Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aturan Pajak Terbaru, Hari Bagi THR dan Bonus Plus Naik Gaji Jadi Muram Temaram

19 April 2024   23:55 Diperbarui: 19 April 2024   23:56 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Aturan pajak TER yang membuat potongan sebelas bulan pertama cenderung naik sudah mencekik daya beli banyak masyarakat sejak awal tahun. Aturan ini kembali ramai dibicarakan ketika tunjangan hari raya (THR) dan bonus atas kinerja perusahaan, juga kenaikan gaji tahunan karena membuat semua uang tambahan tersebut jadi tak terasa. Mengapa hari bahagia berubah jadi muram temaram bagi sebagian orang?

Perusahaan swasta umumnya menyelesaikan pelaporan dan audit kinerja keuangan tahunan mereka menjelang akhir kuartal pertama. Jika hasilnya memenuhi target, para karyawan berhak membawa pulang sejumlah bonus yang bisa menambah tabungan, memenuhi keinginan atau kebutuhan, serta bisa jadi menutup "lubang" utang karena gaji bulanan saja tak cukup. Tunjangan hari raya (THR) juga bisa digunakan untuk tujuan yang sama, ditambah dengan ongkos pulang kampung, merayakan Lebaran, dan berlibur tahunan. Ya, pada kenyataannya masih ada saja pemberi kerja yang tidak memberikan THR dengan alasan kesulitan keuangan.

Kombinasi keduanya tentu akan lebih terasa besar dan menyenangkannya. Itu semua tentu karena dekatnya H-7 Lebaran dan akhir kuartal pertama tahun ini. Apalagi jika kita beruntung bisa memiliki THR paling tidak dua kali seperti PNS (gaji ke-13 dan ke-14) serta tempat kerja sedang bergairah sehingga bisa menerima gaji ke-15 kan? Eh, semuanya berlangsung bersamaan dengan kenaikan gaji, asyiknya.

Pembayaran bonus dan THR bersamaan tidaklah menyenangkan (sejak aturan baru)

Itu semua adalah kenangan masa lalu ketika HRD perusahaan diberikan kewenangan untuk membuat persentase pemotongan pajak bulanan lebih stabil berdasarkan ekspektasi dan regulasi perusahaan mengenai besaran bonus, THR, gaji, dan tunjangan lainnya. Sejak TER dengan persentase potongan berdasarkan total penghasilan kotor bulan itu berlaku, karyawan lebih suka besar penghasilan bulanan yang lebih teratur dan stabil agar "tabungan" pajak di sebelas bulan pertama terkendali. Tim HRD pun dibanjiri permohonan karyawan agar bisa membayarkan bonus dan THR di bulan berbeda, paling tidak masing-masing akhir Maret dan awal April.

Ketika THR dan/atau bonus yang dibagikan lebih dari satu kali gaji, karyawan tertentu menginginkan cicilan yang lebih lama lagi mengikuti pembagian dividen tahunan perusahaan terbuka yang bisa dilakukan sampai bulan Juli. Mereka tentu sangat yakin tidak ingin mencoba berpindah kerja setelah Lebaran demi gaji yang lebih baik, karena sisa bonus yang belum dibayarkan saat mengundurkan diri bisa jadi hangus. 

Meskipun tentu saja ada pula yang tidak menyukai skema cicilan ini karena lagi-lagi semua penghasilan tambahan ini sangat dibutuhkan untuk menutupi kebutuhan. Suara lebih nyaring umumnya digaungkan oleh mereka yang berpendapatan lebih tinggi dan punya kemampuan lebih besar untuk menggerakkan perekonomian. Apakah Pemerintah siap menghadapi perlambatan ekonomi dan tidak maksimalnya potensi perputaran uang saat Lebaran demi mempercepat penerimaan pajaknya?

Katakanlah kamu adalah seorang ayah dengan dua anak dan pendapatan bulanan kotor Rp12 juta, belum tentu cukup untuk rumah tanggamu menurut survei biaya hidup BPS jika tinggal di Jakarta. Kamu beruntung mendapatkan bonus dan THR masing-masing dua kali gaji, tetapi karena aturan TER itu total potongan pajakmu adalah 20% dari pendapatan di bulan itu jika bonus dan THR dibayarkan bersama gaji. Artinya, bulan itu "kasarnya" kamu tidak gajian.

Untuk setahun, sebenarnya kamu hanya perlu membayar pajak sekitar 6,14% dari total penghasilanmu. Di luar bulan pembagian THR dan bonus, sebenarnya kamu hanya dipotong 3% dari penghasilan kotor sehingga terhitung kurang bayar. Nah, masalahnya potongan pajak bulan Maret sudah cukup untuk setahun sehingga bulan April sampai November sebenarnya kamu menabung tanpa bunga ke negara sampai dikembalikan lagi di bulan Desember. Berita buruknya lagi, tahun depan kejadian ini akan semakin sulit dihindari karena H-7 Lebaran jatuh di bulan Maret.

Soal lebih bayar ini, janganlah diceritakan mengenai mereka yang digaji dengan upah minimum di daerah yang relatif rendah. Meskipun mendapatkan THR yang nilainya lebih dari satu kali gaji dan juga bonus, sampai setahun pun bisa jadi pajak penghasilannya nol. Akan tetapi apabila pada bulan pembagiannya tarif TER tidak nol, terpaksa membayar pajak dulu untuk dikembalikan di kemudian hari.

Naik gaji tidak selalu membawa pulang uang lebih

Hidup berlangsung tiap bulan, apalagi bagi yang memiliki angsuran tetap dan setumpuk pengeluaran sampai sisa gaji untuk ditabung tidak besar. Di tengah situasi ekonomi yang tak menentu dan tidak adanya kewajiban perusahaan untuk menaikkan gaji selama sudah berada di atas UMK, berarti naik gaji tipis pun tidak masalah. Karyawan pun tidak akan langsung meresponnya dengan berpindah pekerjaan, kecuali apabila diperlakukan kurang baik, tempat kerjanya kurang sehat, atau kebutuhan dapur tak lagi bisa terpenuhi.

Banyak tempat kerja menaikkan penghasilan karyawan secara terpisah dari komponen gaji dan tunjangan. Tunjangan naik jika menerima promosi jabatan, selebihnya hanya gaji yang naik dan seringkali gaji jauh lebih kecil dari tunjangan. Artinya, kenaikan total penghasilan dengan persentase yang tipis sangat mungkin terjadi dan take home pay di luar bulan Desember mungkin berkurang gara-gara perbedaan lapisan TER. HRD harus ekstra berhati-hati agar total penghasilan kotor yang baru tidak menjadi batas bawah dari suatu range TER karena bisa jadi gaji baru itu terlihat lebih merugikan terhadap kenaikan gaji kotor yang lebih rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun