Mohon tunggu...
Helvira Hasan
Helvira Hasan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Perempuan Biasa!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Positivisme

17 November 2009   10:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:18 7115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Positivisme Membaca judulnya, mungkin akan terbesit pemikiran bahwa saya akan menulis tentang hal-hal yang positif. Entahlah, kita lihat saja nanti, biasanya saya menulis bagai air mengalir saja. Saya tidak mencatat kerangka yang akan saya kembangkan jadi tulisan. Hanya menulis lepas, tanpa tahu arahnya kemana. Jadi, mengapakah saya awali tulisan ini dengan menulis judul positivisme? Alasannya sederhana saja, saya baru mendengar kuliah filsafat tentang positivisme. Ternyata ini paham seorang prancis, Auguste Comte di abad hmm... 18, apa awal 19 ya??? Pokoknya pas era revolusi prancis. Saya baru pertama kali dengar tentangnya. Ternyata, banyak sekali hal-hal yang tidak saya ketahui di muka bumi ini. Ada rasa sesal juga saya tidak dididik jadi orang yang gemar membaca buku ilmu pengetahuan. Buku pengetahuan yang saya baca rasanya hanya buku-buku wajib sekolah, selebihnya baca buku fiksi. Mungkin karena saya suka berfantasi, bermimpi, berimajinasi liar. Ya, berharap, semakin dewasa saya bisa mulai untuk membaca buku yang sedikit berguna. Mudah-mudahan saja. Dan semoga banyak yang akan meminjamkan saya buku-buku. Hahaha... Oh ya, ada baiknya saya cerita sedikit bagaimana saya bisa berkesempatan nongkrong dalam ruang kelas filsafat, yang jelas-jelas buka majoring saya. Kelas filsafat di sekolah tinggi filsafat driyarkara. Ternyata 'dalang'nya adalah teman saya yang saya sebut Filsuf itu. Tiba-tiba di senin sore, ia mengajak saya untuk ikut mewawancarai narasumber yang kebetulan sebagai dosen yang mengajar kelas extension course malam. Jadilah, tanpa ragu karena tidak mau membuang kesempatan, saya berangkat ke TKP bersama Filsuf teman saya itu. Mendengar kuliah mimbar cukup membosankan bagi saya. Mungkin karena selama kuliah di FKG saya terbiasa kuliah diskusi tanpa ada dosen yang mengoceh panjang lebar. Tapi topik yang disampaikan oleh seorang Romo tersebut cukup menarik. Serasa berada di sebuah pengajian dengan ustadz yang berceramah. Dan, seperti keseringan saya kalau dengar ceramah, tidak banyak yang kecantol dalam benak saya. Apalagi, dengan kuliah filsafat demikian rumitnya untuk saya mengerti. Dan, terkait dengan topiknya Positivisme ala Auguste Comte, saya cuma menarik 2 poin penting yang cukup menarik dan logis. Positivisme berarti menolak semua nilai destruktif. Positivisme adalah suatu hal yang konstruktif. Berkaitan munculnya paham ini akibat dari penolakan August Comte terhadap kerusakan-kerusakan yang timbul dari Revolusi Prancis. Demikian inti yang saya tangkap. Lalu poin kedua adalah positivisme ini berarti mengamati sesuatu secara ilmiah dengan melihat relasi-relasi dari fenomen-fenomena yang dapat diamati. Positivisme dalam hal ini menolak segala sesuatu yang abstrak, seperti dewa-dewi, mistis, metafisis, dsb. Dua poin tersebut menjadi menarik bagi saya, khususnya ingin membangkitkan semangat dari dalam diri. Hidup saya akhir-akhir ini terasa berat, ditambah dengan tugas kuliah yang seabrek. Saya harus bisa menghidupkan positivisme yang walaupun baru bisa saya pahami secara dangkal ini. Saya akan menolak nilai destruktif. Semakin saya memikirkan beban saya, semakin saya kacau dan rusak. Maka saya menyimpulkan bahwa saya tidak akan membebani diri dengan segala sesuatu yang mendesak saya. Saya akan menenangkan diri, menjalankan kewajiban dengan langkah ringan supaya tidak merasa berat. Contoh sederhana saja; tugas yang harusnya selesai dalam 3 hari, dan tugas itu sangatlah banyak, saya akan berusaha menyelesaikan semaksimal kemampuan saya tanpa membuat saya stress. Jika memang tak terselesaikan, apa mau dikata, karena memang daya saya segitu saja adanya. Saya tidak ingin merusak pikiran dan mental. Mudah-mudahan saja bisa saya selesaikan tepat waktu. Positivisme berarti tetap berusaha tanpa mengorbankan kebutuhan saya untuk tetap rileks. Dan, terkait dengan positivisme mengenai menolak segala sesuatu yang abstrak, hmmm... mungkin masalah-masalah yang muncul dalam hidup saya, harus bisa saya saring mana yang sebenarnya nyata adanya, dan mana yang hanya abstrak alias masalah tidak jelas juntrunganya. Seperti masalah dengan orang yang tidak ada di depan mata kepala saya sendiri. Saya mungkin tidak akan bisa menyelesaikan masalah tersebut, karena memang tidak bisa langsung saya amati. Bukankah positivisme berarti memuaskan diri dengan melihat relasi-relasi dari fenomena-fenomena yang dapat diamati??? Objek yang jadi masalah saja tidak bisa saya amati, bagaimana mungkin saya akan menjawab permasalahan saya. Jadi, permasalahan tersebut hanya suatu yang abstrak. Ya, ya, saya akan memilah-milah lagi masalah yang benar-benar nyata, biar pikiran ini bisa ringan sedikit. Tolak abstrak!!! Kok jadi curhat begini ya???

Yah, namanya juga menulis lepas. Hehehe...
Walaupun pemahaman saya mengenai positivisme ini sangatlah cetek, bagi saya yang penting saya senang dan tenang, mungkin inilah sisi positif dari hasil nongkrong di kelas filsafat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun