Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Orang Makassar Nonton Wayang, Asyik Juga Euy...

6 Januari 2012   14:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:14 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA yang baru di Museum Wayang, Jakarta. Pengunjung bisa menyaksikan pagelaran wayang dengan gaya modern, wayang 3 dimensi. Pokoknya asyik punya. "Memang Pak Nur bisa mengerti jalan cerita wayang? Pak Nur kan orang seberang, dari Makassar Sulawesi Selatan?," goda seorang teman. Hahahaha....saya cuma tertawa. Mereka lupa, bahwa nonton wayang 3 dimensi di Museum Wayang disajikan secara "nasional", bukan pola pagelaran seperti biasa yang dalangnya menggunakan bahasa daerah (Jawa). "Ya ngertilah, wong dalangnya memakai bahasa Makassar...," balas saya tak mau kalah, tentu sambil bercanda juga, hehehe.... Saya langsung ingat cerita teman, orang sumatera, yang selalu jalan bareng di Jakarta. Dulu, katanya, pernah kejadian, orang Jawa mementaskan pagelaran wayang kulit di pemukiman transmigrasi yang umumnya memang berasal dari Pulau Jawa. Kebetulan orang daerah setempat di lokasi transmigran (orang Sumatera) ikut menonton pagelaran wayang. Secara tidak sengaja, sang dalang keliru menceritakan lakon wayangnya. Gatot Kaca yang seharus terbang, eh ini malah diceritakan masuk ke dasar bumi. Padahal sesuai pakemnya, yang masuk ke dalam perut bumi itu, bukan Gatot Kaca (Gatot Koco?) melainkan si.......  (kalau nggak salah ya, Antareja?? Siapa gitu namanya...maklum yang menulis artikel ini orang seberang, Makassar hehe..). Saat itulah adalah penonton orang Jawa protes ke sang dalang. Dasar sang dalang tidak mau kalah, sambil bergaya dalang yang sedang asyik bercerita, dia bilang, "Heiiiii wong Jowo, menneng wae, wong Sumatera ora ngerti karo cerita wayang.." Tok....tok....tok....sambil menggedor-gedor kotak yang digunakan mendalang. Terjemahannya kira2 begini, "..Heii orang Jawa tenang saja, orang Sumatera mana tahu cerita wayang.." Benar gak sih cerita itu? Akh sudahlah .... kita kembali ke cerita awal soal wayang 3 dimensi ini. Kata orang museum Wayang, ternyata sudah sejak tahun lalu, telah diproduksi pergelaran wayang animasi dengan audio visual tiga dimensi. Kalau yang lalu ada  pengenalan tokoh tokoh wayang Mahabarata seperti Arjuna, Bima, Anoman, Adipati Karna, dan Srikandi   dengan melalui layar televisi, nantinya film animasi itu ditayangkan dengan layar lebar. “Sekarang tinggal finishing. Diharapkan pertenganan bulan Januari 2012 ini dapat dinikmati. Tetapi untuk melihatnya harus dengan kacamata tiga dimensi,” lanjut Dachlan, kepala Museum Wayang. Kemajuan dari film wayang animasi terdahulu, yang sekarang ada ceritanya sesuai pakem yaitu Arjuna Wiwaha dan Karna Tanding. Kreatornya komunitas dari Yogyakarta yang memenangkan tender pengadaan film animasi tersebut. Biaya yang dipatok dengan APBD 2011 sekitar Rp 700 juta untuk dua judul. Tentu saja ini merupakan atraksi yang informative di samping pergelaran wayang setiap hari Sabtu dan Minggu. Sebagai tempat wisata edukasi dan  budaya, Museum Wayang juga menyelenggarakan workshop pembuatan wayang karton, maupun wayang mainan dari rumput serta mewarnai wayang kulit untuk pelajar pelajar SLTA, SMP sampai  SD. Terkadang juga didemonstrasikan pembuatan wayang golek. Bahkan diberikan kesempatan kepada pelajar yang datang berrombongan untuk belajar menjadi niyaga atau penabuh gamelan.

Nostalgia Hitam Putih Satu lagi koleksi  yang tidak boleh dilupakan, yaitu wayang boneka Si Unyil karya Drs Suryadi yang dikenal sebagai  Pak Raden. Boneka yang pernah digemari anak anak pada serial televisi di TVRI tahun 1970-1980-an dengan cerita kehidupan sehari hari dengan gambar hitam putih. Namun  itu cukup nostalgik bagi orang orang yang kini berusia tigapuluhan tahun. Saat itulah muncul tokoh Pak Ogah, Pak Raden, Bu Bariyah, ditambah teman-teman Unyil seperti  Usro, Meilani, Menik dan Cuplis. Ceritanya mengandung tuntunan budipekerti dengan tokoh pemalas seperti Pak Ogah, tokoh gila hormat Pak Raden dan lain-lain.
Seorang ibu dua anak, Ny. Kinanthi  Wurry Parluten (32) mengakui film boneka Si Unyil di TVRI  zaman itu cukup menghibur dan ditunggu tunggu anak anak sebayanya. Ceritanya kehidupan sehari hari tentang si Unjil dan teman temannya  di sekolah maupun di kampung. “Kini juga ada Laptop Si Unyil di Trans TV. Themanya sudah lain, informasi masalah yang sedang ngetrend. Kalau si Unyil yang dulu ditayangkan lagi, rasanya sudah ketinggalan zaman,” ujarnya.   (nur aliem halvaima)
1325821284842592314
1325821284842592314
Wayang koleksi Museum Wayang Jakarta (Foto: Suprihardjo) Tulisan lain soal wisata, bisa diklik di: www.aliemhalvaima.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun