Mohon tunggu...
Anep Paoji
Anep Paoji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Masih Terus Belajar dan Mncoba terus Berkarya

Anep Paoji, saya tinggal di kota kecil indah dan bersahabat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wow… Manusia Patung di Kota Tua Ini Penghasilan Rp7 Juta/Bulan

16 Maret 2013   02:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:42 3289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_242692" align="alignleft" width="300" caption="(foto: dok pribadi: Penulis bersama manusia patung di kota tua."][/caption] Kalau anda jalan-jalan ke Kota Tua – Jakarta, salah satu property yang bisa dijadikan objek berfoto, patung manusia pejoeang tempo doeloe, selain sepeda onthel beraksesiries topi noni-noni Belanda di sepeda onthel.  Patung hidup ini lengkap dengan aksesories senapan laras panjang juga pistol kecil dan bayonet. Sekilas, saya menyangka patung hidup itu batu betulan. Warna hitam sangat cocok dengan warna meriam yang menjadi tingkrongannya di depan Gedung Museum Jakarta atau Gedung Patahillah.

Sahabat saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di lokasi Kota Tua, cukup kaget begitu mendekati patung yang tiba-tiba bergerak dan menyapanya juga mempersilahkan berfoto. Saya begantian berfoto dengan teman, sambil mencari adegan terbaik. Si patung tua sudah sangat paham keinginan pengunjung bepose. Ia beradegan seperti sedang menambak tawanan perang atau sebaliknya ia posisi ditembak oleh pengunjung. Pengunjung yang lainpun bergantian berfoto. Mereka berpose dengan latar belakang patung warna hitam ini sambil berakting sikap terbaik mereka.

Berfoto dengan patung hidup ini tidak diminta tarif. Kalau pengunjung ikhlas memberi, ya silahkan memberi. Kalaupun tidak, si patung tidak akan protes. Ia tetap tegap berdiri di samping meriam depan gedung Fatahillah, tak peduli hujan atau panas. Jarak satu meter di tempat dia berdiri, ada keranjang sampah kecil warna putih, berisi uang lembaran dan receh. Rupanya, keranjang sampah itu tempat pengunjung membuang uang, setelah puas berfoto.

Saya jadi penasaran, kok mau orang ini seharian di panas terik mentari Jakarta, menggunakan baju tebal seperti tentara berdiam diri hanya melayani orang berfoto? Kebetulan saat itu sudah sore memasuki adzan maghrib. Saya masih di lokasi, duduk-duduk di kursi dekat jaga manusia patung. Nampaknya ia selesai bertugas dan segara pulang. Sebelumnya ia terlihat mengambil sikap sempurna dan menghormat ke arah gedung tua dan lapangan seperti seorang prajurit usai upacara.

Ia pun membereskan semua perlengkapan perangnya, menepi ke dekat tempat duduk saya. Saya iseng tanya, mengapa melakukan itu? Ia antusias bercerita banyak tentang perannya menjadi patung di Kota Tua.

Manusia patung itu mengaku bernama Idrus (maaf kalau salah, saya lupa catatan…he2).  Sekitar 8 bulan ia nongkrong setiap hari di situ. Ia berasal dari Bogor dan setiap hari pulang pergi menggunakan kereta. Idrus datang ke Kota Tua mulai jam 9 atau jam 11 siang, hingga pukul 06:00 WIB.

Saya juga tanya, berapa penghasilan sehari sampai begitu setia menjadi patung hidup? Kata dia, setiap bulan paling tidak mengumpulkan uang Rp7,5 juta. Wow, cukup besar. Hanya bermodal panas-panas dan modal tidak seberapa?

Idruspun mengisahkan. Untuk menjadi patung tentara, bukan perjalanan begitu saja. Di pertengahan 2012, ia sengaja datang ke kota tua untuk mencari rezeki. Ceritanya survey lokasi, apa yang layak dijajakan. Setibanya di lokasi, malah ia bingung. Banyak sekali orang yang berjualan dan belum karuan laku. Mulai pedagang baju khas lokasi wisata hingga jualan makanan tersedia di situ. Waktu itu, pedagang kaki lima boleh berjualan di lokasi sebelum awal 2013 ditertibkan.

Idrus malah bingung dan hanya bisa duduk bersandar di sebuah pintu museum Jakarta sambil menyaksikan orang berlalu lalang. Ia terus berfikir, apa yang cocok dijajakan, sehingga menghasilkan uang. Waktu ia nganggur sementara anak sudah punya dua.

Bling… tiba-tiba ide muncul di kepalanya. Dari pada jualan, kenapa tidak menjadi patung hidup sosok seorang tentara untuk melengkapi kesan tua gedung di lokasi Kota Tua. Ia melihat banyak sekali orang yang berfoto dengan latar belakang gedung. Akan lebih lengkap bila ada  property tentara zaman dulu.  Ia pun menimbang baik buruknya hingga bercerita kepada isterinya begitu tiba di rumahnya. Isterinya sempat melarang karena ide itu dianggap tidak akan menghasilkan uang.

1363399379289271267
1363399379289271267
Tetapi Idrus yakin, idenya akan menghasilkan uang. Ia pun mencari  baju hansip untuk dicat hitam seperti tentara dulu, kopiah dan topi jadul, sabuk dan mortir pinggang, pistol bekas, senapan bekas dan bayonet. Tak lupa ia mencari sepeda onthel.

Hari pertama kerja, hasilnya cukup mengejutkan Idrus. Ia bisa menghadiahi isterinya uang Rp275.000. Isterinya sempat kaget, uang dari mana? Ia jelaskan, uang tersebut hasil dari ide yang  sebelumnya ditentang. Dari situlah, Idrus yakin, idenya merupakan pemberian langsung dari langit untuk menghidupi keluarganya. Iapun selalu menyisihkan uang untuk kelengkapan property. Apalagi untuk baju, satu minggu sekali harus diganti karena dicat, tidak bisa dicuci.

Penghasilan Idrus akan melonjak jika hari Minggu atau hari libur. Banyak pengunjung yang berfoto dan memberi tips uang. Bahkan kata dia, bila ada pejabat tinggi atau artis nasional, tipsnya bisa mencapai Rp100 ribu-Rp200 ribu per orang. Kalau ada pejabat seperti itu, sehari ia bisa membawa uang ke rumah Rp750.000.

Bukan saja keuntungan uang langsung yang dirasakan Idrus. Ia pun banyak diwawancarai wartawan baik TV atau Koran. Bahkan akunya sempat live di TV One diwawancarai oleh Indry Rahmawati. Saat itu kata dia, ia mendapat honor Rp500.000 dari TV one, padahal hanya beberapa menit masuk tivi.

Idrus kini tidak sendirian. Di lokasi itu sudah ada 3 patung serupa dengan Idrus mengenakan pakaian tentara tempoe doeleo. Idrus menyayangkan, idenya dicontek begitu saja tanpa permisi. Paling tidak kata dia, bicara terlebih dahulu sekedar tatak rama.  Tetapi katanya, meski banyak yang meniru, penghasilan setiap harinya  tidak berkurang.

Hingga kini, Idrus belum terfikir untuk meninggalkan pekerjaan itu. Meski panas-panasan, namun sebanding dengan hasil yang didapat setiap harinya. Ia akan setia dengan perannya, hidup di masa kini sebagai manusia masa lampau bersama Gedung sejarah di Kota Tua. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun