Mohon tunggu...
Yodha Haryadi
Yodha Haryadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Jakarta citizen that concerns on development for prosperity and better life: \r\n"I love you when you bow in your mosque, kneel in your temple, pray in your church. For you and I are sons of one religion, and it is the spirit." (Gibran)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa BLT Brazil Bisa Berhasil?

19 Juni 2013   08:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:47 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1371613463354014739

[caption id="attachment_268918" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Admin (kompas.com)"][/caption]

Bantuan Langsung Tunai di Indonesia nasibnya tidak seperti saudara tuanya di Brazil. BLT di Brazil terkenal sebagai Bolsa Familia atau hibah keluarga, yang diakui telah menurunkan angka kemiskinan sekitar 12%-18%, sejak dilaksanakan sekitar 2003 sampai 2009 dengan terus menerus dievaluasi dan diperbaiki. Bolsa Familia telah membantu paling tidak 11 juta keluarga atau sekitar 46 juta orang tidak mampu. Diperkirakan program pengentasan kemiskinan ini menyentuh 40% penduduk paling miskin di Brazil yang memiliki gap antara kaya dan miskin relatif tinggi. Keberhasilan Brazil mengaplikasikan Bolsa Familia, telah dipelajari oleh banyak negara dan diadaptasi oleh sekitar 20 negara lain termasuk Chile, Mexico, South Africa, Turki, Maroko, dan Indonesia.

Bolsa Familia merupakan bantuan langsung tunai untuk memerangi kelaparan, membantu pendidikan, dan membantu kesehatan masyarakat paling miskin. Kriteria penerima telah secara ketat ditetapkan dan diidentifikasi oleh lembaga penelitian kredibel yang ditunjuk Pemerintah. Setiap tahun Bolsa Familia menyediakan dana sekitar USD 4,5 milyar yang diserahkan melalui Ibu, bukan melalui Bapak sebagai kepala rumah tangga. Ibu dipertimbangkan lebih gigih dalam mendahulukan kebutuhan keluarga seperti pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan anak. Dengan demikian program dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan aktual, memutus rantai kemiskinan dengan investasi pendidikan anak, dan mencegah kemiskinan pada masa mendatang. Dana tunai diserahkan melaluisistem kartu yakni Citizen Cards yang dikirimkan via pos. Kartu tersebut berfungsi seperti kartu debit yang diterbitkan oleh bank Pemerintah Brazil yakni Caixa Econômica Federal secara nasional. Dana tunai tersebut dapat diambil melalui ATM di 14.000 lokasi untuk efisiensi dan menutup celah korupsi. Nama-nama penerima bantuan dapat dilihat secara transparan di website Pemerintah Brazil untuk menghindari nepotisme dan salah target.

Bolsa Familia bukanlah program kemiskinan tanpa cacat. Ketika bantuan tunai dikhawatirkan disalahgunakan untuk mabuk-mabukan oleh para bapak, maka penerima diserahkan kepada para ibu. Mungkin untuk Indonesia, apabila para bapak yang menerima dikhawatirkan akan disalahgunakan untuk membeli rokok. Pelayanan pendidikan dan kesehatan di Brazil gratis, namun untuk bisa sekolah butuh mengupayakan biaya transport ke sekolah, dan pakaian yang layak; sementara untuk ke rumah sakit perlu biaya transport dan juga makanan yang bergizi untuk menunjang badan yang sehat. Adanya pengawasan, evaluasi, dan perbaikan terus menerus menjadikan program ini diakui dan dibutuhkan, tidak hanya untuk Brazil namun juga banyak negara di dunia.

Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar nomor 7 sejagad, Brazil masih memiliki masalah jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin. Namun seperti halnya negara Amerika Latin lainnya, Brazil memiliki leadership yang kuat. Presiden berdiri paling depan sebagai panglima untuk program pemberantasan kemiskinan. Lula da Silva, adalah Presiden pada saat Bolsa Familia diangkat ke nasional dan internasional. Lula mencanangkan Zero Hunger Program sebagai perang terhadap kelaparan dan kemiskinan, dimana Bolsa Familia terintegrasi menjadi bagian dari ZHP. Nama program yang terdengar nyaring dan garang, karena memang Lula menginginkan intervensi Pemerintah untuk menghapuskan kelaparan dan kemiskinan dari Brazil. Jadi tidak sekedar pengurangan kemiskinan yang terdengar garing, namun memang tujuannya nol kelaparan.

Untuk Indonesia, BLT digelontorkan untuk kompensasi kenaikan harga BBM, padatahun 2008 dan 2009. Bantuan tunai sekitar Rp 300.000 dapat diperoleh dengan memperlihatkan Kartu Rumah Tangga Miskin dan Kartu Tanda Penduduk. Pada tahun 2010 BLT tidak diadakan namun diganti dengan Program Keluarga Harapan dengan anggaran Rp 1,1 trilyun. Untuk tahun 2013, 15,5 juta rumah tangga pemegang kartu pembagian beras miskin, akan dapat menerima BLT yang bertransformasi menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), yang didistribusikan melalui kantor pos, dengan alokasi Rp 9,3 trilyun.

BLT atau BLSM dikhawatirkan disalahgunakan untuk money politics setiap menjelang pemilu. Lebih parah lagi, diistilahkan BLSM untuk bancakan parpol. Apabila BLT atau BLSM memang diperlukan untuk menjaga stabilitas dalam masyarakat, semestinya dikemas secara serius. Perlu sosialisasi kepada masyarakat apa manfaatnya, bagaimana kriteria penerima, bagaimana mekanisme penerimaan, bagaimana menjamin transparansi pelaksanaan, dan bagaimana mengembangkan sistem pengawasan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan dan salah target. BLSM juga semestinya dikombinasikan dengan program pengentasan kemiskinan yang telah ada di Daerah. Kerjasama Pemerintah Pusat dan Daerah akan mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan. Misalnya untuk Jakarta, program Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar dapat diintegrasikan dengan BLSM. Bisa saja BLSM untuk Jakarta lebih pada penciptaan lapangan kerja melalui stimulasi untuk Usaha Kecil dan Menengah atau UKM. Untuk selain Jakarta, bisa saja dengan variasi lain sesuai dengan kondisi dan potensi Daerah yang bersangkutan.Sayang rasanya anggaran trilyunan rupiah namun tidak signifikan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat yang kurang beruntung.

(Disarikan secara bebas dari hasil kunjungan, jurnal, dan sumber lainnya.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun