Mohon tunggu...
M. Danie Al Malik
M. Danie Al Malik Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti

Mencintai peran laut secara ekologis dan mencoba memahaminya melalui sebuah pembelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hiu: Predator Laut yang di Eksploitasi? Lalu, Apa yang Harus Kita Lakukan?

7 Agustus 2017   17:15 Diperbarui: 7 Agustus 2017   18:00 2636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Hiu dilautan (Sumber : MDC)

Saya pernah menonton tanyangan film yang menceritakan betapa kejamnya hiu, dia membunuh, menerka, dan mengincar manusia bagaikan hewan yang ditakuti di lautan. Jika kita berfikir dan mencari fakta, apakah itu benar ? selama ini diceritakan dalam film yang telah merubah mindset kita bahwa hiu itu hewan yang sangat ditakuti akan kebuasannya di lautan. Mari kita bahas bagaimana hiu itu merupakan hewan yang sangat berharga untuk alam dan bagaimana kita sebagai manusia telah merampas itu semua.

Hiu dan Perannya

Hiu merupakan hewan bertulang rawan (Elasmobranchii) yang hidup di lautan maupun air tawar, yang tersebar luas di perairan dunia termasuk Indonesia sendiri. Saat ini telah ditemukan 500 jenis hiu di seluruh dunia (Compagno etal., 2005) serta berdasarkan studi dan hasil penelitian yang dilakukan hingga 2010 di Indonesia sendiri terdapat 120 jenis ikan hiu yang telah ditemukan (Fahmi, 2010).

Di lautan sendiri hiu mempunya fungsi ekologis yaitu menempati posisi puncak di dalam rantai makanan di laut dan berperan penting dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem. Para peneliti telah mengantisipasi dan memprediksi bahwa jika fungsi hiu ini dihilangkan maka secara pasti akan merubah tatanan ilmiah dalam struktur komunitas yang akan berakibat pada tergangunya keseimbangan ekosistem. Bahkan Dharmadi dalam seminar nasional tentang Prevent Extencion, DO Conservation di Universitas Diponegoro tahun 2016, menjelaskan bahwa hiu sebagai top predator akan menyeleksi makanannya yaitu hiu akan memakan kelompok ikan dalam kondisi lemah atau sakit sehingga akan menyisakan kelompok ikan dalam kondisi baik di suatu ekosistem tersebut.

Sebagai contoh hasil penelitian oleh Basmcompte et al (2005) hilangnnya predator puncak yaitu hiu diperairan ekosistem terumbu karang di wilayah Karabia mengakibatkan meningktanya populasi ikan-ikan herbivore dan omnivore dilokasi tersebut yang mengakibatkan vegetasi di laut menjadi berkurang sehingga ikan-ikan anakan (Juvenil) dan biota bentik lainnya kehilangan makanan dan tempat perlindungannya, hal ini akan berdampak akan hilangnya ekosistem terumbu karang karena tidak ada yang mengontrol populasi ikan dibawahnya yaitu ikan omnivore dan herbivore.

Ancaman Hiu

Dharmadi dalam seminar nasional tentang Prevent Extencion, DO Conservation di Universitas Diponegoro tahun 2016, juga menjelaskan bahwa hiu mempunyai laju pertumbuhan yang sangat lambat yaitu mencapai 2cm per-tahun, dan hasil reproduksi yang sangat sedikit hanya 2-4 ekor sekali reproduksi dibandingkan ikan-ikan lainnya yang dapat bereproduksi hingga ratusan bahkan ribuan ekor dalam sekali bereproduksi. Hiu juga membutuhkani waktu lama hingga mencapai masa matang atau siap untuk kawin dan bereproduksi yaitu 13 tahun.

Namun saat ini telah terjadi tangkapan hiu secara besar-besaran yang mengancam fungsi hiu dalam ekologis sendiri dan keseimbangan ekosistem. Penangkapan hiu terjadi sebagian besar akibat dari tangkapan sampingan (Bycatch) yang merupakan bukan dari target ikan tangkapan nelayan seperti Tuna, Cakalang, dan lain-lain. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Indonesia tahun 2012, produksi hiu selama periode 2005 sampai dengan 2011 yang dibagi  ke dalam lima kelompok jenis hiu yaitu hiu tikus (Alopiasspp., suku Alipiidae), hiu lanjaman (beberapa spesies dari genus Carcharinus, suku Carcharinidae), hiu mako (Isurusspp., suku Lamnidae), dan kelompok hiu botol (Suku Squalidae dan Centrophoridae). Berdasarkan data stastistik produksi ikan hiu nasional dari tahun 2005-2011 tejadi peningkatan hasil tangkapan dari kelima kelompok hiu tersebut. 

Tabel 1. Produksi Hiu di Indonesia dari tahun 2005-2011 (Sumber : KKLH, 2015)

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Hiu dapat dimanfaatkan dalam berbagai produksi pengolahan, bahkan kegiatan ini termasuk dalam komoditi perikanan tangkap di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Blaber (2006), mengelompokan produk hiu menjadi empat kelompok yaitu produk sirip kering (dried fins), sirip hiu asin (salted fins), daging hiu beku (salted fins), dan kelompok produk hiu (shark frsh or chiled). Saat ini memang produk sirip hiu kering-lah (driedfins) yang mempunyai nilai yang sangat tinggi bahkan diekspor ke berbagai negara tujuan seperti Jepang, Cina, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Hongkong. Sirip hiu umumnya digunakan untuk sup yang merupakan sajian bergengsi di restoran-restoran seafood di beberapa kota besar di Indonesia dengan harga satu porsi sirip hiu menacapai Rp. 500.000,-.

Berdasarkan penjabaran fungsi hiu, reproduksi dan hasil tangkapan hingga menjadi pruduksi bergengsi dari olahan hiu, apakah hal itu seimbang antara laju pertumbuhan reproduksi hiu yang sangat lambat dengan fungsi ekologis sebagai predator yang menyeimbangkan ekosistem dengan tangkapan hiu yang hanya menjadi hidangan bergengsi kalangan kelas atas yang berusaha mendapatkannya demi status sosial saja ?, Saya mengambil contoh dari dengan data hasil ukuran tangkapan hiu jenis Prionace glaucadan Alopiasspp dari hasil tangkapan nelayan di Benoa dan Bitung dalam kurun waktu 2007 -- 2012, sebagai berikut :

Gambar 2. Ukuran ikan hiu jenis Prionance glauca dan Alopias spp yang ditangkap nelayan Benoa dan Bitung dalam kurun waktu 2007-2012 (Sumber : Darmawan, A., & Ruchimat, T. ,2013)
Gambar 2. Ukuran ikan hiu jenis Prionance glauca dan Alopias spp yang ditangkap nelayan Benoa dan Bitung dalam kurun waktu 2007-2012 (Sumber : Darmawan, A., & Ruchimat, T. ,2013)
Berdasarkan data diatas ikan hiu jenis Prionace glaucayang ditangkap nelayan di perairan Benoa memiliki kisaran tangkapan antara 100-200 cm setiap tahunnya, hal tersebut berarti menunjukkan bahwa nelayan Benoa umumnya menangkap hiu Prionace glaucapada ukuran masih muda, White et al, dalamDarmawan, A., & Ruchimat, T. (2013),  menyebutkan bahwa hiu jenis Prionace glaucamencapai usia dewasa pada kisaran ukuran diatas 2 meter. Begitupun dengan ukuran tangkapan nelayan jenis Alopiasspp di Benoa maupun Bitung memiliki kisaran ukuran tangkapan 1-1,5 meter yang merupakan ukuran jenis anakan dan ikan muda, mengingat White et al, dalamDarmawan, A., & Ruchimat, T. (2013), menyebutkan ukuran dewasa jenis ikan ini berkisar panjang 2,5 meter. Padahal menurut Cavanagh et al Darmawan, A., & Ruchimat, T. (2013), hiu memiliki laju pertumbuhan yang lambat, berumur panjang, lambat dalam mencapai matang seksual dan memiliki jumlah anakan yang sedikit.  

Penelitian yang telah dilakukan oleh A. Sembiring et al., (2015) dengan teknik DNA barcoding terhadap 582 sirip hiu yang berasal dari pasar ikan tradisional dan eksportir sirip hiu di seluruh Indonesia, mendapatkan hasil sebanyak 40 jenis hiu yang ditangkap dengan frekuensi terbanyak yaitu Carcharhinus falciformisatau silky sharksdengan frekuensi 19.07% dari 582 sirip hiu yang didapatkan dan termasuk status dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) yaitu near theartenedatau hampir terancam, Sphyrna lewiniatau hiu martil sebanyak 10.48% dari 582 sirip hiu dan termasuk status dalam IUCN yaitu near theartened atau hamper terancam, dan Prionace glauca atau Blue sharkssebanyak 9.25% 10.48% dari 582 sirip hiu dan termasuk status dalam IUCN yaitu endangeredatau terancam punah.

Status perlindungan beberapa kelompok hiu sudah menjadi tanggung jawab beberapa negara yang peduli akan keberlangsungan hidup hiu, salah satunya Indonesia yang telah menjadi anggota dan meratifikasi dari konvensi perdagangan internasioanl yang bernama CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). CITES telah mengatur perdagangan hiu berdasarkan klasifikasi Apendiks I-III yaitu berada di status Apendiks II yaitu pengaturan perdagangan spesies hiu.

Tabel 2. Status Hiu dan Manta dalam CITES (Sumber: KKLH (Kementerian Lingkungan Hidup) ,2015)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun