Pertanyaan ini mengusik, saat saya kemarin hadir pada wisuda kelulusan SD anak kedua saya di sebuah gedung yang cukup strategis di bilangan Selatan kota Jakarta. Tak hanya sekali ini saya hadir di prosesi wisuda ala mahasiswa ini. Dulu, saat si kakak ini lulus dari TK, prosesi yang sama juga dijalaninya. Diwisuda memakai toga dan jubah hitam sebagai simbol kebesaran di dunia pendidikan.
Entah kapan ritual prosesi wisuda ala mahasiswa sarjana ini mulai diberlakukan di sekolah-sekolah TK dan SD swasta. Lucu memang melihat mereka mengenakan jubah hitam kebesaran lengkap dengan toga dan kuncir umbul-umbul menjuntai itu.
Teringat saya ketika berkuliah dulu. Mungkin satu-satunya kampus yang tidak memberlakukan pemakaian toga saat prosesi wisuda hanyalah kampus saya. Dan saya sangat mensyukuri itu. Senang saja, tidak harus terikat seremoni prosesi wisuda yang sejujurnya bikin gerah itu.
Namun, uniknya para orang tua dari mahasiswa di kampus saya, rupanya ingin juga berbangga melihat anaknya bertoga. Dan jadilah sebagian mereka membawa jubah dan toga dari rumah yang entah dipesan atau disewa darimana. Alhasil usai acara pelepasan selesai, sebagian mahasiswa itu memakai jubah hitam kebesaran dan toga itu guna kepentingan berfoto bersama orangtua mereka. Tentu dengan jubah yang dimodifikasi bukan resmi milik almamater dan tak juga seragam. Ada yang berstrip kuning, biru, merah. Hehehe...jadi pemandangan yang cukup menggelikan saat itu :)
Kembali ke soal jubah dan toga yang dipakai para bocah SD tadi. Saya tidak melihat esensi pentingnya prosesi wisuda ala mahasiswa, yang (harus) diberlakukan para siswa tingkat dasar atau terlebih bagi bocah TK Â ini. Ini bukan berarti saya antipati pada proses acara pelepasan siswa pada umumnya. Mungkin misi mulia dan tujuan acara ini dimaksudkan agar mereka, para calon generasi penerus di masa depan itu, punya cita-cita belajar setinggi-tingginya sampai menjadi seorang sarjana kelak. Wallahu'alam
Yang jelas prosesi ini sudah pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Terlebih bila acaranya dengan menyewa gedung yang boleh jadi terbilang mahal. Sungguh suatu kemubaziran. Karena itulah, sepanjang yang saya tahu umumnya hanya sekolah swasta saja yang nota bene punya dana mandiri yang memberlakukan prosesi ini.
Kalau boleh memberi saran, ada baiknya pelaksanaan acara serupa ini dikaji ulang kemanfaatannya. Tidakkah lebih baik dana yang dipakai digunakan untuk kepentingan yang lebih urgent dari sekedar seremoni belaka. Pelepasan siswa masih bisa diselenggarakan dengan cara yang sederhana saja di sekolah masing-masing. Kalau bisa menghemat, mengapa harus mubazir? Toh tak seperti seorang mahasiswa, bocah TK dan SD itu baru seujung kuku saja mencicipi jenjang pendidikan Indonesia yang rentangnya amat panjang itu. Masih butuh setidaknya 10 tahun ke depan untuk menggenapi gelar  sarjana kebanggaan kelak setelah mereka berhasil lulus sebagai seorang maha pelajar.
[caption id="attachment_270092" align="aligncenter" width="355" caption="para siswa bertoga berfoto setelah menjalani prosesi wisuda (dok. pribadi)"][/caption]
Tulisan ini hanya sebuah saran. Sekedar opini saya pribadi. Mungkin ada banyak orang di luar sana yang setuju dengan pemberlakuan prosesi ini. Itu sah-sah saja adanya.
Eh, tapi saya masih penasaran hingga kini, kira-kira ada yang tahu ga, kenapa kuncir umbul-umbul pada topi toga harus dipindah dari kiri ke kanan saat prosesi wisuda? Terus kenapa juga jubahnya harus hitam ? Padahal kalau ungu pasti lebih unyu kali yaa :))
Anda punya pendapat? monggo sharenya...