Mohon tunggu...
AZNIL TAN
AZNIL TAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Koordinator Nasional Poros Benhil

Merdeka 100%

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Waiting in The Freeport Fee

12 November 2015   07:22 Diperbarui: 12 November 2015   21:00 29761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menunggu “Jatah Preman” dari Freeport.
Kunjungan Ketua DPR RI, Setya Novanto, bersama anggota delegasi DPR menggelar pertemuan dengan US - ASEAN Business Council di Washington DC, Amerika Serikat sebulan yang lalu (10/9/2015)  membahas kerjasama yang telah berlangsung dan peluang-peluang usaha serta pengembangan kerja sama ekonomi.

Delegasi DPR RI yang terdiri atas Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Nurhayati Aseegaf, Roem Kono, Robert Kardinal, dan Markus Nari bertemu dengan para pengusaha AS, antara lain pimpinan korporasi Coca Cola, Philip Morris, General Electric, dan Freeport. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan anggota US - ASEAN Business Council yang beranggotakan 140 perusahaan terkemuka AS.

Sekarang muncul pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan adanya tokoh politik yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada PT Freeport untuk membantu memuluskan perpanjangan kontrak Freeport yang akan berakhir pada tahun 2019. Pertemuan para Delegasi DPR RI yang memakai uang pajak rakyat itu ternyata membawa “misi terselubung” dibaliknya.

Dilihat secara luar, pertemuan itu berlangsung dengan hangat dan para Delegasi DPR RI sangat mengakomodir keluh-keluhan yang dialami oleh perusahaan asing berinvestasi ke Indonesia. Pada pertemuan itu, para pengusaha AS menanyakan kondisi ekonomi dan politik Indonesia. Mereka menyampaikan soal berbagai kendala investasi di Indonesia terkait regulasi yang kurang kondusif maupun kurangnya kepastian investasi yang mereka rasakan.

Delegasi DPR menanggapi keluhan tersebut dan mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, termasuk penyederhanaan proses investasi dan deregulasi kebijakan. Deregulasi meliputi penyederhanaan kira-kira 160 peraturan di bidang investasi, industri, dan perdagangan. Setya dan delegasinya mengatakan, Indonesia memberikan kesempatan luas bagi para calon investor potensial dari luar negeri untuk melakukan hubungan ekonomi, perdagangan, dan investasi di Indonesia. DPR mendukung kebijakan pemerintah yang memberi kepastian hukum, kepastian investasi bagi perusahaan-perusahaan asing termasuk dari Amerika Serikat.

Suatu pengkhianatan besar! Tenyata dibelakang forum pertemuan resmi itu dengan licik disusupi kepentingan busuk oleh tokoh-tokoh politik tersebut. Pernyataan-pernyataan normatif di forum kemudian dibelakang meja ada lobi-lobi meminta “jatah preman” untuk memuluskan perpanjangan kontrak tambang emas Freeport di Papua, Diduga salah seorang politisi ternama berinisial NS menggunakan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla seolah-olah Presiden dan Wakil Presiden RI minta saham.


Dari rumor berkembang, tidak tanggung-tanggung, para politisi tersebut meminta “jatah preman” itu sebesar USD 5 Milyar setara Rp 65 Triliun. Hal itu diungkap secara rinci oleh Freeport atas kasus permintaan tokoh-tokoh politik tersebut.
Namun, sangat disayangkan, Sudirman Said tak bisa menyebut siapa politisi yang coba menjual nama dua pimpinan tertinggi republik itu. Hanya, Sudirman Said mengatakan bahwa orang itu cukup terkenal. Wakil Jusuf Kalla sepertinya sudah tahu siapa politisi yang meminta “Jatah Preman” ke Freeport tersebut. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sangat marah atas tindakan politisi tersebut.

Dilihat sejak Presiden Soekarno jatuh, praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme sudah menjadi budaya dalam perpolitikan Indonesia . Banyak muncul “Politisi pemain” meminta “jatah preman” menjadi suatu hal yang lajim dan jadi watak perpolitikan Indoensia. Karena begitu mendarah dagingnya budaya KKN dijaman Orde Baru dibawah kepemimpinan rejim diktator Soeharto, meski dilengserkan mahasiwa tahun 1998 namun hingga kini Indonesia belum berhasil juga menumpasnya. Generasi penerus Orde Baru yang berwatak KKN tersebut masih kuat bercokol semua lapisan Indonesia dengan berubah wajah. Budaya korupsi, transaksional dan feodal inilah yang mau dirubah oleh pemerintahan Jokowi yang kepemimpinannya baru berusia setahun.

Terbongkarnya kebobrokan mental para politisi Indonesia sebenarnya bukan suatu yang aneh. Bukan rahasia lagi, pada jaman Presiden SBY banyak terbongkar kasus-kasus serupa dalam meminta ”jatah preman” pencairan anggaran negara dan anggaran daerah. “Jatah preman” dimainkan ditingkat penetapan proyek atau pengadaan barang/jasa dengan memberikan komisi/fee kepada pejabat-pejabat pemerintahan dan politisi.
“Jatah preman”  ini pun sangat kental juga terjadi bidang pertambangan dan migas serta dunia perdagangan. Hampir semua sektor dan lini kehidupan tidak lepas dari “jatah preman” diberikan ke pemerintah dan politisi kalau ingin berjalan mulus dan sukses. Besar kecilnya tergantung kepiawaian bermain dan posisi jabatan dipegangnya. Maka tak aneh juga melihat para politisi dan pejabat-pejabat pemerintahan memiliki kekayaan luar biasa yang jauh dari hasil gaji dia dapat.

Sekilas Tentang Freeport

PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.(AS). Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun