Mohon tunggu...
Humaniora

Fungsi Wayang Kulit dalam Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa

28 Maret 2016   21:37 Diperbarui: 4 April 2017   18:12 7671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

1.      PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Islam merupakan agama Samawi (ajaran agama yang didasarkan pada wahyu yang diberikan Tuhan kepada utusan-Nya) yang lahir di semenanjung Arab, khususnya di dataran tinggi Hijaz di kota yang bernama Mekah. Agama Islam berkembang sekitar abad ke-6 M dengan diutusnya Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul untuk menyebarkan agama Islam di seluruh penjuru dunia. Agama Islam merupakan agama muda yang perkembangan penyebarannya di dunia cukup pesat, hingga saat ini agama Islam menjadi agama kedua di dunia yang memiliki penganut terbanyak setelah agama Nasrani. 

Islam dibawa masuk oleh para pedagang Arab, Gujarat, dan Persia ke Indonesia sekitar abad ke-7 M sampai abad ke-15 M melalui jalur perdagangan. Selain itu, agama Islam juga berkembang melalui saluran pernikahan. Para pedagang yang menetap kemudian menikah dengan wanita-wanita setempat sehingga melalui proses pernikahan, agama Islam juga berkembang pesat di Indonesia. Dengan jumlah pemeluk yang semakin banyak, maka mulai muncul pusat-pusat pemerintahan yang berbentuk kerajaan. Pada awal perkembangannya, sebagian besar kerajaan Islam mulai muncul di daerah Sumatera karena Pulau Sumatera memang letaknya yang strategis sebagai jalur perdagangan internasional.

  Kerajaan Islam pertama yang muncul di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh dengan raja pertamanya yang bernama Sultan Malik Al-Saleh. Kerajaan Samudera Pasai kemudian runtuh sekitar tahun 1360 M karena mendapat serangan Kerajaan Majapahit dari Jawa. Di Jawa, juga terdapat kerajaan Islam tersohor yang peninggalan-peninggalannya masih dapat kita saksikan hingga saat ini. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Demak yang juga merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

Kerajaan Demak mulai berdiri pada abad ke-16 berkat perjuangan dan usaha Pangeran Jimbun/Raden Patah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Raden Patah merupakan putra Raja Majapahit, Raden Brawijaya dengan Putri Campa yang pada waktu kandungannya masih berusia beberapa bulan, Putri Campa dihadiahkan kepada Sunan Kudus sebagai isteri. Posisi Raden Patah sebagai raja dari Kerajaan Demak ternyata juga tak lepas dari peran para wali (penyebar agama Islam di Pulau Jawa) yang telah banyak membantunya. Peran para wali yang paling penting yaitu menanamkan ajaran-ajaran agama Islam di Pulau Jawa.

Dalam menjalankan perannya sebagai mubaligh, tentunya ajaran yang dibawakan para wali tidak serta merta mengajarkan ajaran-ajaran pokok Islam, akan tetapi untuk mempermudah masyarakat dalam memahami ajaran agama Islam, disertakanlah ajaran agama Islam dalam tradisi atau kebiasaan masyarakat setempat. Misalnya, Sunan Drajad yang menggunakan media gamelan dan tembang Pangkur untuk menyebarkan agama Islam di daerah Lamongan, Sunan Kalijaga yang menggunakan media wayang dan tembang dolanan, Sunan Kudus yang mengajarkan masyarakat untuk membuat keris dan mengajarkan toleransi antar umat beragama, dsb. Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa para wali memanfaatkan kebiasaan masyarakat sebagai media dakwah, sehingga masyarakat akan lebih mudah untuk menerima dan memahami ajaran Islam.

      Salah satu media yang dianggap paling berhasil dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa adalah melalui kesenian wayang kulit. Istilah wayang diambil dari kata wwayang yang berarti bayangan atau bayang-bayang yang menjadi tampilan utama dari pertunjukan wayang. Sedangkan pertunjukan wayang kulit adalah seni pertunjukan yang menampilkan boneka dengan bahan dasar kulit kerbau/sapi yang dibentuk/ditatah dan dihias/disungging serta pertunjukannya diiringi oleh sindhen sebagai pembawa lagu dan wiyaga sebagai penabuh gamelan. Wayang kulit merupakan kesenian yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat di lingkup keraton hingga masyarakat biasa yang hidup di daerah pedesaan, sehingga penyebaran agama melalui media wayang kulit akan sangat efektif karena mencakup semua lapisan dan golongan masyarakat.

      Wayang kulit yang ada saat ini telah mengalami perubahan besar, baik itu dari segi bentuk, ornamen hiasan pada pakaian wayang maupun penambahan tokoh-tokoh cerita pewayangan. Pada dasarnya, perubahan yang dilakukan untuk menggubah bentuk wayang juga disesuaikan dengan ajaran ataupun syariat  agama Islam, sehingga secara tidak langsung, masyarakat juga akan mengenali  ajaran-ajaran agama Islam. Terlepas dari itu semua, penyampaian ajaran agama juga disampaikan sang dalang melalui percakapan/petuah dari tokoh-tokoh yang ditampilkan, sanggit gendhing (makna filosofi dari sebuah lagu/gendhing), dan sanggit lakon (makna filosofi yang terkandung dalam lakon/cerita wayang yang ditampilkan. Ajaran agama Islam seringkali juga disampaikan dalang dalam bentuk pasemon/sindiran ketika adegan-adegan jenaka (keluarnya tokoh semar,gareng, petruk, dan bagong).

Berdasarkan uraian singkat itulah, maka wayang memiliki fungsi yang penting bagi perkembangan dan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, karena wayang merupakan kesenian kegemaran masyarakat ketika Pulau Jawa masih dikuasai kerajaan yang bernafaskan Hindu dan Budha hingga masuknya agama Islam dengan berdirinya Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

1.2  Rumusan Masalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun