Saya pernah menonton tanyangan film yang menceritakan betapa kejamnya hiu, dia membunuh, menerka, dan mengincar manusia bagaikan hewan yang ditakuti di lautan. Jika kita berfikir dan mencari fakta, apakah itu benar ? selama ini diceritakan dalam film yang telah merubah mindset kita bahwa hiu itu hewan yang sangat ditakuti akan kebuasannya di lautan. Mari kita bahas bagaimana hiu itu merupakan hewan yang sangat berharga untuk alam dan bagaimana kita sebagai manusia telah merampas itu semua.
Hiu dan Perannya
Hiu merupakan hewan bertulang rawan (Elasmobranchii) yang hidup di lautan maupun air tawar, yang tersebar luas di perairan dunia termasuk Indonesia sendiri. Saat ini telah ditemukan 500 jenis hiu di seluruh dunia (Compagno etal., 2005) serta berdasarkan studi dan hasil penelitian yang dilakukan hingga 2010 di Indonesia sendiri terdapat 120 jenis ikan hiu yang telah ditemukan (Fahmi, 2010).
Di lautan sendiri hiu mempunya fungsi ekologis yaitu menempati posisi puncak di dalam rantai makanan di laut dan berperan penting dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem. Para peneliti telah mengantisipasi dan memprediksi bahwa jika fungsi hiu ini dihilangkan maka secara pasti akan merubah tatanan ilmiah dalam struktur komunitas yang akan berakibat pada tergangunya keseimbangan ekosistem. Bahkan Dharmadi dalam seminar nasional tentang Prevent Extencion, DO Conservation di Universitas Diponegoro tahun 2016, menjelaskan bahwa hiu sebagai top predator akan menyeleksi makanannya yaitu hiu akan memakan kelompok ikan dalam kondisi lemah atau sakit sehingga akan menyisakan kelompok ikan dalam kondisi baik di suatu ekosistem tersebut.
Sebagai contoh hasil penelitian oleh Basmcompte et al (2005) hilangnnya predator puncak yaitu hiu diperairan ekosistem terumbu karang di wilayah Karabia mengakibatkan meningktanya populasi ikan-ikan herbivore dan omnivore dilokasi tersebut yang mengakibatkan vegetasi di laut menjadi berkurang sehingga ikan-ikan anakan (Juvenil) dan biota bentik lainnya kehilangan makanan dan tempat perlindungannya, hal ini akan berdampak akan hilangnya ekosistem terumbu karang karena tidak ada yang mengontrol populasi ikan dibawahnya yaitu ikan omnivore dan herbivore.
Ancaman Hiu
Dharmadi dalam seminar nasional tentang Prevent Extencion, DO Conservation di Universitas Diponegoro tahun 2016, juga menjelaskan bahwa hiu mempunyai laju pertumbuhan yang sangat lambat yaitu mencapai 2cm per-tahun, dan hasil reproduksi yang sangat sedikit hanya 2-4 ekor sekali reproduksi dibandingkan ikan-ikan lainnya yang dapat bereproduksi hingga ratusan bahkan ribuan ekor dalam sekali bereproduksi. Hiu juga membutuhkani waktu lama hingga mencapai masa matang atau siap untuk kawin dan bereproduksi yaitu 13 tahun.
Namun saat ini telah terjadi tangkapan hiu secara besar-besaran yang mengancam fungsi hiu dalam ekologis sendiri dan keseimbangan ekosistem. Penangkapan hiu terjadi sebagian besar akibat dari tangkapan sampingan (Bycatch) yang merupakan bukan dari target ikan tangkapan nelayan seperti Tuna, Cakalang, dan lain-lain. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Indonesia tahun 2012, produksi hiu selama periode 2005 sampai dengan 2011 yang dibagi  ke dalam lima kelompok jenis hiu yaitu hiu tikus (Alopiasspp., suku Alipiidae), hiu lanjaman (beberapa spesies dari genus Carcharinus, suku Carcharinidae), hiu mako (Isurusspp., suku Lamnidae), dan kelompok hiu botol (Suku Squalidae dan Centrophoridae). Berdasarkan data stastistik produksi ikan hiu nasional dari tahun 2005-2011 tejadi peningkatan hasil tangkapan dari kelima kelompok hiu tersebut.Â
Tabel 1. Produksi Hiu di Indonesia dari tahun 2005-2011 (Sumber : KKLH, 2015)
Berdasarkan penjabaran fungsi hiu, reproduksi dan hasil tangkapan hingga menjadi pruduksi bergengsi dari olahan hiu, apakah hal itu seimbang antara laju pertumbuhan reproduksi hiu yang sangat lambat dengan fungsi ekologis sebagai predator yang menyeimbangkan ekosistem dengan tangkapan hiu yang hanya menjadi hidangan bergengsi kalangan kelas atas yang berusaha mendapatkannya demi status sosial saja ?, Saya mengambil contoh dari dengan data hasil ukuran tangkapan hiu jenis Prionace glaucadan Alopiasspp dari hasil tangkapan nelayan di Benoa dan Bitung dalam kurun waktu 2007 -- 2012, sebagai berikut :
Penelitian yang telah dilakukan oleh A. Sembiring et al., (2015) dengan teknik DNA barcoding terhadap 582 sirip hiu yang berasal dari pasar ikan tradisional dan eksportir sirip hiu di seluruh Indonesia, mendapatkan hasil sebanyak 40 jenis hiu yang ditangkap dengan frekuensi terbanyak yaitu Carcharhinus falciformisatau silky sharksdengan frekuensi 19.07% dari 582 sirip hiu yang didapatkan dan termasuk status dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) yaitu near theartenedatau hampir terancam, Sphyrna lewiniatau hiu martil sebanyak 10.48% dari 582 sirip hiu dan termasuk status dalam IUCN yaitu near theartened atau hamper terancam, dan Prionace glauca atau Blue sharkssebanyak 9.25% 10.48% dari 582 sirip hiu dan termasuk status dalam IUCN yaitu endangeredatau terancam punah.
Status perlindungan beberapa kelompok hiu sudah menjadi tanggung jawab beberapa negara yang peduli akan keberlangsungan hidup hiu, salah satunya Indonesia yang telah menjadi anggota dan meratifikasi dari konvensi perdagangan internasioanl yang bernama CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). CITES telah mengatur perdagangan hiu berdasarkan klasifikasi Apendiks I-III yaitu berada di status Apendiks II yaitu pengaturan perdagangan spesies hiu.
Tabel 2. Status Hiu dan Manta dalam CITES (Sumber: KKLH (Kementerian Lingkungan Hidup) ,2015)