mereka menilai sangat penting melakukan penyadapan terhadap ponsel Ibu Ani dan tentu saja, suaminya, Presiden SBY.

Secara logika, analisis yang diajukan The Australian itu benar-benar masuk akal, dan nyambung. Apabila Ibu Ani sama sekali tidak punya peran apa-apa, seperti yang dikatakan pihak Istana, untuk apa sampai dinas intelijen dari Australia dan Amerika Serikat merasa begitu penting menyadap ponselnya? ***

Catatan:

Kutipan artikel dalam bahasa Indonesia, diambil dari Kompas.com. Lihat artikel asli Kompas.com, di sini (1) dan di sini (2).

Artikel asli The Australian dimaksud, klik di sini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun