Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dokter Reisa dan Semiotisasi Wanita Cantik dalam Politik Praktis

10 Juni 2020   12:22 Diperbarui: 12 Juni 2020   20:54 2093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi pers dr. Reisa Broto Asmoro | dok. BNPB

Marshal McLuhan benar, bahwa 'the medium is the message'. The medium is Reisa, and Reisa is also the message, silahkan dicerna dan sebelumnya dikunyah dulu pelan-pelan tanda-tanda tampilannya. Ojo kesusu. Ini soal semiotika, nikmati saja Reisanya... eh rasanya.

Orang sekarang lebih sibuk 'mengunyah' pesan dalam format dokter Reisa sang jubir (komunikator yang sekaligus juga medium pesan dari institusi) ketimbang si Covid-19 yang sialan itu. 

Bagaikan simbol lukisan Monalisa yang senyumnya penuh misteri. Maka sekarang tatkala Ibu dokter Reisa tampil konferensi pers--yang momennya sangat dinanti-nantikan itu--semua pemirsa dari aliran mana pun (cebong, kampret, kadrun) kompak menyimak. Menyimak sang jubir baru.

Persetan dengan Covid-19 dan segala ulah penyebarannya. Sekarang sang jubir yang malah lebih bikin berdebar-debar, kok.

Daya teror Covid-19 dibikin tekor oleh pesona bu dokter. Alhamdulilah. Semoga semua makhluk di bumi berbahagia.

Tidak ada salahnya sih, bagus malah. Menimbang maraknya berbagai upaya politisasi pandemi virus Corona yang sudah grambyang ke mana-mana. Lebih baik publik disodorkan suatu tontonan estetika yang memang indah, sambil pesan utama soal pandemi disampaikan, sugar coated, berbukalah dengan yang manis-manis. Glek!

Iya, kan, ketimbang kita mesti nonton propaganda orator gigi-ompong, gigi-tongos, atau dipaksa mencerna segala macam agitasi jualan Tuhan sambil tangannya terkepal dan berteriak-teriak bunuh... bunuh... makzulkan... yang selain palsu, juga jelek penampilannya. Duh!

Fenomena dokter Reisa ini menarik (selain memang figurnya juga appealing, ...sudahlah kita tidak usah berdebat soal itu).

Sama menariknya waktu kita stalking instagramnya sang Tante Pemersatu Bangsa yang sempat heboh itu. 

Masing-masing dengan segmen selera (kriterianya) sendiri, walau audience bisa saja sama. Ya, kita-kita juga. Sama-sama pengagum wanita cantik (dan pintar). Pengagumnya bisa pria dan bisa juga sesama perempuan, lho.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun