Mohon tunggu...
Adhan Efendi
Adhan Efendi Mohon Tunggu... -

Seorang Mahasiswa yang berjuang di Jurusan Pendidikan Teknologi Kejuruan, bercita-cita menjadi dosen, penulis buku dan riset di bidang pendidikan.. memiliki impian untuk dapat melanjutkan kuliah dan membahagiakan kedua orang tua motto hidup " Kami Adalah Pahlawan Dunia Pendidikan Masa Depan "

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Para Dalang Legendaris, Dalang Cilik Penerus dan Secercah Cahaya Kesenian Wayang Masa Depan

5 Mei 2016   11:37 Diperbarui: 5 Mei 2016   11:44 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah Satu Penampilan Peserta FDC VI

Festival Dalang Cilik (FDC) VI yang dilaksanakan di museum pendidikan Indonesia memberikan banyak pengetahuan baru untuk saya terutama mengenai kesenian wayang kulit itu sendiri. Wayang kulit merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Jawa. Wayang bukan hanya merupakan hiburan rakyat semata tetapi terkandung di dalamnya falsafah nusantara yang bisa dipakai sumber etika dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.

Wayang secara harfiah bermakna “Ma Hyang” yang berarti berjalan menuju yang maha tinggi (bisa diartikan sebagai roh, Tuhan, ataupun Dewa). Akan tetapi, sebagian orang mengartikan bahwa wayang berasal dari bahasa jawa yang berarti bayangan. Hal tersebut dikarenakan ketika penonton menyaksikan pertunjukan wayang mereka hanya melihat bayangan yang digerakkan oleh para dalang yang juga merangkap tugas sebagai narator. Dalang merupakan singkatan dari kata-kata ngudhal piwulang.

Ngudhalberarti membuka atau menyebarluaskan dan piwulang berarti pendidikan atau ilmu. Hal tersebut menegaskan bahwa posisi dalang adalah sebagai orang yang mempunyai ilmu yang lebih serta membagikannya kepada para penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang tersebut. Beberapa nama dalang legendaris seperti Ki Narto Sabdo, Ki Hajar Sugito, Ki Sunaryo, Ki Timbul Cermomenggolo dan lain-lain memiliki satu harapan yang sama yaitu akan hadirnya dalang-dalang cilik baru yang dapat meneruskan kesenian wayang. Bukan hanya melakukan pementasan tetapi juga dapat menyampaikan cerita bernilai kehidupan serta “mencintai” kesenian wayang itu sendiri sebagai warisan tak ternilai yang bangsa ini miliki.

45 Dalang Cilik Seluruh Indonesia

Tahun 2003, UNESCO menetapkan wayang sebagai masterpiece of oral and intangible heritage of humanity. Hal ini tidak dimaknai sebagai pencapaian akhir dari perkembangan budaya di Indonesia tetapi penetapan ini menjadi pendorong bagi bangsa Indonesia untuk terus melestarikan budaya bangsa melalui pendidikan.

Festival dalang cilik Indonesia di ikuti oleh 45 dalang cilik yang membawakan lakon pilihannya masing-masing. Seperti lakon bratasena ngadupadi kayu gung susuhing angin yang dibawakan Aditya Sandhi Sadewa, lakon gathotkaca senopati yang dibawakan Elvia Trisniawati, lakon wahyu topeng wojo yang dibawakan Adnantya Akman Fauzan dan masih banyak lakon lain. hal ini menunjukan bahwa minat, bakat dan kecintaan para dalang cilik untuk belajar serta melestarikan kesenian wayang semakin besar. Harapan kegiatan ini dapat meningkatkan perhatian masyarakat dan pemerintah dalam memberikan penghargaan terhadap potensi-potensi muda pelestari budaya. Selain mencintai dan mendalami seni pertunjukan wayang kulit, para dalang cilik ini adalah generasi berprestasi yang jarang ditekuni oleh anak-anak seusianya. Oleh karena itu, selayaknya kita memberikan apresiasi setinggi-setinggi bagi mereka dengan keyakinan bahwa mereka adalah bagian jawaban dari harapan para dalang legendaris yang ingin melihat generasi muda penerus dapat terus menjaga dan melestarikan kesenian wayang.

Secercah Cahaya Itu Masih Ada dan Sangat Ada

Dalam berbagai penampilan para dalang cilik dengan segudang prestasi di bidang wayang. Saya yakin para dalang legendaris akan bangga melihat para dalang cilik penerus dalam rangka melanjutkan tongkat es tafet pelestarian seni wayang yang sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab pencinta seni wayang saja tetapi ini menjadi tanggung jawab kita semua.

Rasa memiliki, rasa kecintaan yang harus terus dijaga dan di kembangkan agar kesenian wayang tidak tergerus oleh zaman globalisasi di era modern, sehingga jangan heran ketika hal ini dibiarkan bukan tidak mungkin anak muda penerus lebih memilih bermain game online daripada pergi ke sanggar seni untuk belajar memahami kebudayaan bangsa ini.

Dalam pelaksaan festival dalang cilik (FDC) VI dengan penampilan para dalang cilik seringkali dewan juri dan penonton di buat “kagum”dengan penampilan para dalang cilik yang dinilai tidak kalah dengan dalang senior atau para dalang yang sudah jauh berpenggalaman tanpa mengkesampingkan bagaimana kiprah para senior dalam upaya menjaga kesenian wayang di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun