Wilayah pantai Paloh, Sambas dikenal sebagai habitat peneluran penyu, satwa dilindungi di Indonesia. Namun sayangnya, berbagai jenis sampah, baik organik maupun non-organik dengan mudah ditemui di kawasan itu. Sampah-sampah tersebut kebanyakan berasal dari laut yang terbawa ombak dan naik ke pantai.
KOORDINATOR Konservasi Spesies Laut WWF Indonesia, Dwi Suprapti mengungkapkan, setelah ditulusuri, sampah-sampah tersebut tidak hanya dari Indonesia, melainkan juga berasal dari sejumlah negara. Sebut saja Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Tiongkok bahkan hingga Norwegia, dan Amerika Serikat.
Ribuan sampah ditemukan di dalam perut penyu yang mati karena polusi laut. Inilah bukti dampak perilaku manusia terhadap kehidupan laut. Penyu seringkali salah mengira sampah plastik sebagai ubur-ubur, salah satu makanan favorit mereka. Plastik dapat memblokir saluran pencernaan dan menyebabkan kematian perlahan serta menyakitkan karena kelaparan.
Sampah pantai yang tidak dibersihkan akan berpotensi terbawa kembali oleh air laut dan terombang ambing di lautan sehingga sering menyamarkan makanan bagi tukik (bayi penyu). Tukik yang baru belajar makan menduga sampah plastik adalah ubur-ubur atau makanan yang terapung sehingga seringkali tukik dijumpai mati. Setelah dinekropsi (diotopsi), dijumpai sejumlah sampah plastik di lambungnya. "Lambung tukik bisa bocor karena terluka oleh sampah plastik," ujar Dwi Suprapti.
sumber: http://www.pontianakpost.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H