[caption caption="sumber gambar : sindonews.com"][/caption]
Yayasan Supersemar. Mungkin banyak yang belum tahu tentang yayasan ini, terutama generasi pelajar saat ini. Sebab, setelah Yayasan terbelit masalah hukum dan dianggap Bangkrut, tidak ada lagi aktifitas yang bisa dilakukan setelah itu, penyaluran beasiswa terhenti, operasional yayasan pun berhenti, bukan itu saja, Yayasan Supersemar malah ketiban pulung, denda wajib bayar pada negara, ratusan milyar. Karena dianggap melakukan korupsi dan penyelewengan dana beasiswa. Terlepas dari masalah hukum itu semua, saya ingin bercerita sekelumit peranan yayasan ini kepada diri saya pribadi.
Sewaktu kuliah di Bogor, beberapa tahun yang lalu, saya bukanlah orang yang pintar-pintar amat, saya menilai diri saya sama dengan mahasiswa lainnya, mungkin kata orang saya termasuk orang Bejo, kenapa? Waktu itu, biaya kuliah dan biaya hidup sehari-hari sangat tinggi, mengingat saat itu sedang terjadi krisis moneter, semua barang-barang mahal, dan berimbas pada semua mahasiswa. Meskipun demikian, Saya mampu menyelesaikan kuliah dengan baik dan lulus dengan predikat sangat memuaskan dengan IP diatas tiga koma. Banyak faktor, namun yang dominan adalah berkat dana beasiswa dari Yayasan Supersemar. Bejo-nya lagi, dari ratusan orang mahasiwa yang mendaftar untuk mendapat beasiswa, hanya puluhan orang saja yang berhasil lulus seleksi, dan saya termasuk satu diantaranya.
Disamping pertimbangan kemampuan ekonomi mahasiswa, Nilai akademik yang bagus, adalah syarat mutlak untuk mendapatkan beasiswa ini. penilaian dilihat dari hasil traskrip nilai mahasiswa selama beberapa semester.
Sebagai mahasiswa perantau dari luar jawa, masalah keuangan adalah masalah klasik bagi saya dan mungkin beberapa kawan seperantauan. Sehinggga saya bertekad untuk mendapatkan beasiswa, bagaimana pun caranya, mengingat kala itu, berbisnis bukan pilihan karena padatnya jadwal kuliah. Hingga pada akhirnya saya mengajukan beasiswa ke Yayasan Supersemar.
Keadaan ini menjadi pemacu dan pemicu yang mengharuskan saya berpikir keras untuk bisa survive di pulau Jawa, maka salah satu cara yang saya lakukan adalah belajar giat agar nilai akademik saya bagus. Perpustakaan adalah tempat favorit saya waktu itu, selain masjid. Perpustakan sebagai tempat memperdalam kelimuan sedangkan masjid tempat berdiskusi dan bersosialisai dengan mahasiswa lainnya tentang agama dan yang lainnya. Pada akhirnya, usaha keras saya membuahkan hasil, dengan lulus seleksi penerima beasiswa dari Yayasan Supersemar.
Sekilas sejarah tentang yayasan ini yang diambil dari Situs Yayasan Supersemar. Motivasi awal dibentuknya yayasan ini adalah bahwa masalah pendidikan adalah masalah bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Banyak anak muda Indonesia yang memiliki kemampuan akademis dan intelektual yang memadai namun tidak didukung oleh kemampuan ekonomi keluarganya. Maka, pada tanggal 14 Mei 1974, Soeharto membentuk Yayasan Supersemar untuk menjembati Gap ini, sekaligus membantu pemerintah dalam upaya mengatasi masalah pendidikan. Sejak berdiri hingga sekarang, yayasan ini sudah memberikan bantuan bagi jutaan penerima beasiswa, baik SD hingga SMA, Mahasiswa serta para peneliti di universitas, guru dan olahragawan.
Saya percaya, masih banyak lagi kawan-kawan dari berbagai universitas seluruh Indonesia yang pernah mendapatkan beasiswa ini. Bahkan menurut kabar, ada beberapa pejabat dan mantan pejabat yang juga pernah merasakan beasiswa ini. Salah satunya, Mensesneg Pratikno.
Maksud saya bercerita tentang yayasan ini, bukan untuk membela siapa-siapa, atau mengecilkan hal yang sudah diputuskan di MA. Namun, just share bahwa saya bangga pernah mendapatkan beasiswa dari yayasan ini dan yayasan ini pernah memiliki peranan yang banyak di negeri ini, terlepas dari masalah yang membelitnya.
Menurut pemberitaan, MA mewajibkan Yayasan Supersemar membayar ganti rugi US$ 315 juta dan Rp139,2 miliar kepada pemerintah Indonesia. Apakah ganti rugi ini akan dibebankan pada keluarga Cendana? Entahlah, yang pasti ada pepatah begini: “ sudah jatuh (orde baru) tertimpa tangga pula (kena kasus pula)”.[caption caption="sumber gambar : sindonews.com"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H